Ads
Cakrawala

Keharusan Umat Berfikir Kreatif dan Alternatif

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Apakah cita-cita, keinginan dan aspirasi umat Islam di Indonesia saat ini? Mungkin pertanyaan ini terasa aneh dan janggal. Bagaimana mungkin di negara yang mayoritas penduduknya muslim pertanyaan seperti ini  diungkapkan?

Suatu hal yang tidak bisa dibantah bahwa dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat semua berkembang secara dinamis. Faktor-faktor politik, ekonomi dan sosial, budaya bisa menjadi pemicu perubahan. Tentu saja dalam perubahan tersebut ada yang siap dalam arti mampu menyesuaikan diri, bahkan mungkin mampu memanfaatkan perubahan itu. Tetapi, di sisi lain mungkin ada yang tidak siap atau kesulitan beradaptasi sehingga terpinggirkan  dan mungkin tersingkirkan.

Apakah umat dalam posisi yang jauh dari harapan  sekarang ini.  Bila mendengar percakapan di masyarakat dan di medsos terkesan bahwa memang ada hal dan peristiwa yang dinilai saat ini seperti agak mengecewakan.

Pertama, dalam segi keagamaan munculnya pernyataan yang kadang dinilai tidak substansial, kecuali hanya lontaran-lontaran yang tidak konseptual seperti Tuhan bukan orang Arab, Tuhan kamu lemah, tidak ada perintah shalat lima waktu, tuhanmu dimana  dan lainnya. Gagasan seperti ini sepertinya dilemparkan tanpa disiapkan dengan baik, sehingga tidak menjadi pembicaraan yang akademis dan mendalam.

Barangkali gagasan di atas sangat jauh berbeda dibandingkan gagasan keagamaan yang pernah muncul di era 70-an, 80-an atau 90-an seperti gagasan Nurcholish Madjid tentang sekularisasi, Islam Yes Partai Islam No, atau gagasan Mantan Menteri Agama Munawir Syadzali tentang reaktualisasi hukum Islam, Gus Dur tentang Pribumisasi Islam dan banyak lainnya. Apa yang disampaikan pada waktu itu  menjadi bahasan dan pembicaraan mendalam di kalangan pemikir,  pakar dan akademisi.

Pemikiran yang muncul sekarang sepertinya hanya bernilai sensasional, dan bahkan dikesankan untuk memberikan kesan negatif kepada umat Islam. Sehingga gagasan tersebut hanya menimbulkan kekecewaan dan munculnya rasa tidak simpati di kalangan umat.

Kedua, penghargaan umat Islam sangat tinggi kepada ulama. Ulama dianggap pewaris Nabi, pencerah dan pembimbing dalam kehidupan beragama, penuntun dalam menjalankan ibadah. Pada sisi lain ulama juga tempat bertanya, tempat meminta nasihat tatkala menghadapi masalah baik dalam hidup berkeluarga, mendidik anak, maupun ketika muncul problem yang rumit dalam hidup. Ulama dengan demikian sangat dihormati dan mendapat perlakuan istimewa dalam masyarakat.

Dalam beberapa tahun terakhir ini ulama, kyai atau pemuka agama ada yang mendapat perlakuan kurang menyenangkan dalam masyarakat. Ada yang mereka terbunuh saat berdakwah atau pulang ibadah hingga tewas oleh perbuatan kriminal, yang terkadang tidak diketahui dengan jelas apa motifnya. Mereka menjadi korban saat menjalankan tugas yang mulia.

Kemudian ada ulama yang dipenjarakan, ada ormas Islam yang dibubarkan, bagaimanapun hal ini mengundang persepsi dan pendapat  tidak sama  di kalangan umat. Meskipun sebagian perkaranya diselesaikan melalui pengadilan atau formal perundangan (perpu) namun  masyarakat pasti  ada yang memiliki penilaian lain dan belum tentu sepakat. Penilaian atau kesan itu antara lain mereka yang berseberangan dengan pemerintah atau bersikap kritis akan diawasi .

Bagaimanapun bagi umat ulama adalah tokoh yang dihormati (primus interpares), yang bukan saja kedudukan mereka istimewa dari sisi agama, namun peran kemasyarakatan mereka di tengah umat sangat diapresiasi dalam mencerdaskan dan membangun keimanan dan aqidah yang benar. Kedua, peran ulama dalam sejarah perjuangan bangsa juga sangat diakui sehingga terwujud kemerdekaan. Karena itu penghargaan terhadap ulama adalah bagian dari cita-cita umat dan kaum muslimin di negara kita.

Kemudian ada satu hal yang mungkin sangat  membosankan bagi umat. Yaitu selalu digaungkannya wacana atau diskursus tentang toleransi, dan yang disasar selalu umat Islam dan ajaran Islam. Padahal umat Islam sudah cukup dewasa dalam bertoleransi dan menghargai umat lainnya. Sejatinya,  jika bicara toleransi tentu haruslah timbul dari kedua belah pihak, bukan hanya ditekankan pada umat Islam, tetapi juga pada penganut agama atau kelompok lainnnya supaya mampu saling bersikap hormat dan menghargai aqidah dan keyakinan orang lain. Toleransi menuntut sikap jujur para pihak dan membuka hati yang  lapang, keramahan, dan mengurangi sikap fanatisme.

Keempat, masalah peribadahan selama pandemi ini mengalami pembatasan, terutama yang bersifat massal dan kerumunan. Namun,  saat ini sudah mengalami pelonggaran. Soal ibadah bagi umat Islam merupakan masalah prinsip dan mendasar, karena itu harus dihadapi dengan bijak. Pada waktu lalu soal shalat jenazah bagi mereka yang meninggal karena covid menjadi kekhawatiran yang sangat dicemaskan umat karena merupakan kewajiban yang sangat dituntut untuk dilaksanakan dan dilakukan secara terbuka.

Solusi Kreatif

Kenyataan sejarah menunjukkan tiap masa dan periode Islam selalu menghadapi tantangan  untuk berkembang, baik pada masa kolonial, orde lama maupun orde baru dan saat ini. Biasanya tiap masa itu muncul tokoh, pemimpin maupun pemikir yang memberikan jawaban bagaimana Islam memberikan respon terhadap situasi yang dihadapi.

Pemikiran tersebut memang tidak selalu dalam wujud prestasi politik, namun bisa juga dalam prestasi budaya dan syiar Islam. Misalnya, pada masa Orde Baru secara politik umat Islam mungkin tidak memiliki kekuatan dalam arti tidak ada partai Islam yang besar, namun berkembangnya syiar Islam seperti banyak mesjid didirikan (termasuk yang dibangun Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila), tingginya syiar Islam di birokrasi, pendirian Bank Muamalat, UUPA, pendirian ICMI, pejabat dan artis marak naik haji, dakwah yang pesat di masyarakat bawah dan kalangan elit,  banyaknya tokoh Islam di Golkar, booming sarjana di kalangan Islam,  dan lainnya merupakan alternatif lain dari kemajuan Islam.

Dengan demikian  muncul situasi-situasi kreatif di kalangan umat waktu itu untuk menjawab  tantangan dan situasi  yang  dirasakan sulit dan tidak menguntungkan.

Pada saatnya  sekarang ini umat harus  melakukan pemikiran intens dan mencoba mencari rumusan baru bagaimana menjawab problema yang ada. Dalam sepuluh tahun terakhir ini banyak persoalan yang muncul yang menimbulkan disintegrasi di masyarakat sebagai dampak pilpres dan pilkada. Terjadi keterbelahan masyarakat antara pro dan kontra pada tokoh, pada kebijakan negara, dan keterpurukan ekonomi akibat wabah pandemi covid 19.

Kita akan hidup dalam sebuah lingkaran setan jika tidak mencoba berfikir kreatif dan alternatif mencari solusi di tengah kegalauan yang tidak jelas.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading