Ads
Aktualita

Tidak Perlu Cemas, Pesantren Tetap Lahirkan Ulama

Pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang menjadi pilihan masyarakat kita sekarang ini. Walaupun ada lembaga pendidikan umum baik negeri maupun swasta, namun pesantren tidak kurang menjadi prioritas para orang tua untuk memberikan bekal pendidikan bagi anak-anaknya.

Lembaga pendidikan pesantren telah mengalami banyak perubahan saat ini. Baik dilihat dari segi sistem pendidikan, kurikulum, latarbelakang sosial anak didiknya maupun perkembangan fisik dan fasilitas bangunannya.

Dari segi latar belakang sosial, anak didik pesantren saat ini mengalami perubahan yang luar biasa. Kalau awalnya para santrinya kebanyakan berasal dari kalangan sosial ekonomi ke bawah, kini masyarakat dengan tingkat ekonomi yang lebih baik juga telah mempercayakan anaknya untuk mendapatkan pendidikan dari pesantren.

Pesantren saat ini juga memiliki fasilitas yang lengkap. Arealnya luas, gedungnya kokoh, dilengkapi fasilitas belajar, fasilitas olahraga, fasilitas ibadah dan asrama. Tenaga pendidiknya semua sarjana, dan kegiatan ekstra tidak kalah dengan sekolah umum.lain,  juga ada pramukanya.

Apa yang menjadi daya tarik masyarakat menyerahkan pendidikan anaknya ke pesantren?

Bagi Muchlis Patahna, SH,MKn, pesantren memiliki nilai lebih dibandingkan pendidikan lainnya. Bukan semata mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan mental dan karakter. ” Pesantren mendidik anak menjadi pribadi yang mandiri, memiliki karakter kuat, kemudian punya dasar agama  sebagai modal dunia dan akhirat,” ungkapnya.

Muchlis Patahna, yang alumnus Universitas Hasanuddin  Makassar dan Universitad Indonesia  ini punya kesan positif dengan pendidikan pesantren, dan empat orang anaknya adalah jebolan pesantren. Karena itu, Muchlis yang berpraktek sebagai notaris ini, termotivasi pula membangun pesantren. Di desa Tenjolaut,Cikalongwetan, Bandung Barat, di areal 10 hektar ia mendirikan pesantren dengan nama Pondok Pesantren Moderen Darul Mukhlisin. Pondok ini meniru sistem.pendidikan Gontor, Ponorogo. Kini memiliki 150 santri yang datang dari berbagai daerah. Pesantren Darul Mukhlusin memiliki fasilitas yang  memadai, mulai ruang belajar, perpustakaan, masjid, fasilitas olah raga, asrama,  gueest house, infra struktur jalan dan lainnya. Pesantren ini diresmikan 5 Juli 2015 oleh Wapres Jusuf Kalla.

Tetapi, sistem pendidikan pesantren sekarang telah banyak berubah. Kalau dahulu dikenal pesantren salafi belajar kitab, dimana santri berhadapan langsung dengan kiyai atau ustadz, saat ini banyak yang sudah menerapkan sistem kelas, belajar memakai bangku, meja, dan tentu juga belajar komputer. Bahkan, ada banyak pesantren mendirikan lembaga pendidikan SMA, SMP , syanawiyah dan aliyah,bahkan perguruan tinggi.  Pesantren juga mengeluaran ijazah sebagai tanda tamat dan kelulusan.

Ada yang menilai orientasi lulusan pesantren saat ini, ketika telah melaksanakan sistem pendidikan formal,  bukan lagi berorientasi  untuk menjadi ulama, namun untuk mencari pekerjaan, ingin menjadi pegawai negeri. Tujuan awal untuk menjadi ulama dan mubaligh menjadi pudar dan redup. Karena itu, dikhawatirkan model pendidikan pesantren sama dengan lembaga pendidikan umum, yakni menjadi komoditi dalam pasar kerja.

H. Muchlis Patahna,SH,MKn, pendiri Pondok Pesantren Moderen Darul Mukhlisin, memberikan tausiah di hadapan para santri.

Namun, Muchlis Patahna, tidak mencemaskan situasi di atas. Baginya, pesantren yang menerapkan model pendidikan formal tidak akan melenceng dari tujuan semula. Bahkan, ia menilai tujuan itu sekarang lebih bervariasi. ” Sekarang ini pesantren menyiapkan lulusannya agar mendapat bekal ilmu kehidupan, bekal ilmu kemasyarakatan, bekal ilmu untuk siap bekerja, dan sekaligus menjadi ulama,” tandas Penasehat Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akte Tanah ini.

Dengan adanya sistem dan model pendidikan pesantren sekarang ini, menurut Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi  Selatan ini, tidak benar kalau ada anggapan pesantren gagal melahirkan ulama. “Semua ulama sekarang tetap lahir dari lembaga pendidikan pesantren,” jelas Anggota Majelis Etik KAHMI ini.

Tetapi, trend yang cukup menarik, bahwa lulusan pesantren semakin jauh dari cita-cita menjadi ulama, adalah banyak lulusannya masuk ke perguruan tinggi umum. Gejala ini nampak ketika IAIN berubah jadi UIN. Ketika IAIN masih hadir, lulusan pesantren ditampung di IAIN, tetapi ketika IAIN berubah jadi UIN dan  membuka fakultas umum, nampaknya banyak.lulusan pesantren lebih tertarik ke jurusan atau fakultas umum, ketimbang jurusan ke Islaman.

Tetapi, menurut Muchlis Patahna, lulusan pesantren tidak perlu diarahkan masuk perguruan tinggi Islam dan mengambil fakultas ilmu keuslaman ” Menurut saya berikan mereka kebebasan menentukan pilihannya, dan kita berharap nantinya mereka bisa mewarnai kehidupan bangsa ini,” pintanya.

Bagi Muchlis, ulama itu dibutuhkan masyarakat, dan pesantren dipastikan akan tetap melahirkan ulama. ” Ulama akan lahir  silih berganti,  sistemnya sudah ada. Jadi, tidak perlu dicemaskan”, pungkasnya menutup perbincangan dengan penulis

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading