Ads
Cakrawala

Memilih Antara Harta dan Syurga dalam Kehidupan

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Dalam kehidupan yang nyata ini manusia dihadapkan pada dilema yang cukup sulit, apakah akan mengejar kebahagiaan hidup di dunia ini atau kehidupan akhirat kelak. Kehidupan dunia nyata dan kongkrit dihadapi. Sedangkan kehidupan skhirat masih abstrak dan belum nyata.

Dua persoalan ini menimbulkan pilihan yang berisiko buat manusia. Pilihan pada memprioritaskan kehidupan dunia bakal melahirkan watak atau perilaku tertentu. Demikian juga pada memprioritaskan kehidupan akhirat akan melahirkan sikap dan watak tersendiri.

Pilihan untuk mengejar kehidupan dunia mendorong manusia mengejar kebahagiaan fisik- lahiriah yang bersifat material. Kehidupan dunia sangat kuat oleh godaan harta, kekuasaan, tahta dan jabatan. Manusia yang menganggap bahwa dunia ini adalah pilihan utama kehidupannya akan berusaha sekuat tenaganya untuk menghimpun harta dan kuasa sebesar-besarnya.

Dalam upaya menghimpun harta dan kuasa itu manusia menggunakan semua kemampuannya baik waktu, tenaga, pikiran dan kecerdasan. Cara-cara yang dilakukan bisa dari yang bersifat normal, namun dapat juga yang berlawanan dengan hukum, norma etika dan melanggar kepatutan dan kepantasan, seperti korupsi.

Manusia yang menjadikan hidup di dunia sebagai tujuan utama berusaha sekeras-kerasnya mengakumulasi harta sebanyak-banyaknya. Harta dalam hal ini adalah setiap benda atau materi yang nilai asetnya sangat berharga di masyarakat apakah itu berbentuk tanah, rumah, properti, kendaraan, uang baik mata uang dalam negeri maupun asing, tabungan, emas, dan bisa juga surat-surat berharga seperti saham, deposito, dan lainnya.

Keyakinan bahwa harta dan kemegahan hidup di dunia yang dikejar manusia menjadi semacam kepercayaan, bahwa hanya di dunia inilah adanya kehidupan. Dan, kebahagian hidup di dunia adalah bila memiliki harta, jabatan dan kekuasaan. Manusia dengan prinsip hidup seperti ini sesungguhnya ia telah menjadikan harta dan kuasa sebagai the new god (tuhan baru). Yaitu harta yang disembah oleh masyarakat moderen-materealistik. Baginya, tidak ada lagi kehidupan selain di dunia nyata ini. Kalaupun manusia mati dan adanya keterbatasan usia, maka kematian adalah akhir kehidupan. Ia meyakini tidak ada hari berbangkit atau kehidupan akhirat.

Sebaliknya manusia yang meyakini adanya kehidupan akhirat melihat kehidupan dunia ini bersifat sementara. Kehidupan dunia ini tidak kekal, dan pada waktunya akan berakhir, sebagaimana kehidupan manusia dengan usia yang terbatas dan akan berujung dengan kematian.

Bagi manusia yang beriman pada kehidupan sesudah mati, meyakini adanya kehidupan sesudah kematian yang lebih kekal dan abadi, yaitu kehidupan akhirat. Hanya saja, apakah manusia akan mendapat kesenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat, tergantung bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini.

Kehidupan dunia dan kehidupan akhirat saling berhubungan. Untuk meraih kehidupan yang menyenangkan di akhirat maka kehidupan dunia harus dijalani dengan perbuatan kebaikan atau amal shaleh. Perbuatan kebaikan atau amal shaleh itu harus didasarkan pada Iman atau keyakinan adanya Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Keyakinan ini disebut Tauhid. Karena itu disamping kewajiban melakukan amal shaleh, yang juga sangat utama manusia harus beribadah kepada Allah dengan menyembah-Nya, melakukan ibadah wajib seperti shalat, puasa, membayar zakat haji dan ibadah-ibadah sunat yang sangat dianjurkan.

Beribadah kepada Allah dan beramal shaleh buat kemanusiaan merupakan investasi untuk kehidupan akhirat sesudah kematian manusia. Bagi mereka yang yakin pada kehidupan akhirat dunia adalah ladang dimana manusia menginvestasikan segala kebaikan untuk dipetik hasilnya di akhirat. Dengan demikian bagi manusia tipe ini ia tidak mau secara total dan habis-habisan mengejar kesenangan hidup duniawi, berburu memuaskan nafsu dengan mengejar harta dan kesenangan sesaat. Baginya harta dan materi kalaupun dikejar dan dicari, akan digunakan sebagai unvestasi untuk kehidupan akhirat.

Manusia tipe ini bukanlah anti kehidupan dunia dan menjauhinya. Ia tetap mencari kehidupan dunia untuk bekal hidup yang sedang dijalani dan untuk digunakan bagi beramal shaleh. Sebab, untuk beramal tidak cukup hanya dengan ibadah kepada Allah, tapi juga perlu harta dan materi untuk beramal seperti melalui sadaqah, infaq, zakat, wakaf dan lainnya, yang jelas-jelas butuh uang dan kekayaan.

Dengan demikian orang yang meyakini kehidupan akhirat dan kehidupan sesudah kematian memiliki potensi menjadi manusia yang baik. Dorongan ini dimotivasi oleh Iman kepada Allah dan ingin meraih kehidupan yang bahagia di akhirat.

Kombinasi kehidupan

Sesungguhnya yang terbaik dalam kehidupan yang dijalani adalah mengkombinasikan kehidupan dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dicari dan kehidupan akhirat jangan dilupakan. Pedoman pokok tujuan kehidupan ganda ini telah digariskan dalam Al-Qur’an.

” Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (al-Qhasash ayat 77).

Dalam sebuah hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dikatakan,” Bekerjalah untuk duniamu seakan kamu akan hidup selamanya, beramal untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok hari,”.

Kehidupan di dunia yang bersifat sementara dituntut keputusan yang tepat. Jika manusia salah mengambil keputusan akan terjadi penyesalan. Kehidupan akhirat bersifat personal, artinya manusia menanggung sendiri perbuatan yang dilakukannya semasa di dunia. Tidak ada bantuan orang lain.

Bagi mereka yang melakukan kesalahan tidak mungkin lagi untuk memperbaikinya. Misalnya, keinginan untuk beramal shaleh agar mendapat pahala dari Allah tidak ada lagi kesempatan. Disinilah muncul penyesalan kenapa lalai berbuat kebajikan. Mereka meminta untuk dihidupkan sesaat saja agar bisa beramal shaleh, tapi sudah terlambat.

” Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, mereka berkata,” Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia),niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin, ” (as-Sajdah ayat 12).

Trend yang terlihat sekarang dalam masyakakst kita, berlomba-lomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tanpa perduli cara mendapatkannya. Buktinya, korupsi banyak terjadi dan sulit diberantas. Hukum tidak menimbulkan efek jera.

Laporan harta jekayaan pejabat seperti tertera dalam LHKP (Lapiran Harta Kekayaan Pejabat ) sungguh luar biasa, mencapai puluhan miliar, ratusan miliar bahkan triliunan.

Apakah mereka yang sudah super kaya tersebut berniat untuk beramal shaleh. Rakyat yang hidup miskin dan hidup dibawah garis kemiskinan puluhan juta di negeri ini. Kalau mereka beramal untuk rakyat dengan kekayaanya, syurga menanti mereka di akhirat kelak!

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading