Ads
Tafsir

Isra Mikraj (2): Cerita tentang Pencucian Hati dan Burak

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Malam itu Jibril dan Mikail mencuci hati Nabi, melapangkan dada beliau, menanggalkan dendam dari situ, dan mengisinya dengan kesabaran, ilmu, iman, keyakinan, dan kepasrahan. Dan di depan pintu masjid sudah menunggu seekor binatang putih yang akan membawa beliau ke Baitulmakdis.

Masjidil  Haram, Mekah, beberapa bulan menjelang Hijrah. Malam hari. “Ketika aku di Baitullah, antara tidur dan jaga,” demikian Nabi s.a.w. bertutur, “aku mendengar seseorang berkata, ‘Salah satu dari yang tiga itu.’ Lalu dibawakan kepadaku sebuah bak kecil dari emas, di dalamnya air zamzam.


Itu cerita Nabi mengawali peristiwa Isra Mikraj (isra’ mi’raj), diriwayatkan oleh Malik ibn Sha’sha’ah. Di situ Nabi menuturkan, (beliau merasa) orang yang datang itu membelah dada beliau sampai ke bawah perut. Dikeluarkan hati beliau, dicuci dengan air zamzam, dikembalikan lagi ke tempatnya. Lalu diisikan iman dan hikmah ke dalamnya. “Kemudian,” kata Nabi, “didatangkan kepadaku seekor binatang putih.”
Dalam penuturan lain, dari Anas r.a. lewat Syarik ibn Abi Namir, yang datang ke Nabi tiga sosok. Salah satunya terdengar bertanya, “Yang mana?”


“Yang tengah,” terdengar jawaban. “Dialah yang terbaik itu.”


“Ambillah yang terbaik,” kata yang lain. Tetapi Nabi tidak melihat mereka – sampai mereka datang lagi di malam yang lain. Di malam yang lain itu pun mereka tidak berbicara kepada beliau, sampai juga ketika mereka membawa dan meletakkan beliau di Zamzam. Kemudian Jibril a.s. memimpin pencucian dengan air sumur itu. Di sini bejana baru didatangkan setelah pencucian, sedangkan isinya bukan air zamzam melainkan iman dan hikmah.


Adapun yang paling rinci menggambarkan pekerjaan para malaikat itu riwayat Abu Ja’far Ar-Razi, dengan sumber utama Abu Hurairah atau lainnya. Dituturkan, Jibril datang bersama Mikail. Jibril berkata, “Beri aku satu bejana air zamzam agar aku bisa mencuci hatinya dan melapangkan dadanya.”
Kemudian Jibril membelah perut Nabi, mencucinya tiga kali. Mikail  juga berkali-kali mencuci dengan air zamzam tiga bejana. Maka ia pun (Mikail atau Jibril)  melapangkan dada beliau, menanggalkan dendam dari situ, dan mengisinya dengan kesabaran, ilmu, iman, keyakinan, dan kepasrahan. Lalu menyetempel daerah di antara kedua pundak beliau dengan cap kenabian. Barulah didatangkan kuda yang akan membawa beliau.


Dalam riwayat Al-Hasan ibn Abil Hasan, yang membangunkan beliau adalah Jibril. Lalu Nabi duduk, “tapi aku tidak melihat apa-apa,” tutur beliau. “Lalu aku kembali berbaring.” Tapi Jibril datang lagi. Beliau duduk lagi, dan karena tidak melihat apa-apa berbaring lagi. Barulah pada kali ketiga, ketika Nabi duduk, Jibril mengangkat lengan beliau sehingga beliau berdiri dan bersama-sama menuju pintu masjid. Dan ternyata di sana sudah berdiri seekor binatang putih. Dalam riwayat ini sama sekali tidak ada acara pencucian. Tapi disebutkan, “binatang putih di antara keledai dan bagal” itu mempunyai sayap di kedua pahanya, yang dipakainya mendorong kedua kaki (belakang)-nya.


Dalam penuturan Abu Sa’id Al-Khudri r.a., Nabi menyebut kendaraan itu “binatang yang sangat mirip bagal, punya dua telinga yang tak bergerak, dan itulah burak… Maka aku pun menaikinya, dan ia membawaku dengan menjejakkan tangan (kaki depan)-nya di penghabisan ujung pandangnya. ”Dalam penuturan Anas r.a. lewat Qatadah r.a., burak itu sudah tersedia dalam keadaan “berpelana dan berkekang, siap untuk beliau tunggangi.” Tetapi beliau mengalami kesukaran menaikinya, sehingga Jibril berkata kepada binatang itu, “Apa yang membuatmu bertingkah begini? Demi Allah tidak seorang pun yang pernah menunggangimu yang lebih mulia dari beliau.” Mendengar itu berkeringatlah binatang itu. Bersambung

Penulis: Syu’bah Asa, (1943-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat dan Pemred Panjimas. Sebelumnya bekerja di majalah Tempo dan Editor dan Harian Pelita. Sastrawan yang pernah menjadi anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok ini sempat menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Sumber: Panjimas, 02-15 Oktober 2002

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading