Ads
Muzakarah

Mushalla di Kompleks Pelacuran

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Pertanyaan:

Sdr. I. Made B. melihat sebuah masjid kecil (mungkin yang dilihatnya itu sebuah mushalla) di kompleks pelacuran. Ia, karena tugasnya, harus mendatangi tempat (tempat-tempat) semacam itu. Maka timbul pertanyaan padanya: 1. Bagaimana menurut ajaran Islam, mengenai letak tempat suci (masjid/musholla) dalam kompleks seperti itu. 2. Bagaimana hukumnya bagi mereka yang melakukan shalat di tempat itu.

Jawaban Tim Muzakarah Al-Azhar:

Pada Panjimas No. 522 tahun 1986, dengan mengutip hadis Nabi SAW yang akan Majelis petikkan kembali di bawah ini, Majelis terangkan pula di tempat-tempat mana yang dilarang mengerjakan shalat. Tempat-tempat itu, ada tiga belas macam tempat itu, tiada ditemui, bahwa di kompleks pelacuran di larang mengerjakan salat.

Bunyi hadis itu adalah sebagai berikut: “Dari Jabir r.a., Rasulullah SAW bersabda: Dijadikan bumi (tanah) itu sebagai alat untuk bersuci dan tempat sujud. Oleh karena itu salatlah kamu, di mana saja didapati waktu shalat.” Di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Tentulah tidak semua tempat di muka bumi ini bersih, ataupun kotor. Adapun pengertian “kotor” ialah tempat-tempat yang memang tidak bersih, seperti umpamanya tempat-tempat sampah.
Dari sudut pandang fikih, tiadalah Majelis lihat, bahwa tiada boleh mengerjakan shalat di kompleks pelacuran, bukanlah tempat kotor dilihat dari sudut kebersihan, walaupun tentu ada di antara kompleks itu yang memang jorok dan kumuh, sebagaimana mushalla, ada juga terletak di daerah kumuh, terutama di kota-kota besar kita dewasa ini.

Bila pengertian “kotor” itu diperluas, sehingga mencakup “kotor” dalam pandangan masyarakat, karena tempat itu digunakan melakukan perbuatan asusila dan bertentangan dengan hukum-hukum agama, maka tidak hanya mushalla di tempat (kompleks) pelacuran saja harus ditutup, melainkan juga mushalla yang ada di penjara (rumah pemasyarakatan), yang terang tempat itu adalah tempat tinggal pelaku kejahatan yang sedang menjalani hukumannya. Atau mungkin juga mushalla yang ada di hotel-hotel, pasar, terminal, dan sebagainya. padahal kehadiran mesjid atau mushalla di tempat-tempat itu, sangat membantu bagi mereka yang menunaikan “ibadah shalat, sebagaimana yang dimaksud oleh hadis yang Majelis petikkan di atas. (kecuali tentunya di tempat-tempat yang memang dilarang syariat). Bacalah juga Panjimas No. 522 yang Majelis sebutkan di atas.

Namun demikian, janganlah disalahartikan, bahwa kita membuka pintu untuk membolehkan orang-orang pergi ke kompleks tersebut.

Ahli ushul berkata berkata: “Li kulli maqam, maqaal wa li kulli maqaal, maqam” yang maksudnya ialah: “Setiap pembicaraan/pembahasan ada dalilnya sendiri-sendiri”.

Sumber: Panji Masyarakat, 1-10 Februari 1988

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda