Ads
Aktualita

Gelombang Unjuk Rasa Kampus Dunia Dukung Perjuangan Palestina

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Suara dan peduli perasaan kemanusiaan sedang bergejolak di kampus-kampus besar di Amerika Serikat dan negara maju Eropa. Mereka memprotes dan mengecam kebrutalan zionis Israel terhadap rakyat Gaza- Palestina yang dianggap melakukan genosida atau pembunuhan etnis.

Maraknya aksi protes oleh kampus yang dikabarkan mencapai 40 kampus di Amerika Serikat menunjukkan, Gaza sedang menjadi pusat perhatian global, dan opini dunia makin mengucilkan Israel.  Bahkan, kini protes itu bermunculan dari warga negara-negara pendukung Israel sendiri dalam konflik di Timur Tengah . Ini juga menandakan bahwa dukungan negara Barat yang demikian kuat selama ini kepada Israel  mulai goyah.

Gelombang aksi mahasiswa di banyak kampus terkemuka Amerika Serikat ini dalam bentuk mendirikan tenda-tenda di kampus, diberitakan ada 150 tenda atau kemah didirikan, simbol kecaman mereka terhadap Israel yang telah menewaskan banyak warga Gaza.

Warga kampus Amerika ternyata peduli dengan persoalan kemanusiaan yang menimpa rakyat Gaza dan Palestina. Mereka tidak hanya fokus semata belajar, tetapi juga masih punya nurani pada rakyat lain yang tertindas dan terzalimi. Ini tampaknya amat jauh berbeda dengan negara dan pemerintahnya yang tidak mau tahu persoalan kemanusiaan dengan tetap membabi buta mendukung Israel.

Namun, aksi gelombang unjuk rasa di kampus-kampus Amerika tidak berjalan damai. Aksi brutal dan kekerasan dilakukan polisi mewarnai aksi solidaritas mahasiswa buat warga Gaza dan Palestina. Tercatat sebanyak 2.000 orang telah ditangkap oleh oleh polisi.

Upaya pembubaran aksi unjuk rasa dilakukan secara paksa. Demikian juga pengosongan tempat kemah dan merobohkan penghalangnya. Di Universitas Southern California dan di Texas meletus aksi unjuk rasa. Aksi yang dimulai di Universitas Columbia New York, puluhan mahasiswa ditangkap aparat keamanan.

Diberitakan aksi unjuk rasa masasiswa direspon aparat dengan menangkap para mahasiswa, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 2.000 orang mahasiswa pro Palestina.

Penangkapan mahasiswa yang mendukung perjuangan Palestina dan kemanusiaan ini menunjukan standar Amerika Serikat. Negara yang selama ini disebut sebagai kampium demokrasi dan menghargai perbedaan pendapat, ternyata bertindak brutal terhadap aksi mahasiswa.

Bahkan, juga terlihat sikap “berbeda” jika menghadapi unjuk rasa yang pro-Israel. Ketika muncul demo tandingan yang pro-Israel menyerang perkemahan mahasiswa yang solidaritas Gaza di Universitas California, dan melakukan kekerasan, polisi hanya seperti “mengawasi” saja.

Pembubaran dan tindakan agresif polisi hampir merata terjadi di beberapa kampus mahasiswa yang melakukan perkemahan solidaritas terhadap Gaza. Di antaranya di Universitas Emory di Atlanta, Georgia, Universitas Texas-Austin, negara bagian Texas, kemudian di Universitas Northeastern, selanjutnya di Universitas Washington St.Louis.Di kampus ini polisi bahkan menagkap seorang professor pengajar sejarah yang berusia 64 tahuyn. Steve Tamari, guru besar Timur Tengah dan sejarah islam ini terpaksa dirawat di rumah sakit akibat kekerasan aparat polisi.

Kekerasan lain dan pembubaran paksa kemah juga berlangsung di Universitas Wisconsin-Madison. Padahal, awalnya unjuk rasa berjalan damai.  Seterusnya di Kampus Ohio State dan Indiana University diadakan pengawasan ketat dengan menempatkan ”penembak jitu”.

Sebagian kampus memang memanggil polisi untuk membubarkan unjuk rasa. Itu terjadi di Universitas Negeri Arizona, di mana ada 72 orang mahasiswa yang ditangkap. Bahkan, diberitakan ada upaya pelepasan jilbab secara paksa terhadap mahasiswi muslimah.

Dalam aksi pembubaran paksa para demo ini diberitakan pula adanya penggunaan gas air mata, yang sejatinya sudah dilarang. Di antaranya ini dilakukan di Universitas South Florida. Penggunaan gas air mata meski tidak mematikan, namun bisa mengancam kesehatan seperti gagal napas dan kebutaan.

Demo mendukung Palestina dan Gaza yang bergaung di kampus-kampus Amerika juga menyebar ke Eropa dan Asia.Di Jepang unjuk rasa berlangsung di Universitas Waseda, Tokyo. Mahasiswa pro-Palestina mengecam serangan Israel ke Gaza. Mereka meneriakkan “bebaskan Palestina, bebaskan Palestina”.

Di Prancis, pada Jum’at (3/4/2024), polisi menangkap 91 orang pengunjuk rasa. Polisi mengevakuasi paksa para pendemo aksi duduk  pro-Gaza di Selences Po, Paris, tempat sekolah ilmu politik ternama di negara menara Eifel ini. Mahasiswa menuntut untuk meninjau hubungan institusi kampus ini dengan universitas-universitas Israel.

Di Jerman polisi memindahkan secara paksa para pengunjuk rasa yang melakukan aksi di luar Universitas Humboldt, pusat kota Berlin. Mereka dipaksa pindah ke lokasi lain. Kai Wegner, Walikota Berlin, tidak ingin kotanya gaduh seperti di Amerika Serikat dan Perancis.

Di Kanada ratusan mahasiswa bergabung dengan universitas terkenal McGill Montreal, mengadapi ancaman pembubaran oleh polisi. Mereka menuntut McGill memutuskan semua hubungan keuangan dan akademis dengan Israel.

Hal yang sama terjadi di Swiss, sekitar 100 mahasiswa menduduki pintu masuk Univeritas Lausnne, dan menyerukan boikot akademis terhadap Israel dan gencatan senjata.

Di Irlandia, para mahasiswa Universitas Trinity College melakukan aksi duduk. Menggambarkan aksi tersebut sebagai “Perkemahan solidarias dengan Palestina”.

Sementara di Australia aksi yang pro Palestina dan yang pro Israel berunjuk rasa saling berhadapan di Universitas Sydney. Mereka saling meneriakkan slogan dan pengibaran bendera Palestina.

Sedangkan di Meksiko, mahasiswa terbesar di negara itu UNAM, mendirikan sebuah kamp dan meneriakkan “Bebaskan Palestina, Palestina akan Merdeka”.

Kampus yang sejatinya juga adalah bagian dari rakyat, baik di Amerika Serikat, Eropa, Australia dan Asia mendukung perjuangan Gaza-Palestina, tapi pemerintahnya tidak memperdulikan, bahkan mendukung zionis Israel. Ini tampaknya menjadi penghalang perjuangan Palestina merdeka dan melawan kekejaman zinois Israel, sehingga negara Yahudi ini bebas berbuat kejam pada rakyat Gaza dan Palestina.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading