Ads
Tasawuf

Dakwah ulama-ulama tasawuf sampai ke Jawa

Sejarah mencatat, ulama-ulama tasawuf yang pada umumnya nampak rapuh dan lembut itu, berhasil menyemaikan Islam ke berbagai pelosok dunia yang tidak didatangi Angkatan Bersenjata Islam. Mereka berdakwah tanpa pedang  ke Afrika, Iran, Afghanistan, India, China dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Apakah mereka takut berperang? Marilah kita simak beberapa catatan sejarah selanjutnya.Bagi orang Indonesia khususnya Jawa yang pernah membaca Kitab Musarar atau Jangka Jayabaya, pasti menjumpai nama seorang ulama yang hebat sehingga pada abad ke-12 itu disebut sebagai Raja Pandhita, yang berasal dari Negeri Rum. Ulama tersebut bernama Maulana Ngali Syamsujen. Mungkin nama sebenarnya Ali Syamsul Zain atau Syamsuddin. Syekh Syamsujen tiba di kerajaan Kedhiri dan disambut sebagai tamu yang sangat dihormati oleh Sang Prabu Jayabaya. Raja Jayabaya yang sakti dan dikenal pandai membaca masa depan, segera menemukan kecocokan dengan sang tamu yang menguasai kitab Musarar yang berisi tentang ilmu falak dan nujum, bahkan selanjutnya mengangkatnya sebagai guru.

Syekh Syamsujen konon diutus oleh Raja Rumuntuk menjinakkan tanah Jawa yang banyak dihuni balatentara jin-setan dan raksasa atau dhenawa, yang pada periode-periode sebelumnya telah mengalahkan serta membunuh sekitar 20.000 kepala keluarga rombongan utusan Raja Rum, padahal di dalam rombongan itu terdapat pula pasukan bersenjata. Istilah dhenawa atau raksasa pada masa itu  dipakai untuk menyebut pengikut aliran Bhairawa, yaitu salah satu aliran dalam agama sinkretisme Syiwa-Budha. Salah satu utusan Raja Rum yang lain adalah yang dikenal sebagai Syekh Subakir, yang makamnya berada di berbagai tempat di pulau Jawa, dan dikenal sebagai Makam Dowo (makam yang panjang).
Setelah wafat, Syekh Syamsujen di makamkan di Makam Setanan Gedong, kota Kediri sekarang, dengan nama Syekh Syamsuddin al Wasil, sesuai dengan inskripsi yang ada di makam tadi.Yang disebut dengan istilah Rum bagi orang Jawa pada zaman dahulu adalah Persia, dan bukan Romawi sebagaimana yang lazim dikenal umum.

Dari inskripsi di makam Fatimah binti Maimun di desa Loran atau Leran (ler adalah bahasa Jawa halus dari kata lor), Gresik, Jawa Timur, yang bertarikh 475H atau 1082M, dapat diketahui bahwa agama Islam sudah masuk ke Jawa jauh sebelum periode Walisongo. Bahkan S.Q.Fatimi dalam Islam Comes to Malaysia (Atlas Walisongo, Agus Sunyoto, penerbit Pustaka IIMaN, Trans Pustaka dan LTN PBNU halaman 46) mencatat pada abad ke-10 Masehi, terjadi migrasi keluarga-keluarga Persia ke Nusantara. Yang terbesar dari keluarga-keluarga itu adalah:

Pertama, keluarga Lor, yang bermigrasi pada masa raja Nasiruddin bin Badr, yang memerintah wilayah Lor – Persia tahun 300H/912M. Mereka tiba di Jawa dan tinggal di daerah-daerah yang kemudian disebut desa Loran atau Leran. Di daerah Gresik juga terdapat nama desa Rumo, yang konon dahulu kala merupakan tempat tinggal orang-orang dari negeri Rum.

Tentang Penulis

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading