Ads
Jejak Islam

Al-Urwatul Wutsqa Perintis Pers Islam yang Menginspirasi Kiai Ahmad Dahlan

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Semenjak pembaharuan dan kebangunan Islam tidak dapat dipisahkan dari riwayat perkembangan media-massa Islam. Malah media-massa Islam itu. merupakan batu loncatan (spring-plank} yang melompatkan semangat pembaharuan itu dari satu negeri ke negeri yang. lain, mengarungi samudera dan menerjang gunung-gunung terjal yang mencoba menghambat topan pembaruan itu.

Dalam membicarakan pembaharuan dan kebangunan Islam kembali pada penghujung abad XIX, yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), maka media-massa itu merupakan semacam peluru-kendali di zaman modern ini yang melontarkan semangat pembaharuan dan kebangunan itu ke berbagai-bagai benua, kemudian tumbuh laksana benih yang memutik di kawasan benua yang bersangkutan.

Jamaluddin Al-Afghani

Sebagai seorang pelarian politik, Jamaluddin Al-Afghani, yang dibantu oleh murid/temannya, Syekh Muhammad Abduh, mengumandangkan semangat pembaharuan itu dari Paris. Mereka menerbitkan satu majalah bernama Al-Urwatul Wustqa (1884) di Paris, yang artinya ”’Tali yang kuat’’. Dalam bahasa Prancis bernama Le Lien Indissoluble. Nomor perdana majalah tersebut terbit 15 Jumadil Awal 1301 H/13 Maret 1884.

Walaupun Urwatul Wustqa hanya terbit selama 8 bulan dengan 18 nomor, isi dan pengaruhnya cukup luas. Bukan saja mendapat perhatian kaum Muslimin dari berbagai-bagai benua, tapi juga dari tokoh-tokoh bangsa Eropa yang terkemuka, lebih-lebih karena ’’menelanjangi’’ pula jalan pemikiran yang dipandang menyesatkan dari seorang orientalis. terkenal, Ernest Renan.

Majalah itu secara ketat dibendung masuk Indonesia. Tapi, sesuai dengan hukum alam ’’air yang mengalir”, ia tidak dapat dibendung, dan jika tutup di satu tempat, dia akan mencari saluran lain. Demikianlah halnya dengan Urwatul Wustqa itu masuk ke Indonesia.

Almarhum K.H. Ahmad Dahlan, pembaru dan pendiri Muhammadiyah, banyak mendapat inspirasi dan dorongan dari tulisan-tulisan dalam majalah tersebut, yang diselundupkan melalui pelabuhan Tuban, Jawa Timur.

Majalah-majalah lainnya yang masuk ke Indonesia pada waktu itu, menurut Van der Berg, yang juga menopang arus pembaharuan itu, selain Urwatul Wustqa itu, antara lain ialah majalah Al-Jawaib (Istanbul), A -Insan (Istanbul), Al-Janna (Beirut), Tsamaratul Funun (Beirut), Lisanul Hal (Beirut) dan Al-Wathan (Kairo).

Al-Manar di Mesir

Pada permulaan abad XX di Mesir terbit satu majalah Islam bernama Al-Manar, artinya menara yang memancarkan cahaya terang-benderang, di bawah pimpinan Sayid Muhammad Rasyid Ridha. Seorang ulama/terpelajar Muslim yang mengembangkan semangat pembaharuan Islam. Majalah itu dengan cepat mempunyai pengaruh ke negeri-negeri Islam lainnya, di antaranya ke Indonesia, lebih-lebih karena rubrik: yang khusus mengenai tafsir ditulis oleh Syekh Muhammad Abduh.

Karangan-karangan Syekh Muhammad Abduh mengenai tafsir itu kemudian diterbitkan menjadi buku tafsir dengan nama Tafsir Al-Manar. Sayang sekali, tafsir itu hanya terdiri dari 12 jilid, sampai ke juz XII (surat Yusuf), karena Muhammad Abduh berpulang ke rahmatullah sebelum beliau selesai menulis tafsir itu.

Di Indonesia pada waktu itu banyak pencinta dan pembaca majalah Al-Manar itu, dan mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan Islam yang dikaitkan dengan perkembangan-perkem. bangan politik di dunia Islam.

Salah seorang pencinta Al-Manar di Indonesia, yang kemudian ternyata berjasa memanfaatkan hubungan itu dalam proses pembaharuan jiwa dan semangat Islam, ialah almarhum K.H. Basuni Imran darj Sambas, Kalimantan Barat, yang mengirimkan satu pertanyaan kepada Redaksi “Al-Manar’’ dan minta dimuatkan jawabannya dalam majalah tersebut.

Pertanyaan itu: ’’Kenapakah umat Islam mundur, dan kenapakah umat non-Muslim maju? (Li-maza taakkkheral Muslimun wa lima-za taqaddama ghairu-hum?)


Sayid Rasyid Ridha mengirimkan pertanyaan itu kepada Amir Syakib Arselan, seorang tokoh Muslim yang mengembara sebagai pelarian politik pada waktu itu dan berkedudukan di Swiss.

Jawaban lengkap dan analisa yang tajam mengenai problematik itu akhirnya diterbitkan menjadi satu buku dengan judul yang sama, yang telah diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia oleh almarhum H. Munawar Chalil dan diter.bitkan oleh ’’Bulan Bintang’’ Jakarta. Pada waktu itu Mesir menjadi pusat gerakan pembaharuan dunia Islam, terutama dipelopori oleh sivitas akademika Universitas ’’Al-Azhar’’, ’’Darul Ulum” dan lain-lain. Tatkala beberapa puluh tahun kemudian banyak pemuda Muslim dari Indonesia yang meneruskan pelajarannya ke Mesir, maka mereka menerbitkan media-massa Islam, seperti Seruan Al-Azhar, Pilihan Timur di bawah pinpinan Ilyas Yacoub dan Muchtar Luthfi, yang kemudian keduanya menjadi pemimpin politik di negerinya (Indonesia) dan di zaman pemerintahan kolonial dibuang ke Boven Digul.

Hampir bersamaan dengan waktu terbitnya Al-Manar di Mesir, di Singapura (Malaysia) terbit pula satu majalah pembaruan Islam, bernama Al-Imam’, dI bawah pimpinan Syekh Tahir Jalaluddin, seorang ulama dan tokoh Islam yang ber. asal dari Minangkabau. Di samping memimpin Al-Imam beliau mengelola satu sekolah yang bernama Al-Iqbal al-Islamiyah. Syekh Tahir Jalaluddin pada mulanya belajar di Makkah, kemudian di Mesir. Nomor perdana majalah Al-Imam terbit pada tahun 1906.

Baik majalah Al-Manar dari Mesir maupun majalah Al-Imam dari Singapura itu membawa arus perubahan dan pembaharuan Islam ke Indonesia.

Dalam periode tiga dekade pada permulaan abad ke XX, saling kait-mengait dengan arus kebangkitan nasional dan pembaharuan Islam, maka di Indonesia terbit beberapa majalah yang besar pengaruhnya terhadap kebangunan umat. Di antaranya ialah majalah Al Munir (Yang memberikan cahaya) di Padang Panjang (Sumatera Barat) di bawah pimpinan Dr. Abdullah Ahmad, Zainuddin Labay el-Yunusi dan Abdul Hamid Tuanku Mudo. Ketiga-tiganya adalah juga pelopor dalam dunia perguruan dan pendidikan. Dr. Abdullah Ahmad, pendiri “Adabiyah-school’’ di Padang, yang memberikan pengetahuan umum setingkat dengan HIS di zaman itu, tapi mempunyai jiwa dan semangat Islam. Zainuddin Labay el-Yunusi, pendiri Diniyahschool Padang Panjang, yang mengutamakan mencetak kader-kader Muslimat, dan setelah beliau .meninggal dunia, usaha itu diteruskan oleh adik beliau, Rahmah el-Yunusiyah seorang tokoh Muslimat yang banyak jasanya. Abdul Hamid Tuanku Mudo adalah pendiri Sekolah Thawalib Padang Panjang, satu perguruan yang banyak menghasilkan pemimpin-pemimpin dan guru-guru yang tersebar di seluruh Tanah Air.

Periode post tahun 30-an

Setelah masa tahun 30-an, baik di Pulau Jawa maupun di Sumatera, usaha-usaha menerbitkan media-massa Islam itu semakin berkembang. Di Jakarta terbit majalah Pancaran Amal; di kalangan mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Islam (Islamic college) di Padang terbit majalah Raya di bawah pimpinan Mohammad Dien Yatim.

Pelajar-pelajar putri tidak ketinggalan pula dengan menerbitkan majalah Medan Puteri di Bukittinggi, yang kemudian dilanjutkan di Medan dengan terbitnya Menara Puteri di bawah pimpinan Rasuna aid, di Sibolga terbit Fajar Islam dipimpin Oleh A.H. Mun’im; Ikhwan di Binjai di bawah pimpinan Zainal Arifin Abbas, Suara Islam di Medan dipimpin oleh H. Mohammad Said.

Pada waktu itu kota Medan yang diberi nama -julukan ‘’Paris van Sumatera’’ merupakan tanah yang subur bagi majalah-majalah Islam. Di antaranya Medan Islam di bawah pimpinan H. Abdul Qadir; Dewan [slam dipimpin oleh Arsyad Thalib Lubis yang banyak menulis tentang perbandingan Islam-Kristen; majalah Soeloeh Islam dipimpin oleh K.H. Majid Abdullah dan A. Wahid Er; Sinar dipimpin oleh H. Bakri Suleman.

Puncak kemajuan penerbitan majalah Islam di Medan ditandai dengan terbitnya dua majalah mingguan Islam yang berpengaruh pada zamannya, pada saat-saat terakhir masing-masing sudah bisa mencapai oplag 5.000 eksemplar dan tersiar luas di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku bahkan sampai ke Malaysia. Pertama, ialah Panji Islam di bawah pimpinan Z.A. Ahmad dan A.R. Hajat, Kedua, majalah mingguan Pedoman Masyarakat di bawah pimpinan Hamka/M. Yunan Nasution.

Kedua majalah itu terbit selama 7 tahun dan terhenti penerbitannya karena kedatangan tentara Jepang.

Di zaman Kemerdekaan

Sesudah Indonesia Merdeka kegiatan penerbitan majalah-majalah Islam itu nampaknya tidak begitu§ menonjol. Mungkin karena sebagian besar tenagatenaga yang diharapkan mengelola bidang itu banyak yang terlibat dengan kegiatan-kegiatan politik, perwakilan dan tugas-tugas kenegaraan lainnya.

Di zaman permulaan revolusi di Yogyakarta terbit majalah (tabloid) Indonesia Raya di bawah pimpinan Z.A. Ahmad/Prawoto Mangkusasmito/Syafruddin Prawiranegara. Kemudian di Jakarta terbit majalah Hikmah di bawah pimpinan Mohamad Natsir/A.R. Baswedan/Nawawi Dusky.

Pada waktu ini di samping majalah-majalah khusus, seperti Suara Masjid (IKMI), Serial Media Dakwah (DDII), Al-Muslimun (Persis) dan lain-lain, umat Islam Indonesia boleh . bersyukur dengan terbitnya sampai sekarang majalah-majalah Panji Masyarakat yang pada Saat ini memperingati ulang tahunnya yang ke-25, majalah Kiblat, Harmonis’ dan lain-lainnya.

Tapi, kalau dibandingkan dengan majalah-majalah lain, apalagi dengan majalah-majalah yang bersipat hiburan semata-mata, maka kedudukan majalahmajalah Islam dewasa ini, baik kuantitas maupun kualitas, masih memprihatinkan.

Dalam hubungan ini kaum Muslimin hendaklah mawas diri dan dengan semangat juang (fighting-spirit) maju ke depan, mengejar ketinggalan.

Penulis: M. Yunan Nasution (1913-1996), ikut mendirikan dan menjadi motor majalah Pedoman Masyarakat yang terbit di Medan pada 1936. Majalah ini kemudian melebur dengan majalah Panji Islam menjadi majalah Panji Masyarakat yang terbit pada tahun 1959. Yunan Nasution juga aktif di politik dan menjadi Sekjen Partai Masyumi sampai partai ini dibubarkan pada 1962. Ia ditangkap dan dipenjara selama tujuh tahun oleh rezim Soekarno dan baru dibebaskan pada awal Orde Baru. Ia lalu aktif di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), dan menjadi kontributor Panji Masyarakat yang terbit kembali pada awal Orde Baru setelah dilarang rezim sebelumnya.
Sumber: Panji Masyarakat, No: 403 1 Agustus 1983

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading