Ads
Adab Rasul

Doa dan Memahami Kehendak Allah

Avatar photo
Ditulis oleh A.Suryana Sudrajat

Kaum Yahudi dari Bani Nadhir yang terusir di Kota Madinah rupanya menyimpan dendam kepada kaum Muslim. Mereka lalu menghasut musyrikin Quraisy Makkah agar mau bersekutu untuk menyerang Madinah. Jumlah tentara Sekutu (Al-Ahzab) mencapai 10.000 orang atau tiga kali lipat dari pasukan Muslim yang hanya 3.000 personil.

Nabi pun mengajak musyawarah para sahabat, bagaimana strategi menghadapi kekuatan Sekutu yang besar itu. Pada kesempatan itu, Salman Al-Farisi   mengajukan usul agar perang dilakukan dengan cara bertahan di dalam kota Madinah dengan sekeliling kota dipagari dengan parit-parit yang lebar dan dalam. Diterima. Rasulullah Saw. segera memimpin penggalian. Tidak lebih dari satu minggu, terbentuklah parit dari arah barat ke timur di Kawasan kota Madinah sehingga kota Madinah seolah telah dibentengi. Inilah yang kemudian kita kenal sebagai Perang Khandaq (khandaq artinya parit) yang terjadi pada tahun ke-6 Hijrah.

Menurut riwayat, dalam salah satu penggalian muncul iseonggok batu karang, yang bukan cuma besar tapi juga sangat keras tidak mempan dilinggis. Orang-orang lalu menghadapkan Salman kepada Nabi untuk melapor. Maklum, karena mantan budak Persia inilah  yang,  selain punya ide, menginsinyuri penggalian parit itu. Nabi mengambil linggis atau cangkul atau yang sejenis dari tangan Salman. Dipukul satu kali, batu karang itu pecah. Ajaib, dari situ satu kilatan cahaya yang digambarkan , “bagai lampu di perut malam yang pekat”.

Nabi bertakbir. Orang-orang bertakbir. Beliau berkata, “Bersinar kepadaku istana-istana Hirah – seperti taring-taring anjing.” Pada pukulan kedua, kata beliau, “Bersinar istna-istana merah di tanah Rum.” Dan pada pukulan ketiga, “Bersinar istana-istana Shan’a (ibu kota Republik Yaman sekarang; pen).” Lalu, kata beliau, “Jibril memberi tahu bahwa umatku akan memenangkan kesemuanya. Jadi bergembiralah.”

Menurut riwayat pula, orang-orang munafik yang mendengar kata-kata Nabi itu pada komen. Dalam bahasa kita kira-kira begini: “Heran juga tuh Nabi. Dia menjanjikan hal yang tidak bakal terjadi. Ngasih tahu ke umat, dia sudah melihat istana-istana Hirah dan gedung-gedung Kisra (khosru, raja Persia) dari Yatsrib (nama asli Madinah) ini. Lalu katanya kita akan memenangkan semuanya. Padahal kalian tahu, kita menggali parit karena takut diserang. Dan kita pun gak bisa keluar.”

Lalu turunlah ayat yang sering dibacakan oleh orang-orang sekarang saat berdoayang ada hubungannya dengan kekuasaan politik: 

Ucapkan; “Allahumma, Pemilik Kerajaan, Kau berikan kerajaan kepada yang Kau hendaki, Kau cabut kerajaan dari yang Kau kehendaki. Kau muliakan yang Kau hendaki, Kau hinakan yang Kau hendaki. Di Tangan-Mu-lah kebaikan. Engkau, atas tiap-tiap apa saja, mahakuasa. Engkau masukkan malam ke dalam siang, Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Engkau beri rizki mereka yang Kau hendaki tanpa hitungan.” (Q. 3: 26-27).

Kerajaan-kerajaan Persia dan Romawi kelak memang dikuasai kaum Muslim, beberapa tahun setelah Nabi wafat. 

Menurut Al-Hasan, sebagaimana dukutip Imam Al-Fakhrur Razi dalam kitabnya,  At-Tafsirul Kabir, Allah yang memerintahkan Nabi, dan kalau memohon kepada-Nya, akan diberi kerajaan-kerajaan Persia dan Romawi, sementara kehinaan orang Arab akan dipindahkan kepada mereka. Perintah itu merupakan satu petunjuk bahwa Dia akan mengabulkan permohonan-permohonan itu. Kata dia pula, kalau para nabi   diperintahkan berdoa, doa mereka dijamin diterima. 

Lalu bagaimana dengan doa kita, yang misalnya menggendaki kekuasaan atau kekuasaan itu diberikan kepada orang-orang yang kita harapkan?

Dalam ayat yang kita kutip di atas ada kalimat: “Di Tangan-Mulah kebaikan”. Nah inilah tampaknya yang kurang kita sadari, apalagi bagi yang berpendapat bahwa kekuasaan yang bakal dipangku seseorang itu sudah dituliskan oleh Allah di Lauhul Mahfudz. Dan sesuka-suka Allah kepada siapa kerajaan Dia berikan atau Dia cabut. Menurut mufasir kontemporer Abdullah Yusuf Ali (The Holly Qur’anTranslation and Commentary), kalimat itu penting karenasebenarnya kalimat ini yang menguasai seantero ayat. Lalu  apakah ukuran baik? Kata dia adalah kehendak Allah. Karena itu jika seorang Muslim menyerahkan diri kepada kehendak Allah, maka ia akan melihat kebaikan yang paling tinggi. Selanjutnya adalah bagaimana harus berjuang untuk mempelajari dan memahami kehendak Allah itu. Kehendak Tuhan adalah nama lain dari rencana besar Allah. Dan Kita tidak mungkin melihat keseluruhan rencana atau kehendak itu, jika kita tak punya iman. Siapa pun kita. 

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading