Pertanyaan:
Bolehkah bacaan Al-Qur’an di-koor-kan, sebagaimana pernah ditayangkan TVRI? (Utsman Hasibuan, Merbau. Selatpanjang, Riau).
Jawaban Majelis Muzakarah Al-Azhar:
Bahwa membaca Al-Quran adalah suatu ibadat jelas, asalkan membacanya itu dengan tartil. Bacalah petikkan ayat 4 surat Al-Muzammil: ”Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil. Tartil maksudnya ialah tidak tergesa-gesa…. dengan tenang dan khusyuk.
Di dalam suatu hadis Nabi Saw. dari Abu Hurairah r.a. menurut riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: “Betapalah Allah mengizinkan untuk sesuatu. Betapalah Allah mengizinkan Nabi bersuara indah melagukan Al-Qur’an dengan mengeraskannya.”
Catatan: “Mengizinkan maksudnya “rida”. “Mengeraskan” maksudnya: “membaguskan bacaan”, demikian menurut Imam Syafi’i
Dalam hadis yang lain disebutkan: “Hiaslah Al-Qur’an itu dengan suaramu.”
Mengeraskan suara, jika melanggar dari ketentuan peraturan di atas, seperti orang yang sedang kesakitan, atau seolah-olah hendak diam, waktu berhenti, kemudian dilompatkan dengan harakat, seperti suara orang sedang berlari, ataupun dipanjangkan di tempat yang tidak panjang, dipendekkan di tempat yang tidak mestinya, maupun di-iba-ibakan membacanya, maka yang seperti itu, ulama bersepakat haram hukumnya.
Jika dalam “ber-koor”’ seperti orang’ lari estafet, yang pada persambungan (dalam hal ini ayat-ayat ataupun kalimat-kalimat Al-Qur’an) menimbulkan perubahan. tajwid, jelaslah terlarang pula.
Apabila hal-hal yang menimbulkan keadaan di atas dapat dijaga (dihindarkan) kiranya tidaklah ada halangannya.
Demikian Majelis sarikan dari pendapat Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ibnul Mubarak.
Majelis ingin mengingatkan kita bersama akan maksud ayat 204 surat Al- A’raf, yakni (artinya): “Apabila kalian dengar Al-Qur’an dibaca, maka dengarkanlah dengan baik dan diamlah, mudah-mudahan kalian diberi rahmat.”
Sumber: Panji Masyarakat, 11 Mei 1987
