Ads
Aktualita

Dari Wafatnya Ulama hingga Munculnya Bencana

Syekh Ali Jaber seorang ulama dan pendakwah yang akrab dengan masyarakat meninggal dunia 14 Januari lalu. Berpulangnya figur alim yang giat mensosialisasikan Tahfiz Quran ini disambut duka yang dalam oleh masyarakat. Doa dan pernyataan kesedihan  yang mendalam menghiasi pernyataan masyarakat melalui medsos, media elektronika dan percakapan sehari -hari di antara warga.

Sehari setelah Syekh Ali Jaber wafat, pada 15 Januari 2021 dipanggil Allah pula seorang ulama kharismatik Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, yang juga adalah guru Imam Besar FPI Habib Rizieq. Sebelumnya, pada 13 Desember 2020 lalu telah berpulang pula KH Noer Muhammad SQ, seorang ulama dan pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Beliau juga adalah ulama kondang yang dekat dengan masyarakat.

Masyarakat Indonesia bukan saja berkabung dengan kepergian ulama, namun memasuki tahun 2021 ini berbagai bencana yang menelan korban jiwa terjadi di berbagai daerah. Ada pesawat jatuh yang menyebabkan sekitar 60 orang lebihtewas, gempa di Sulawesi Barat, banjir di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang dan  asap panas  Gunung Semeru yang berhembus di udara. Di samping bencana yang transparan dapat dilihat oleh mata kasar di atas, kita juga sedang hidup di tengah bencana melawan musuh yang tidak tampak di mata, itulah wabah virus Covid 19 yang hari-hari ini belum bisa diatasi secara tuntas.

Di samping bencana alam Indonesia juga ditimpa bencana non-alam, seperti pelanggaran hukum, kriminalitas, korupsi, narkoba, pelanggaran HAM dan lainnya.

Nampaknya begitu lengkap musibah yang kita hadapi saat ini, satu persoalan belum lagi selesai, bencana baru telah datang menyusul.

Kesedihan dan Kelangkaan Ulama

Persoalan ulama yang meninggal, ini jelas sebuah kesedihan. Kesedihan yang dirasakan adalah tidak mudah mencari ulama penggantinya. Terutama Ulama yang  spesifik pengganti yang meninggal. Kita masih ingat ulama seperti.KH Arifin Ilham, seorang mubaligh yang dalam dakwahnya memasyarakatkan zikir dan takbir. Berkat ketekunan, keuletan dan kesungguhannya gerakan zikirnya  meluas dalam masyarakat, banyak mesjid, pengajian dan dakwah mengumandangkan zikirnya dengan khusyu dan intens. Melalui zikir ini  keimanan dan ke-Tauhidan umat semakin dalam. Dan, dalam Islam  zikir adalah amalan yang sangat tinggi nilainya. Dalam surat al-Anbiya ayat 19-20 dijelaskan bahwa seluruh makhluk Tuhan yang bernama malaikat selalu bertasbih (salah satu bacaan zikir),  tidak henti-hentinya dari siang hingga malam. Kemudian dalam surat ar-Ra’du ayat 28 Allah berfirnan ” Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”.

Cendekiawan Muslim almarhum Dr. Nurcholush Madjid dalam tulisannya Hidup Penuh Harapan Kepada Allah (CV Haji Mas Agung, Jakarta,1989) mengatakan, zikir dapat menghilangkan pikiran negatif, mendorong rasa syukur, melahirkan  semangat optimisme dalam hidup;  dan menumbuhkan jiwa Tauhid dalam diri seorang muslim 

Persoalannya, siapakah yang meneruskan tradisi zikir ini sepeninggal KH Arifin Ilham. Apakah masih berjalan atau tidak, kita tidak pernah mendengar kabarnya. Padahal sebagai  sebuah amalan yang baik dan sudah membudaya, sangat disayangkan kalau zikir ini terhenti dan tidak ada yang melanjutkannya dan mengembangkannya.

Demikian juga dengan dakwah Syekh Ali Jaber yang kekhususannya mengajak orang mencintai Al -Quran–disamping konten dakwah lainnya– ,menjadi tahfiz,  penghafal Al-Quran, adalah sebuah spirit sendiri yang berhasil menginspirasi dan menyemangati masyarakat untuk menghafal Al-Quran. Kiprah dan usaha sungguh -sungguh dari Syekh Ali Jaber menggerakkan masyarakat mencintai Al-Quran telah menyebabkan masyarakat bangga kalau anaknya hafiz Quran.

Sebagaimana amalan zikir yang dimasyarakatkan Ustadz Arifin Ilham telah menjadi gerakan masyarakat yang kita harapkan ada yang melanjutkan, demikian juga gerakan tahfiz dan cinta Quran yang dilakukan Syekh Ali Jaber seharusnya tidak boleh terhenti atau lenyap, harus ada upaya untuk meneruskan dan melanjutkan amal makruf yang telah dirintisnya itu. Sebuah regenerasi untuk melanjutkan tugas beliau yang terhenti itu layak untuk dipikirkan sehingga ada kontinuitas atau kelanjutannya.

Kita memang tidak mudah melahirkan ulama dan mubaligh menyamai model Syekh Ali Jaber dan Ustadz Arifin Ilham. Keduanya  mengambil peran atau berkiprah di level masyarakat menengah ke bawah. Ia terjun langsung dan berinteraksi dengan umat dan menjadi penerang buat mereka. Ada ungkapan bahwa ulama adalah Zirruz Zamani (penerang zaman) diperankan dengan baik oleh ulama model ini. Mereka punya jiwa pengorbanan, dan pengabdian yang tinggi untuk umat.

Ulama model Syekh Ali Jaber dan Arifin Ilham yang berdakwah di level menengah ke bawah dan di tengah umat memang semakin langka dan berkurang. Memang di Indonesia terdapat ribuan pesantren dan perguruan tinggi Islam yang tiap tahun melahirkan banyak lulusan,  namun dengan pendidikan pesantren menerapkan  sistem moderen sekarang ini kebanyakan lulusannya berorientasi pada lapangan kerja atau profesional sehingga makin jarang untuk berkiprah di tengah masyarakat dengan orientasi ketulusan dan keikhlasan mengabdi untuk umat.

Demikian juga IAIN yang sekarang berubah jadi UIN, tampaknya  juga akan menggeser orientasi lulusan ke bidang profesional dan makin berkurang menghasilkan ulama yang berorientasi pengabdian ke masyarakat. Kita sekarang masih bersyukur punya figur figur seperti Ustadz Abdus Somad (UAS), Ustadz Dasaad, Ustadz Adi Hidayat dan beberapa lainnya, namun dengan jumlah umat yang besar dan membutuhkan, tentu dengan jumlah ulama yang  ada ini tidaklah memadai.

Dikaitkan dengan wabah dan bencana sekarang ini, suatu hal yang rasanya perlu dicatat bahwa ulama bukan saja berperan sebagai pencerah ajaran agama  buat umat, tetapi juga sebagai penenang batin di saat krisis. Kesulitan hidup, kesusahan yang bertubi-tubi, gempa yang menghancurkan harta, membawa korban jiwa manusia, semuanya itu perlu kekuatan batin untuk menghadapinya. Ulama dengan kedalaman ilmunya dan penghayatan  religiusnya yang intens akan mampu menenangkan masyarakat untuk tidak frustasi, tidak kecewa dan tidak putus asa menghadapi  cobaan hidup yang tidak menyenangkan ini.

Karena itu  kehadiran dan peran Ulama selalu dibutuhkan dalam setiap situasi, apalagi dalam masa krisis dan penuh goncangan. Walau, di masa normal perannya terkadang dicurigai dan diawasi. Namun, Ridho Allah akan selalu ada untuk Ulama, dan cinta Nabi diberikan untuknya. Allahu a’lam.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading