Ads
Aktualita

Fenomena Lesu Mengikuti Isu Capres?

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Pilpres yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 tersisa waktu satu tahun lagi. Namun, melihat tanggapan publik terkesan lesu tanpa minat untuk mendiskusikan secara serius. Kalaupun ada pembicaraan hanya dilakukan para elite pemerintahan, terutama yang mengemuka dipromosikan oleh Presiden Jokowi dengan menyebut dan memperkenalkan beberapa figur bakal calon presiden.


Terbaru Presiden Jokowi ketika hadir dalam panen raya di Kebumen menghadirkan capres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Momen ini dilihat sebagai upaya Presiden Jokowi untuk memasangkan atau memaketkan Prabowo dan Ganjar sebagai capres dan cawapres.


Kalau dilihat dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi sangat aktif mendorong dan menyebutkan figur-figur calon presiden. Ini seharusnya menjadi penyemangat di lapis masyarakat untuk memperbincangkan figur yang tepat dan layak menjadi presiden dengan pembicaraan yang lebih berbobot. Tapi, hal ini tampaknya kurang terlihat atau kurang adanya minat masyarakat untuk membicarakannya secara lebih matang dan mendalam.


Ada dua hal yang menarik soal isu capres sekarang ini. Pertama, pembicaraan yang diprakarsai oleh tingkat atas atau elite, dan kedua pembicaraan yang digagas di tingkat bawah atau masyarakat.


Pembicaraan di tingkat atas seperti yang di-endorse oleh Presiden Jokowi dengan menyebut beberapa nama yang pantas jadi calon presiden, seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Yusril Ihza Mahendra dan beberapa lainnya. Apa yang dilakukan Presiden tampaknya kurang berhasil memantik pembicaraan di tingkat masyarakat. Sebabnya, pertama, figur-figur yang disebut Presiden belum dideklarasikan oleh partai atau koalisi di antara mereka. Kecuali Prabowo yang sudah dideklarasikan oleh Partai Gerindra, yang telah berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Prabowo, meskipun sudah tidak sabar ditunggu Muhaimin Iskandar yang ingin menjadi pasangannya, masih bersikap wait and see tentang figur yang bakal mendampinginya. Selain Ganjar, belakangan muncul pula nama Airlangga Hartarto, ketua umum Partai Golkar.


Kedua, isu bakal calon presiden yang dilempar Jokowi kurang antusias direspons masyarakat karena masih adanya isu perpanjangan jabatan presiden, isu penundaan pemilu dan isu boleh menjabat tiga periode. Isu-isu ini menjadi kekurangpercayaan publik untuk merespons figur-figur capres yang didorong maju oleh Presiden.


Kedua, isu pilpres yang dibincang di tingkat bawah atau masyarakat bisa dilihat pada manuver Partai Nasdem dengan mencalonkan Anies Baswedan dan didukung oleh Partai Demokrat dan PKS yang membentuk Koalisi Perubahan.


Isu capres Koalisi Perubahan ini lebih kongkret dan nyata. Telah dideklarasikan secara resmi, dan juga telah diperkenalkan ke masyarakat dengan mengunjungi cukup banyak daerah, antara lain Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Papua, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Bandung dan lainnya.


Dengan Anies Baswedan melakukan Safari Silaturahim sebagai capres, masyarakat antusias dan berbondong-bondong menghadirinya, bahkan meneriakkan Anies Presiden. Ini menunjukkan bahwa figur Anies Baswedan ditanggapi dengan serius dan sungguh sebagai calon presiden.

Jadi dalam menanggapi isu presiden atau pilpres 2024 ini ditanggapi rakyat secara terbelah. Bakal calon presiden yang mengemuka disebut presiden hanya dipahami sebagai wacana dan konsep, belum merupakan calon nyata dan kongkret. Sebab, belum dideklarasikan oleh koalisinya atau partainya. Statusnya masih mengambang, karena itu masyarakat melihat secara acuh tak acuh saja.


Kedua, calon Anies Baswedan ditanggapi serius karena ia telah dideklarasikan dan bahkan telah turun ke bawah menyapa masyarakat. Anies dianggap calon kongkret dan nyata, serta serius sebagai calon presiden. Dengan begitu tidak salah kalau sebagian masyarakat antusias dan bersemangat menyambut setiap kedatangannya. Hanya saja, Anis pun baru dideklarasikan seorang diri alias tanpa bakal cawapres. Hal ini tak urung pula menimbulkan spekulasi, apakah pada akhirnya ia benar-benar akan menjadi calon presiden. Sebab, jika tidak terjadi kesepakatan di antara anggota Koalisi Perubahan soal siapa yang bakal mendampingi Anies, maka koalisi pun akan bubar.


Agar masyarakat tidak lesu menyambut pilpres maka sebaiknya partai segera mengusung dan mendeklarasikan jagonya untuk tampil sebagai capres, baik secara sendiri bagi yang telah memenuhi ambang batas kursi di DPR atau dengan berkoalisi.


Selanjutnya, kampanye atau kompetisi di antara figur harus lebih banyak diadakan, baik dengan kampanye secara umum maupun di lingkungan terbatas seperti di kampus dengan debat yang lebih akademik.


Bila kita berpatokan pada kampanye resmi yang diadakan KPU sangat terbatas waktunya, hanya 75 hari. Ini jelas tidak memadai untuk memperkenalkan sosok calon presiden dan kemampuannya.


Yang penting saat ini jangan sampai masyarakat hilang seleranya mengikuti perkembangan isu capres karena ketidakjelasan calon yang bakal dipilih!

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading