Ads
Cakrawala

Berilmu untuk Bijak dalam Hidup

photo of woman looking through camera
Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Bila kita perhatikan peristiwa pidana, perbuatan jahat atau melawan hukum, salah satunya dilakukan oleh orang-orang yang secara pendidikan adalah kalangan terpelajar. Artinya, pelaku kejahatan itu orang pintar-pintar  yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik (well educated). Pertanyaan menarik mengapa hal itu terjadi, bukankah orang yang memiliki ilmu dan pendidikan yang baik sejatinya bersikap bijaksana dan terdorong untuk berbuat kebajikan.

Pertanyaan lain apakah memiliki ilmu tidak
menjamin orang menjadi santun dan bijak. Dalam hal ini yang dimaksud ilmu adalah secara umum, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama.

Memiliki ilmu menjadikan orang pintar dan cerdas (smart) itu sudah pasti, namun apakah orang pintar akan selalu menjadi baik (good), tampaknya itu belum menjadi jaminan. Fakta terang benderang dapat kita lihat berapa banyak orang pintar, berilmu dan berpendidikan yang terjebak pada perbuatan korupsi, kriminal, pelanggaran hukum di era digital saat ini.

Memiliki ilmu pengetahuan yang sudah pasti  membekali manusia untuk menghadapi kehidupan di masyarakat. Orang berilmu jelas memiliki ketrampilan, skill dan keahlian. Bekal ini bisa menjadi alat baginya untuk memasuki lapangan pekerjaan dan perekonomian. Dengan ilmu dan keahliannya ia dibutuhkan untuk mengisi berbagai posisi dalam sektor lapangan pekerjaan. Hukum ekonomi supply and demand menjadikan kaum profesional, kalangan terdidik dan orang-orang yang memiliki ketrampilan untuk terekrut masuk dalam bursa lapangan kerja serta mengisi posisi-posisi yang memberikan jaminan gaji, salary atau penghasilan yang memuaskan.

Dengan demikian seorang dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki memiliki suatu potensi untuk menjadi manusia ambisius, memiliki hasrat yang sangat besar dan memiliki karakter egoistik. Dengan ilmu semata manusia tampaknya akan kesulitan membendung nafsu dan ego yang cenderung untuk dipuaskan dan dilampiaskan.

Apabila orang memiliki ilmu, keahlian atau kepakaran kemudian ia menduduki suatu jabatan yang menjadikannya memiliki kekuasaan, maka godaan untuk menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan itu juga akan semakin besar. Bahkan, tidak jarang jabatan yang dipegang seorang ahli di bidang hukum misalnya –yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan pada hukum–juga tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaannya– demi materi dan kekayaan. Ia akan kesulitan melawan dorongan-dorongan  ambisius dalam dirinya untuk memperoleh suatu materi, kekayaan ataupun yang terkait dengan kemegahan kehidupan lahiriah-duniawi ini dengan cara ilegal dan melawan hukum.

Dengan demikian orang yang berilmu memerlukan suatu kontrol diri agar ilmu dan pengetahuan tidak mengarahkannya pada sifat keserakahan. Kontrol diri itu bisa datang dari ajaran agama. Maka, seorang dengan kapasitas yang memiliki keahlian, profesional dan terdidik perlu membangun kombinasi yang harmonis dalam dirinya, yaitu memadukan iman dan ilmu dalam menjalani kehidupan.

Islam dan Ilmu

Ajaran Islam sagat memuliakan orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Ayat Al-Quran bertebaran yang menyatakan hal tersebut. Dalam surat al-Mujadalah ayat 11 Allah berfirman, ” Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

Hal yang sama juga diungkapkan dalam Al-Quran surat az-Zumar ayat 9,” Katakanlah hai Muhammad, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.

Dalam redaksi yang lebih tegas Al-Quran menyebutkan orang yang berilmu lebih dekat kepada Allah,” Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama (orang-orang yang berilmu)” (al-Faathir ayat 38).

Korelasi antara ilmu dan keyakinan pada Allah seperti disebut dalam Quran di atas adalah bahwa fungsi ilmu itu akan memperkuat Iman kepada Allah. Disamping itu ilmu  tidak akan bertentangan dengan iman. Seperti ditulis pemikir Islam Dr. Yusuf Qardhawi, dalam sejarahnya Islam tidak mengenal pertarungan antara ilmu dan iman. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Al-Quran surat al-Hajj ayat 54,”  Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya Al-Quran itulah yang haq dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya”.

Dengan demikian ilmu itu menghasilkan  buah yaitu iman kepada Allah, dan iman itu sendiri melahirkan kepatuhan, tunduk dan tawadhu kepada Allah.

Ilmu dan iman harus berjalan berbarengan dalam kehidupan manusia. Sebab, jika keduanya bersimpang jalan  maka proses kehidupan akan pincang, bahkan menghancurkan.

Jika kita kaitkan dengan orang-orang yang terpelajar, berpendidikan dan memiliki ilmu dan pengetahuan melakukan kejahatan, maka mereka hanya menjadikan ilmu semata sebagai profesi hidup, tanpa menghayati dan menjadikan agama sebagai pendampingnya. Ilmu sebagai bekal hidup tanpa diiringi agama hanya akan berjalan dikomandoi oleh nafsu, ambisi dan ego manusia yang melahirkan keserakahan, arogansi dan tentu cenderung pada kepentingan diri sendiri yang bisa mengarah pada  kejahatan. Dalam hal ini ada benarnya juga pernyataan ilmuan Albert Einstein, ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh.

Jika Iman menyertai ilmu dalam kehidupan manusia maka yang lahir adalah sikap santun, bijak, adil dan cenderung berbuat kebajikan dan rasa kasih sayang sesama manusia.

Dan, sekarang kita lihat ilmu dan pengetahuan semata sebagai profesi. Karena itukah kita acap melihat ada  orang-orang  yang berilmu berperilaku tidak terpuji, menyakitkan dan memprihatinkan?

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading