Ads
Aktualita

Sejumlah Tokoh Minta Presiden Tidak Memberi Contoh Buruk Dinasti Politik

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Sejumlah tokoh yang berjumlah 215 orang terdiri dari guru besar, dosen, agamawan, mantan duta besar, pengacara, tokoh pendidikan, hak asasi manusia, lingkungan hidup, produser, wartawan, mantan komisioner pemberantasan korupsi, seniman dan lainnya menyampaikan Maklumat Juanda pada Senin (15/10/2024) yang cukup tajam, menyatakan Reformasi Kembali ke Titik Nol.

“Reformasi kembali ke titik nol. Mundurnya reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional yang membacakan pernyataan.

Dikatakan bahwa, “Kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita kekuasaan, pemimpin nasional dan para majikan partai.”

Sementara itu, penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja.

“Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek,” ujsr Usman Hamid.

Menyinggung politik dinasti Usman Hamid mengatakan, politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri.

“Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara atau Presiden yang berkuasa,” lanjut Hamid membacakan.

Terkait masalah pemilu Maklumat Juanda menyoroti, “Presiden terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor.”

Usman Hamid meneruskan, “Kami memergoki.perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan yang tidak adil, yang patut dan yang tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.

Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara. Indonesia memerlukan politik yang diabdiksn untuk kedaulatan rakyat.

Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga.” Demikuan Usman Hamid.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda