Ads
Cakrawala

Jihad dari Zaman ke Zaman

Istilah jihad memang berasal dari ajaran Islam. Menurut Syekh Abdul Aziz bin Baz, ulama Kerajaan Arab Saudi, jihad telah diperintahkan Allah sejak Nabi Musa a.s. Untuk masa Nabi Muhammad s.a.w., perintah jihad beberapa kali disebut Alquran.

Secara harfiah (etimologis) jihad berarti berjuang atau berusaha dengan sungguh-sungguh. Berdasarkan arti etimologis ini, perintah jihad telah diterima Nabi Muhammad sejak periode Mekah. Yaitu dengan turunnya ayat “Dan orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang- orang pada jalan-Ku.” (Q. 29: 69). Menurut para mufasir, ayat ini memerintahkan umat Islam untuk memerangi hawa nafsunya.

Setelah Nabi hijrah ke Madinah, istilah jihad berkembang dalam berbagai bentuk. Sebagian ulama berpendapat bahwa jihad yang sesungguhnya adalah jihad pada periode ini: memerangi kaum musyrik (orang yang menyekutukan Tuhan) atau orang kafir yang menyerang kaum muslimin. Hal ini berdasarkan ayat “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya,” (Q. 22: 39). Dalam pengertian inilah istilah jihad banyak dikembangkan oleh berbagai kelompok Islam sesuai dengan pemahaman mereka terhadap ajaran
Islam. Menurut Abul A’la Al-Maududi, jihad yang diperintahkan dalam Islam tidak hanya bersifat defensif (bertahan) tapi juga ofensif.

Imam Syafi’i, peletak dasar mazhab Syafi’i yang paling berpengaruh di Indonesia, mengartikan jihad sebagai usaha memerangi orang kafir untuk menegakkan Islam. Dalam kitab-kitab fikih, definisi jihad semacam ini dikaitkan dengan pertempuran peperangan, dan ekspedisi militer. Pengertian jihad seperti ini disebut sebagai pengertian khusus. Sementara secara umum jihad tidak hanya berkaitan dengan ekspedisi militer, tetapi pada usaha dan perjuangan yang sungguh-sungguh, baik dengan lisan, tangan, maupun dengan hati. Jihad dilakukan untuk mempertahankan kehormatan diri atau negara dari kesewenang-wenangan, kezaliman, menghilangkan fitnah, membantu orang-orang yang lemah, serta mewujudkan keadilan dan kebenaran.

Sasaran Jihad
Beberapa ulama fikih memberikan tiga sasaran jihad. Pertama, melawan musuh nyata. Kedua, melawan diri sendiri. Ketiga, melawan setan. Dengan pengertian ini terlihat jelas bahwa jihad merupakan usaha sungguh sungguh untuk menaklukkan kemungkaran, pengertian umum ini banyak diungkap Alquran.

Dalam kondisi masyarakat yang majemuk, ada aturan Allah yang melarang umat Islam untuk melakukan jihad (perang). Yaitu terhadap “orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum yang antara kamu itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedangkan hari mereka merasa keberatan untuk memerangi kaumnya,” (Q. 4: 90). Bahkan di kalangan pemikir kontemporer dan kaum reformis pada abad ke-19 dan ke-20, jihad dipahami dalam pengertian moral dan spiritual, bukan dalam pengertian militer.

Pengertian jihad Yang sangat beragam telah dipraktikkan oleh berbagai gerakan Islam yang menyebar di seluruh dunia, khususnya di negara-negara muslim yang mengalami proses sekularisasi. Jihad bisa melalui lisan (jihad lisani), pendidikan (jihad ta’limi), dengan tangan dan jiwa (jihad nafsi), politik (jihad siyasi), dan harta benda (jihad mali).

Dalam era modern ini, menurut Yusuf Qardhawi, jihad melalui jalur ilmu pengetahuan dan kebudayaan (jihad tsaqaafi) lebih efektif daripada jihad lainnya. Sebaliknya Said Hawwa menyebut jihad politik (siyasi) lebih utama daripada jihad yang lain. Kelihatannya berbeda bentuk dan cara tapi tentu satu tujuan. Semua disebut jihad.

Penulis: Dr. A. Bakir Ihsan, pernah bekerja di majalah Panji Masyarakat, kini dosen di FISIP UIN Jakarta. Sumber: Panji Masyarakat, 23 Februari 2008

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading