Ads
Mutiara

Ramalan Sang Kiai

Kehidupan keagamaan masyarakat Banten menngkat setelah terjadi wabah dan bencana alam dahsyat. Sebelumnya seorang ulama tarekat pernah mengingatkan bahwa di ujung barat itu mengenai bakal datangnya “kiamat”, seraya menunjuk merebaknya aneka maksiat. Dan Pemberontakan pun meletus.

Jalan-jalan lengang. Rumah-rumah banyak yang kosong. Sawah-sawah terlantar lantaran kekuarangan tenaga. Banyak bayi mati karena ibu mereka tak sanggup menyusui. Ratap tangis, doa dan zikir terdengar dari langgar dan rumah-rumah.

Pemandangan yang menyedihkan itu terlihat di desa-desa di Banten pada tahun 1879-1880, akibat wabah penyakit hewan dan wabah sakit panas. Pada Agustus 1880 tercatat 20.000 jiwapenduduk mnederita sakit panas, dan 40.000 di antaranya menemui ajal. Banyak yang bertanya, mengapa wabah itu hanya terjadi di Banten, dan tidak di tempat lain?

Belum lagi rakyat pulih dari penderitaan mereka, pada Ahad 23 Agustus 1883 terjadi bencana alam yang teramat dahsyat – Gunung Krakatau meletus. Letusan paling hebat dalam sejarah vulkanologi Indonesia itu menimbulkan gelombang tsunami setinggi 30 meter yang melanda pantai barat Banten. Anyer, Merak dan Caringin hancur. Desa-desa seperti Sirih, Pasauran, Tajur, Carita, semuanya lenyap tanpa bekas. Bencana itu menelan korban 21.500 jiwa manusia, yang tenggelam dalam gelombang. Jalan raya antara Anyer dan Caringin, yang sering dikatakan lebih indah dari jalan tersohor di Riviera, Prancis Selatan, tergenang habis, dan lenyap. Di mana-mana pemandangan hanya menyuguhkan tanah lumpur, abu, timbunan pohon, bangkai binatang dan manusia. Dalam beberapa hari di Caringin dkubur 4.500 mayat dan di Anyer 1.517. Untunglah tidak terjadi wabah penyakit, meski di mana-mana terdapat paya-paya penuh tumbuhan dan hewan-hewan busuk. Salah seorang di antara yang sedikit warga Caringin yang selamat adalah Syekh Asnawi, yang juga murid Syekh Khatib Sambas dan Kiai Abdul Karim, selain Syekh  Nawawi Al-Bantani. Waktu Kiai Asnawi berumur 33 tahun. Dia juga terlibat dalam pembukaan kembali Jalan Labuan-Anyer bersama Syekh Husein.

Pada hari-hari malapetaka itu, sewaktu matahari menggerhana Banten selama 28 jam dalam gelap gulita, dasar laut seolah terangkat ke atas, rakyat teringat ramalan Syekh Abdul Karim, beberapa tahun sebelum berangkat ke Mekah, yang menyebut pelbagai tanda datangnya kiamat.Bencana itu merupakan peringatan Tuhan agar manusia bertobat dari perbuatan maksiat. Setelah peristiwa mengerikan itu kehidupan beragama di Banten tampak marak.

Syahdan, Syekh Abdul Karim, ulama paling berpengaruh di Banten  pada penghujung abad ke-19, meninggalkan Banten pada 13 Februari 1876 untuk kembali ke Mekah, tanah airnya yang kedua, menyusul pengangkatannya sebagai pemimpin tarekat Qadiriyah, menggantikan Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sebagian orang menganggapnya sebagai wali.

Selama tiga tahun di Banten, sebelum kembali ke Mekah, dia berhasil membangkitkan semangat keagamaan di kalangan rakyat Banten, dan perlawanan menentang penguasa kolonial Belanda. Meskipun tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa Jihad Cilegon tahun 1888, dialah yang meratakan jalan bagi murid-muridnya untuk memberontak. Pemberontakan terhadap kekuasaan asing yang dipimpin KH Wasid ini terjadi lima tahun setelah Gunung Krakatau meletus.

Syekh Abdul Karim memang tidak secara spesifik menyebut bencana apa saja yang akan menimpa rakyat Banten. Tetapi datangnya wabah penyakit yang kemudian disusul bencana alam yang dahsyat itu, membuat rakyat mempercayai ramalannya.

Bagi sebagian rakyat Banten sekarang, nama Syekh Abdul Karim mungkin terdengar asing. Namun jejaknya masih kita temukan dalam pelbagai kumpulan tarekat di Tanah Jawa. Menurut Zamakhsyari Dhofier (1982), lima organisasi tarekat di Jawa yang paling berpengaruh dan memiliki ribuan pengikut menyambungkan silsilah mereka ke Syekh Abdul Karim, yang berasal dari Tanara, Serang, Banten, itu.

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading