Ads
Muzakarah

Mengatakan Sesuatu yang Tidak Diamalkan

black microphone
Ditulis oleh Panji Masyarakat

Pertanyaan: Menurut Qur’an surah Ash-Shad ayat 2-3, kita berdosa jika mengatakan sesuatu yang diri kita sendiri tidak mengamalkannya. Sedangkan menurut hadis yang diriwayatkan  Abu Daud, kita berdosa pula jika ditanyai tentang sesuatu, namun kita enggan menjawabnya. Padahal kita mengetahuinya. Bagaimana pendapat Majelis mengenai kedua hal itu? (Nurwan Ismail, Kebon Jeruk, Jakarta barat).

Jawaban Majelis Muzakarah Al-Azhar:

Ayat yang Sdr. Nurwan maksudkan adalah: Ya ayyuhal ladziina aamanu lima taquuluna maa laa taf’aluun. Kabura maqtaan ;indallahi an taquulu maa laa taf’aluun.  Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Besar dosanya di sisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang kalian tidak kerjakan.”  (Ash-Shaf: 2-3).

Para ulama salaf (klasik) menafsirkan bahwa maksud kedua ayat tersebut ialah, wajib menunaikan janji secara mutlak. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa ayat itu diturunkan di saat para sahabat Nabi menanti-nanti kewajiban jihad atau qital (perang). Tetapi ketika turun ayat wajib qital, banyak di antara mereka yang mengurungkan niat karena gentar. Untuk mengetahui bagaimana keadaan mereka bacalah surah An-Nisa ayat 77-78, yang artinya:

“Tidakkah kamu lihat orang-orang yang dikatakan kepada mereka: ‘Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah salat, tunaikan zakat.’ Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba dari sebagian  mereka (kaum munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah bahkan lebih takut dari itu. Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan sampai beberapa waktu lagi.’ Katakan (wahai Muhammad), ‘Kesenangan di dunia itu hanya sebentar dan akhirat lebih baik untuk orang-orang yang takwa dan kalian tidak akan dianiaya sedikitpun’.”

Adapun matan hadis yang Saudara maksudkan adalah: “Telah bersabda Rasulullah SAW, ‘Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu dan ia menyembunyikannya, dia akan dikekang pada hari Kiamat dengan kekang api neraka’.” (H.R. AbuDauf dan Tirmidzi, dari Abu Hurairah)

Kedua nash tersebut (teks Al-Qur’an dan Hadis), menurut hemat Majelis, tidak bertentangan. Seorang juru dakwah yang ditanya tentang suatu hukum agama ia wajib menerangkannya dengan sebenar-benarnya, walaupun dia belum melaksanakannya. Misalnya ditanya orang tentang hukum ibadah haji, tetap harus dijelaskan kepada si penanya bahwa hukum haji adalah wajib bagi yang mampu, meskipun ia sendiri belum melaksanakannya.

Ada beberapa sebab orang tidak melaksanakan suatu ketentuan atau perintah.

Pertama, karena tidak atau belum mampu melaksanakannya. Allah tidak akan menyiksa orang yang serupa ini. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 286: “La yukallfullahu nafsa illa wus’ahaa (Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya).”

Dalam sebuah hadis dinyatakan, “Ajaklah olehmu ke jalan yang baik, sekalipun kamu belum melaksanakannya, dan laranglah olehmu perbuatan mungkar sekalipun kamu belum mampu meninggalkannya.” (H.R. Thabrani, dari Anas r.a.).

Kedua, karena tidak mau melaksanakannya. Inilah yang dimaksud dengan ayat di atas. Allah mengancam orang-orang yang serupa ini dengan siksa-Nya.

Sumber: Majalah Panji Masyarakat No. 554, 18-27 Shafar 1408 H/11-20Oktober 1987      

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading