Ads
Ibadah Haji

Empat Hikmah Berhaji

Avatar photo
Ditulis oleh A.Suryana Sudrajat

Allah berfirman: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha kaya dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran: 97)

Rasulullah Saw. bersabda, “Sertakanlah ibadah haji dan umrah, karena keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan semua dosa, sebagaimana embusan api tukang besi yang dapat menyirnakan kotoran besi, emas dan perak. Dan bukannya ibadah haji mabrur itu tanpa pahala, melainkan diberi pahala surga.” (H.R. Tirmidzi, Ibn Huzaimah, dan Ibn Hibban).


Kita ketahui, ibadah haji yang difardukan oleh Allah Swt. pada tahun ke-6 Hijriah, merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Setiap muslim tentu menginginkan untuk melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak semua bisa menunaikannya. Oleh karena itu, rukun Islam yang ke-5 ini hanya dibebankan kepada mereka yang mampu, yaitu satu kali selama hidup. Maka, sungguh beruntung mereka yang dapat melaksanakan ibadah haji, karena telah memenuhi panggilan Allah Swt.


Allah berfirman: “Beritahukanlah kepada umat manusia supaya mengerjakan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta dari segala penjuru negeri yang jauh-jauh. Supaya mereka menyaksikan kemanfaatan-kemanfaatan dan menyebut-nyebut nama Allah di dalam beberapa hari yang ditentukan (sebagai ucapan terima kasih) atas rezeki yang telah dilimpahkan kepada mereka berupa binatang-binatang ternak, maka makanlah dagingnya dan berikan makan pulalah orang-orang yang sengsara dan fakir miskin. Dan hendaklah mereka membersihkan diri dari segala nazar mereka, dan hendaklah mereka melakukan tawaf di sekeliling Baitul Atiq.” (Q.S. Al-Hajj: 27-29).


Selain menegaskan wajibnya hukum haji, ayat di atas juga menyatakan manfaat-manfaat yang akan diperoleh orang yang melaksanakan kewajiban tersebut. Di dunia maupun di akhirat kelak. Orang-orang yang memperoleh berbagai kemanfaatan dari haji itulah yang disebut “haji mabrur”. Maka, alangkah rugi seorang muslim yang seharusnya mampu menunaikan ibadah haji tetapi tidak melakukannya. Sebab dia tidak akan beroleh kemanfaatan dan kenikmatan dari ibadah ini. Namun demikian, manfaat-manfaat ibadah haji itu tidak hanya dirasakan oleh  individu-individu, tetapi juga berdampak secara sosial.


Dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya, ibadah haji memerlukan kesiapan fisik, mental, kesediaan bekal termasuk untuk keluarga yang ditinggalkan, dan waktu yang relatif panjang. Oleh karena itu, ibadah ini hanya bisa dilakukan oleh seseorang  yang memiliki keberanian untuk menghadapi kesulitan, dan kerelaan untuk mengorbankan harta, dalam rangka mencapai satu tujuan yaitu rida Allah. Baginya, di dunia ini tidak ada yang lebih penting selain kecintaan kepada Allah, dan untuk itu dia rela mengorbankan apa yang dicintainya selama ini, seperti keluarga, harta benda, dan kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi lainnya. Itu manfaat yang pertama.

Yang kedua, ibadah haji itu membawa kecenderungan kepada kebajikan dan kesalehan. Sebelum berangkat, calon haji berupaya membersihkan diri dengan meminta maaf kepada orang-orang di mana dia pernah berbuat salah, meninggalkan sikap dan perbuatan-perbuatan yang tercela, serta memperbanyak amal ibadah. Dia seakan berlomba dengan waktu, karena khawatir tidak ada lagi hari esok baginya.


Ketiga, selama menjalankan rangkaian ibadah, mulai dari ihram, tawaf, sa’i, wukuf, melempar jumrah, dan sebagainya, seorang muslim melatih dirinya untuk menyucikan diri dari berbagai hawa nafsu, yang selama ini telah menguasai dirinya.


Terakhir, dengan memakai kain ihram yang sederhana, layaknya seorang pertapa, yang berlaku untuk seluruh jamaah, tanpa memandang pangkat dan jabatan atau kedudukan sosial, seorang Muslim dilatih untuk memiliki sikap kerendah-hatian dan kesederhanaan. Dia harus membuang sifat sombongnya yang diakibatkan oleh kedudukan dan harta yang dimilikinya. Dia juga memiliki kesempatan untuk merenungkan pula hidupnya selama ini yang mungkin cenderung bermewah-mewah. Dengan merenungkan itu semua, maka dia akan memiliki empati, perhatian, welas asih, kepada mereka yang hidupnya papa dan sengsara. Apa arti pangkat, jabatan, dan harta baginya, selain dikhidmatkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak?

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading