Ads
Pengalaman Religius

Puspo Wardhoyo (4):  Eksploitasi Perempuan dan Egoisme Pria Berharta?

Avatar photo
Ditulis oleh Asih Arimurti

Nah, dengan kehidupan perkawinan bersama keempat istri ini, saya proklamirkan praktik poligami yang islami. Karena itu saya mendapat predikat “Pak Presiden Poligami”. Mungkin karena moto saya, “Kecil rajin mengaji (waktu itu ngaji di semacam TPA kalau sekarang), muda Giat bekerja, zakat 10%, tua kaya raya, istri empat, mati masuk surga.” Ha.. ha.. ha…. Menurut keyakinan saya, poligami adalah ajaran agama. Sebenarnya, apa yang saya lakukan ini, tidak lain adalah membantu para lelaki yang suka menyeleweng.

Sekarang, banyak perempuan yang ditindas. Kaum lelaki akan meninggalkan perempuan setelah mereka mencapai kepuasan. Tapi mengapa di kalangan masyarakat, orang yang menjalani poligami malah dijauhi? Masih banyak orang yang menganggap poligami sebagai hal tabu untuk dibicarakan. Sebaliknya, perselingkuhan malah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan, dan menjadi hal yang biasa dalam kehidupan. Di lain sisi, masih banyak orang yang melakukan praktik poligami yang tidak memberikan contoh teladan atau contoh sebagai sebuah kehidupan rumah tangga yang sukses dan bisa ditiru. Misalnya, seseorang memiliki istri lebih dari satu, tetapi tidak transparan. Mereka cenderung sembunyi-sembunyi. Padahal, poligami itu dimaksudkan untuk menolong kaum perempuan dari persoalan seperti itu. Membagi kebahagiaan, sekaligus menumbuhkan jiwa kepemimpinan.

Nah, karena itu saya merasa terpanggil untuk mengampanyekan praktek poligami. Saya ingin menyampaikan bahwa poligami itu sesuatu yang biasa, bukan hal yang tabu. Dan merupakan salah | ean ajaran agama. Seperti yang tercantum dalam Surat Anisa’ ayat 3, “……Maka, kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Juga dalam hadis riwayat Anas Bin Malik r.a. yang berbunyi, “Barang siapa yang dikarunia seorang istri yang solehah, berarti ia telah membantu menyempurnakan setengah dari agamanya. Maka, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah yang lainnya.” Jadi, kalau Anda memiliki pengalaman dan kemampuan seperti hidup saya, mungkin Anda akan berbuat seperti apa yang saya lakukan.

Saya sadar bahwa untuk kalangan tertentu soal poligami ini merupakan hal yang begitu sensitif. Ada yang tidak peduli bahkan terkesan alergi, ada yang malu-malu namun ingin mengetahui, ada yang pura-pura tidak memperhatikan namun sebenarnya malah tertarik. Bahkan ada yang minta didoakan bisa mengikuti jejak saya.

Banyak suka dan duka saat saya mengampanyekan poligami. Ada suatu pengalaman yang tidak terlupakan sewaktu saya diminta mengisi ceramah singkat di Kapal Sinabung, dalam perjalanan dari Medan ke Jakarta. Awalnya, saya tidak mau ketika diminta berbicara. Tetapi, karena didesak terus, akhirnya saya maju ke mimbar. Saya berbicara mengenai perlunya umat Islam memahami poligami yang Islami. Ternyata, apa yang disampaikan ini mendapat sambutan sebagian jamaah, meskipun sebagian lainnya menggerutu. Saya pun diminta turun dan mengakhiri ceramah oleh takmir musala. Sambutan yang demikian bagi saya tidak menyurutkan niat saya untuk terus mensosialisasikan poligami yang islami. Dan saya terus berdoa untuk terus diberi kekuatan, kemudahan dan mendapatkan banyak kawan seiman yang bisa membantu perjuangan saya ini khususnya berdakwah tentang poligami ini yang saya yakini sebagai panggilan Ilahi.

Lain lagi cerita saat saya berceramah di Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, beberapa waktu lalu. Saya mendapat sambutan hangat dan pertanyaan konstruktif dari para mahasiswi. Sebagian lagi, malah memberikan kritik tajam dan kecaman atas niat baik saya berbagi pengalaman. Menurut mereka, poligami (yang saya lakukan), lebih merupakan eksploitasi atas nasib perempuan, egoisme pria berharta dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender.

Untuk mengukuhkan kampanye poligami,  saya  akan memberikan penghargaan atau award bagi para pelaku poligami yang sukses. Namanya Poligami Award. Yang menjadi fokus adalah bagaimana kisah suksesnya. Satu, istri-istrinya harus hidup rukun dan harmonis. Tidak perlu si suami kaya untuk itu. Saya pernah bertemu dengan orang yang secara ekonomi sebetulnya masih tergolong susah, Tetapi, dia mempunyai empat istri dan mereka hidup rukun. Orang seperti ini bisa mendapatkan Poligami Award. Melalui acara ini saya ingin mengampanyekan poligami yang indah. Selain itu, dalam waktu dekat, kira-kira bulan Februari ini, saya akan meluncurkan sebuah buku yang berisi pengalaman saya sebagai pelaku poligami. Judulnya, Kiat Sukses Poligami Islami dan  Poligami Bukan Milik Kiai &  Pengusaha. Semoga buku ini menjadi bagian dari amar makruf nahi munkar.

Islam itu adalah agama yang fitrah. Maka, fitrah manusia akan sejalan dengan Islam. Tugas saya untuk melakukan sosialisasi poligami dan membangun keluarga sakinah. Memang, saya sadari awalnya tidak mudah dalam menjalani praktik poligami ini. Tantangan dan hambatan tidak saja datang dari masyarakat, tapi juga dari keluarga, utamanya dari istri. Bagaimana Rini dan Supi ( istri pertama dan kedua), berkompetisi. Berusaha tampil menjadi istri terbaik di hadapan saya. Mereka saling berusaha tampil cantik di hadapan saya, ha..ha…ha… Toh, persaingan keras itu tetap dalam koridor syar’i, sehingga yang terjadi adalah fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Istri pertamaku rasanya malah semakin bersih, cantik dan ikhlas sehingga membuat cinta saya padanya makin seru. Di situ, poligami menjadi tak sekadar menarik.

Ditulis bersama Akmal Stanzah (almarhum). Sumber: Majalah Panjimas, 6-19 Februari 2003

Tentang Penulis

Avatar photo

Asih Arimurti

Wartawan Majalah Panji Masyarakat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading