Bulan Rabiul Awwal adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Dalam uraian ini akan ditinjau sekelumit tentang kebesaran Muhammad Saw. melalui kebesaran Al- Qur’an. Justru Al-Qur’an adalah bukti kebesaran beliau, yang sampai sekarang masih bisa kita saksikan.
Dalam pandangan Islam, Muhammad adalah manusia biasa yang kebetulan dipilih oleh Allah sebagai rasul atau utusan-Nya, untuk menyampaikan agama Islam kepada umat manusia. Kedudukan beliau sebagai Rasulullah sama antara Muhammad dan Isa, antara Muhammad dan Musa, Ibrahim, Nuh, Adam dan sebagainya. Ajaran yang dibawa oleh para Rasul Allah adalah sama intinya. Yaitu bahwa masing-masing mengajarkan untuk menyembah dan mengabdi hanya kepada Tuhan Allah semata.
Muhammad Rasulullah Saw. adalah rasul dan nabi terakhir yang inti ajarannya tercantum dalam Kitab Suci Al Qur’an. Risalahnya berlaku sampai ke akhir zaman. Tidaklah mengherankan jika kebenaran Al-Qur’an masih bisa kita saksikan, meskipun telah 14 (kini 15, red) abad Al-Qur’an tersebut diturunkan. Bahkan banyak diantara kebenaran itu yang baru bisa diungkapkan ilmu pengetahuan, setelah manusia memasuki abad ke-20 (kini kita berada di abad ke-21).
Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan
Berikut ini dikemukakan tiga contoh ayat Al-Qur’an yang menunjukan berapa tinggi nilainya dilihat dari kaca mata ilmu pengetahuan. Meskipun Al-Qur’an ini dibawa oleh seorang Nabi yang ummi.
Pertama, tentang zat air di angkasa raya. Allah berfirman dalam Al- Qur’an, surat Yasin ayat 40: “Tidak seharusnya mata hari itu bulan, dan tidak pula malam itu mendahului siang. Karena masing-masing itu berjalan pada garis edarnya.”
Ilmu astronomi mengajarkan bahwa matahari dan bulan tidak berada dalam satu garis edar. Karenanya mempermasalahkan bisa tidaknya matahari mengejar bulan bukanlah pada tempatnya, meskipun tampak pada mata kita bahwa bulan dan matahari selalu berkejar-kejaran. Seolah keduanya berada dalam satu rute perjalanan yang sama. Astronomi pun mengajarkan bahwa masalah siang dan malam adalah akibat dari sinar matahari yang diterima bumi. Perputaran bumi pada porosnya menyebabkan adanya siang dan malam itu silih berganti . kenyataan astronomis ini menunjukan kepada kita, bahwa mendahului tidaknya malam terhadap siang itu bukanlah masalah, dan tidak seharusnya terjadi.
Ayat di atas menegaskan bahwa masing-masing benda angkasa beredar pada falaknya. Matahari dan bulan yang tampak berkejaran pun ternyata tidak berada dalam falak yang sama. Kalau kita perhatikan bahwa Muhammad hidup pada abad ke-7 (571-632M) sudah menyatakan demikian, padahal teori Heliocentrisch-nya Corpenicus (1473-1543M) baru lahir pada abad 15, jelas ayat ini menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an sekaligus kebesaran Muhammad saw.
Yang sangat menarik perhatian dalam ayat di atas adalah dalam mengungkapkan pengertian “berjalan pada garis edarnya” Al-Qur’an menggunakan kata “yasbahun”.
Kata “sabaha, yasbahu, sabhan, sibahatan” menurut kamus berarti “berenang”, dan biasa dipakai dalam air. Mengapa kata tersebut dalam ayat ini justru dipakai di udara? Akhirnya ternyata bahwa Al-Qur’an membuktikan kemukjizatannya. Yakni ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa udara di sekitar falak benda-benda angkasa itu penuh mengandung zat air (H2).
Isaac Asimov menulis dalam bukunya The World Around You: “People who study the stars think that 90 percent of all the atoms in the universe are hydrogen atoms.” (Barang siapa mempelajari perbintangan pasti berpendapat bahwa 90% dari seluruh alam angkasa raya itu terdiri dari atom hidrogen atau zat air).
Kedua, tentang beratnya isi Bumi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an (Al Zalzalah 1-2):“Apabila bumi digoncangkan dengan segoncang-goncangnya. Dan bumi mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya.” Ayat ini menggambarkan situasi menjelang Hari Kiamat, di mana bumi mengalami guncangan terdahsyat dan mengeluarkan isinya yang berat-berat. Suatu hal yang sangat menarik perhatian dalam ayat ini ialah penyebutan isi Bumi yang berat-berat. Dalam bahasa Araab kata “atsqal” jamak dari kata “tsiql” yang berarti beban berat.
Menarik perhatian justru Al-Qur’an telah mengajarkan Muhammad sejak 14 abad yang lalu, di saat manusia sama sekali belum mengenal ilmu geologi. Diperlukan waktu seribu tahun lebih sesudah itu baru manusia memiliki sedikit pengetahuan tentang isi bumi.
Ilmu pengetahuan mengajarkan kepada kita bahwa lapisan kulit bumi yang terdiri dari batu granit mempunyai berat jenis (BJ) 2,7. Makin ke dalam BJ-nya makin tinggi. Lapisan basah yang berada di bawahnya mempunyai BJ 3,3. Pada lapisan sedalam 500 kilometer BJ-nya meningkat menjadi 4,0. Pada 1000 kilometer BD-nya menjadi 4,5, dan pada 2.000 kilometer. menjadi 5. Begitulah BJ pada lapisan pokok menjadi 9,7 bahkan pada pusatnya sampai mencapai 13. Artinya setiap liter zat inti Bumi itu mempunyai berat 13 kilogram, sedangkan satu liter air hanya seberat satu kilogram.
Ya, isi yang berat inilah yang ditegaskan Al-Qur’an akan dimuntahkan keluar oleh Bumi, akibat keguncangannya yang maha dahsyat menjelang Kiamat kelak.
Ketiga, tentang kerusakan yang diperbuat manusia:
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusiaa, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Ar Rum 41).
Pada waktu beberapa ratus tahun yang lampau ayat ini terasa biasa. Namun pada abad ke-20 di mana manusia telah mengalami kemajuan pesat di segala bidang, bisa memanfaatkan benda-benda di alam ini untuk kemajuan hidupnya, ternyata ayat di atas mempunyai pengertian yang dahsyat. Sebab kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dicapainya itu justru akan bisa membahayakan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri secara keseluruhan.
Betapa tidak. Kemajuan manusia telah bisa menemukan pelbagai obat penyubur tanah, bermacam-macam obat pembunuh serangga dan sebagainya, namun penemuan ini justru mempunyai akibat yang membayankan hidup dan kehidupan manusia. Penggunaan pelbagai bahan kimia sebagai penyubur tanah, bisa merusak kehidupan tanaman, binatang, bahkan manusia itu sendiri. Penggunaan endrin sebagai obat pembunuh nyamuk atau serangga misalnya, juga sangat membahayakan. Sampai-sampai kotoran yang berasal dari manusia dan pabrik-pabrik yang mereka bikin, mengakibatkan polusi air. Ikan-ikan di sungai dan di laut bisa mati keracunan karenanya. Itulah sebabnya sisa-sisa produksi yang mengandung radio aktif, akna dikubur di bawah tanah sebagai mana yang dilakukan di Lyonos (Kansas) sebagai kuburan nuklir pertama di dunia.
Peracunan udara pun bisa terjadi karena manusia. Pembukaan tanah subur untuk tempat tinggal, pabrik-pabrik atau tempat-tempat rekreasi dan sebagainya akan mengurangi jumlah tumbuh-tumbuhan. Jumlah oksigen makin cepat berkurang, apalagi jumlah penduduk yang memerlukannya semakin bertambah.
Asap pabrik-pabrik dan mesin-mesin mobil juga membantu polusi udara. Ini semua tidak disadari akan membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Belum terhitung bahaya akibat perang dan meningkatnya teknik berperang. Belum terhitung pula eksploitasi besar-besaran terhadap barang-barang tambang yang pada saatnya kelak kondisi bumi akan berubah jika semua barang-barang tambang ini habis tergali. Belum terhitung pula terkurasnya energi di bumi, untuk memenuhi ambisi manusia mengirimkan pesawat-pesawatnya mengarungi ruang angkasa, dsb.
Pendek kata kerusakan di bumi akibat tangan manusia sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah dalam ayat di atas, pasti sudah, sedang dan akan terjadi.
Penutup
Demikianlah sekelumit tentang kebenaran Al-Qur’an, yang betapapun tidak terlepas dari kebesaran Muhammad saw. Kebesaran ini tampak jelas jika di ingat bahwa 14 abad yang lalu beliau telah mencanangkan kebenaran astronomi, geologi, dan sebagainya, justru sekian ratus tahun kemudian baru ilmu pengetahuan membenarkannya. Kami yakin bahwa kebenaran-kebenaran semacam ini akan banyak bisa diungkapkan, sejalan dengan makin majunya ilmu pengetahuan manusia.

Penulis. R.H.A. Suminto (1934-1994). Semasa hidupnya Prof. Dr. Aqib Husnul Suminto aktif berdakwah, menulis artikel dan buku, selain mengajar di IAIN (UIN) Jakarta, tempat dia memperoleh gelar doktor dan dikukuhkan sebagai guru besar, serta menjabat dekan pertama Fakultas Dakwah. Ia juga aktif di MUI Pusat dan LPTQ Nasional.
Sumber: Panji Masyarakat, 11 Januari 1982