Ads
Ibadah Haji

Pelajaran dari Kisah Dramatis Nabi Ibrahim dan Ismail

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Peristiwa Idul Adha atau Lebaran Haji diawali kisah Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Ismail. Kisah dramatis ini menggambarkan bahwa Ismail adalah contoh atau model anak yang saleh yang layak diteladani.

Kisah ini melukiskan suatu pengorbanan yang dilatarbelaksngi oleh kukuhnya iman Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail kepada Allah. Jika kisah ini terjadi di zaman sekarang ini rasanya sulit orang yang mampu melakukan seperti kisah kedua Nabi ini.

Nabi Ibrahim memiliki anak Nabi Ismail dari isterinya Siti Hajar. Dalam usianya yang hampir 100 tahun, Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar dikaruniai anak yang shaleh. Allah mengabulkan  doanya dan ia dianugerahi anak yang sangat didambakannya itu.

Namun, Nabi Ibrahim diuji keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Anak yang sangat dicintainya itu diperintahkan oleh Allah untik disembelih, perintah itu datang melalui mimpi. Dan Nabi yang bergelar Khalilullah ini menyampaikan pesan tersebut pada Ismail

“Hai anakku, sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu.” (Ash-Shaffat ayat 102).

Ismail anak yang sabar dan tulus serta   memiliki Iman yang kuat kepada Allah. Ketika mendengar mimpi ayahnya Ibrahim ia menjawab

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar”( Ash-Shaffat 102).

Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail salahsatunya  merefleksikan keberhasilan seorang bapak mendididik anaknya menjadi anak yang shaleh. Dan, anak yang shaleh itu salah satu cirinya kemampuan untuk menanamkan Iman yang kuat pada sanubari atau hati anak.

Dengan demikian dalam kisah penyembelihan kurban ini ibrah atau hikmah  yang paling penting dipetik adalah bagaimana menjadikan anak yang saleh, yang fundamental utamanya yaitu agar anak memiliki Iman yang kuat.

Kisah Iman yang kuat ini juga termaktub ketika Luqman– yang juga dikisahkan dalam Al-Qur’an– ketika menasehati anaknya.

“Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutikan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Q.S. Luqman:13).

Keuntungan Memiliki Anak Shaleh

Anak yang saleh jelas menjadi cita-cita setiap orang tua. Bahkan, setiap orang  tua yang berdo’a setelah shalat pasti meminta agar anaknya menjadi anak yang shaleh. Karena itu anak yang shaleh pasti akan berperilaku yang baik, terpuji dan menyenangkan setiap orang.

Kedua, anak yang shaleh pasti menghormati orang tuanya, berbakti, patuh dan tidak pernah berkata-kata kasar yang menyakiti kedua orang tuanya.

Ketiga, anak yang shaleh disenangi masyarakat, disukai teman-temannya, menjadi teladan bagi setiap orang tua dalam mendidik anaknya.

Keempat, diyakini bahwa anak yang saleh adalah calon penghuni surga, penolong bagi orang tuanya, sebagai amal bagi orang tuanya dan tidak putus-putus pahalanya mengalir pada orang tuanya yang sudah wafat.

Kelima, anak yang shaleh dicintai oleh Allah, mendapat ridanya, karena dalam Islam dua hal yang sangat penting dan selalu difirmankan dalam Al-Qur’an, yakni  Iman dan Amal Shaleh selalu dipertalikan dua perkataan ini. Bahkan, di ujung terakhir surat al-Kahfi dijelaskan bahwa orang yang ingin bertemu dengan Allah nanti, syaratnya tidak menserikatkan Allah dan hendaknya melakukan amal shaleh.

Dalam kontek amal shaleh yang kita bicarakan ini bahwa untuk anak-anak pengertian anak shaleh adalah mereka yang memiliki ketaatan kepada Allah, terlihat rajin beribadah, patuh dan taat pada orang tua, berperilaku atau memiliki akhlak yang mulia.

Sedangkan amal shaleh untuk orang dewasa adalah orang yang mengerjakan kebajikan, suka beramal dengan harta yang dimiliki, baik untuk kepentingan agama maupun untuk menolong orang yang miskin, orang yang tidak mampu, mereka yang hidup menderita dan lainnya.

Bagaimana kiat atau tips untuk menjadikan anak kita menjadi anak saleh. Ada beberapa petunjuk praktis yang bisa dilakukan, antara lain.

Pertama, sejak usia dini anak sudah dibiasakan mengerjakan shalat. Mulai dibiasakan bangun subuh. Ini pendidikan yang baik untuk menanamkan disiplin,menghargai waktu, dan kecintaan serta kesadaran untuk shalat.

Kedua, menjaga lingkungan pergaulan anak. Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya pada anak. Jika lingkungan baik biasanya anak akan tumbuh dengan baik, sebaiknya jika  lingkungannya buruk dan teman-temannya brandal dan nakal, maka anak akan mudah terpengaruh.

Ketiga, orang tua harus menjadi teladan dan contoh bagi anaknya, baik dalam hal berperilaku maupun dalam ketaatan beribadah. Misalnya, jika anak disuruh shalat dan mengaji, maka orang tua juga harus mengerjakan kedua perbuatan tersebut, supaya anak jangan merasa, kok kita disuruh shalat sementara orang tua sendiri tidak shalat.

Keempat, ada baiknya kedua orang tua mengajak anaknya rajin ke mesjid untuk shalat berjamaah, dan membiasakan diri mencintai Rumah Tuhan.

Terakhir, anak juga dibiasakan menutup aurat, berpakaian yang baik dan sopan, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Terutama yang perempuan sangat penting ditekankan menutup aurat, karena wanita lebih banyak auratnya dan mengundang syahwat. Anak yang biasa dididik menutup aurat bakal menjadi anak yang mempunyai moral atau akhlak yang terpuji, dan terhindar dari pergaulan bebas.

Kemudian yang paling penting diperhatikan sekarang adalah mengawasi penggunaan handphone (hp) pada anak. Harus diawasi penggunaannya jangan terlalu bebas tanpa batasan waktu. Lalu konten apa yang ditonton oleh anak, jangan sampai mereka menonton video orang dewasa, tayangan yang tidak senonoh, atau menghabiskan waktu sehari suntuk hanya dengan main game.

Pengaruh hp pada anak juga berpengaruh pada perilakunya. Mereka tidak peduli pada orang tua karena asyik main hp, bahkan ada yang berani melawan dan menghardik orang tuanya karena dianggap mengganggu kesenangannnya main hp.

Konteks dan situasi Idul Adha ini dengan peristiwa dramatis penyembelihan Nabi Ismail oleh ayahnya Nabi Ibrahim, dan diganti dengan hewan sembelihan, hendaknya kita maknai sebagai peristiwa pendidikan. Upaya melahirkan anak shaleh yang menjadi idaman setiap orang tua. 

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading