Ads
Aktualita

Mengenang Azyumardi Azra (1): Disiplin Akademik Tanpa Tanda Petik

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Satu tahun sudah Azyumardi Azra, sang “muazin bangsa” meninggalkan kita. Guru Besar UIn Jakarta ini menghembuskan nafas terakhir pada 18 September 2022 di negara tempat ia akan mengisi acara ilmiah: Malaysia. Kita pun dibuat terkejut atas meninggalnya tokoh cendekiawan Muslim yang tengah bersinar, the rising star, yang terasa mendadak itu.


Orang pasti tidak akan menyangka tokoh sesuper sibuk Azyumardi Azra begitu disiplin dalam melakukan aktivitas akademiknya. Dalam mengajar mahasiswa di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ia paling disegani mahasiswa karena kedisiplinannya dalam menerapkan tertib waktu. Lima menit saja mahasiswa telat datang, serta merta ia akan meminta mahasiswa itu keluar. Bila di dalam kelas terdengar bunyi HP ia akan keras menegurnya. “Saya juga punya HP, tapi saya tahu di mana harus mengaktifkan, dan di mana harus mematikan,” katanya sambil memandangi mahasiswa yang wajahnya tegang ketakutan.


Ketika ujian selesai, Azyumardi lah dosen yang paling pertama menyerahkan nilai ujian mahasiswa. Dosen-dosen di UIN menyatakan rasa salutnya kepada Azyumardi. “Wah saya angkat topi buat Azyumardi dalam urusan kedisiplinan akademik. Ia baca dan periksa semua jawaban ujian mahasiswa,” puji salah satu dosen dalam satu obrolan santai dengan penulis.


Semua disertasi doktor yang dipromotori Azyumardi juga ia baca. Kalau layak maka ia akan menulis catatan di sampul disertasi “sudah bisa diujikan”. Tapi kalau disertasinya amburadul ia pun akan mengomentarinya. “Why is your bahasa Indonesia so bad?”, tulisnya dalam salah satu disertasi mahasiswa yang bahasa Indonesianya kacau balau.


Sekalipun tegas dalam proses mengajar, dalam memberi nilai ia tidak pelit untuk tidak mengatakan pemurah. Ia tidak segan-segan memberi nilai di atas 90 bila jawaban ujian atau makalah yang ditulis mahasiswa membuatnya puas. Pengalaman penulis ketika kuliah tidak ada satupun nilai dari Azyumardi di bawah 93. Ketika berkonsultasi mengenai disertasi yang penulis siapkan untuk memperoleh gelar doktor, sambil membuka buka halaman disertasi ia berseloroh, “Anda ingin nilai berapa?” Penulis terperanjat dengan pertanyaan itu. Dengan gugup sambil merendah penulis jawab, “Terserah, Bapak yang menilai.” Tentu sambil berharap dalam hati moga-moga saja dikasih nilai tertinggi,”


Penulis juga tidak menyangka Azyumardi yang dulu mengajar penulis pada akhirnya sama-sama menjadi tim pengajar History of Islamic Civilization di Pascasarjana UIN Jakarta. Kesempatan berinteraksi tentu saja menjadi lebih intensif. Percikan-percikan ilmu pun mulai penulis dapatkan darinya.


Selain sejarah yang menjadi bidang utamanya, Azyumardi juga menguasai banyak disiplin ilmu. Masalah-masalah keumatan dan pergerakan Islam Indonesia ia sangat fasih membahasnya. Dalam kolom rutinnya di Republika jelas tergambar keluasan ilmunya tentang problematika umat Islam dan dunia Islam. Setelah ia meninggal, koran Republika seperti kehilangan warna intelektualnya akibat kolom yang ditunggu-tunggu pembaca tidak lagi bisa dinikmati. Dalam kolom di harian Kompas tergambar kepeduliannya terhadap problematika Indonesia di berbagai aspek seperti politik, demokrasi, hubungan antar agama, kebijakan publik, pendidikan, dan sosial budaya.


Azyumardi tergolong manusia tanpa istirahat. Undangan mengisi seminar, talkshow, melayani wawancara para jurnalis atau perjalanan ke luar negeri tidak pernah sepi mengisi hari-harinya. Penghargaan demi penghargaan dari berbagai institusi bergengsi sudah ia raih dan pasti penghargaan-penghargaan lain pun sedang siap-siap diterimanya.


Azyumardi juga orang Indonesia pertama yang menerima gelar Commander of the Order of British Empire (CBE) dari Ratu Elizabeth II Kerajaan Inggris pada 2010. Gelar CBE diberikan atas dedikasinya yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan.


Kalau bukan karena suratan takdir yang Maha Kuasa, cendekiawan mantan aktivis HMI ini pergi sebelum waktunya. Ia wafat di saat karier intelektualnya sedang puncak- puncaknya.
Untuk Pak Azyumardi, selamat menikmati istirahat yang tenang dan menyenangkan tanpa bisa diganggu siapa pun.

Penulis: Didin Saepudin Buchori, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda