Ads
Aktualita

Untung Rugi Kampanye di Ruang Pendidikan

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan baru dalam kampanye politik, yaitu tidak membolehkan kampanye di rumah ibadah, tapi mengizinkan kampanye di lembaga pendidikan, yakni sekolah dan kampus.

Putusan MK ini dalam kaitan gugatan UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 280 Ayat 1 huruf h. Gugatan dilakukan oleh dua orang pemohon yakni Handrey Mantri dan Ong Yenny yang menilai ada inkonsistensi aturan terkait itu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan MK yang baru ini ber-Nomor 65/PUU-XXI/2023, disahkan pada 15 Agustus 2023. Namun, kampanye ini dengan catatan  yaitu harus mendapat izin dari penanggungjawab tempat pendidikan dan hadir tanpa atribut kampanye.

Membolehkan kampanye di kampus mungkin bisa diterima, tetapi mengizinkan kampanye di sekolah bakal mengundang kontroversi baru. Beberapa pelaku dan pemerhati pendidikan sudah mulai menyatakan kecemasannya.Koordinator Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matroji menyatakan kecemasannya. Ia memprediksi putusan MK ini bakal berdampak buruk bagi suasana pendidikan.

“Sangat mungkin ada konflik dan tawuran di dalam atau di luar sekolah, antar guru, antar murid, antar wali murid, hanya dipicu gara-gara berbeda pilihan,” ujarnya.

Bagi Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, putusan MK itu berpotensi membahayakan keselamatan para pelajar dan mahasiswa. “Secara teknis juga akan sulit bagi sekolah  saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye ketika proses pembelajaran sedang berlangsung . Hal ini berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik,” tegasnya.

Sementara itu Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan,  tidak masuk akal jenjang pendidikan selain kampus dijadikan sarana kampanye, sebab para peserta didiknya mayoritas belum memiliki hak politik. Di SMK dan SMA pun murid yang punya hak pilih tidak banyak jumlahnya. “Pemerintah agar mengantisipasi resiko, kerugian dan keselamatan para peserta didik akibat putusan yang bersifat final dan mengikat itu,” tandasnya.

Kampanye di tingkat sekolah lanjutan memang tidak terlihat mendesak dan mendasar urgensinya. Dari segi umur saja, misal untuk tingkat sekolah lanjutan atas paling hanya kelas 2 atau kelas 3 yang mencapai usia 17 tahun dan punya hak memilih. Dalam usia yang relatif muda dan belum matang dan stabil emosinya, kampanye konvensional dalam politik yang bersifat agitatif dan provokatif tidak tepat buat mereka. Sebab, pola kampanye yang konvensional ini bakal melahirkan perilaku yang fanatik, dan kurang menggunakan berfikir yang jernih dan rasional.

Kalaupun mau dilakukan kampanye politik di sekolah rasanya yang tepat bersifat teoritis dan normatif. Dan sebaiknya dilakukan oleh para akademisi, bukan oleh aktifis partai politik. Sebab, yang terakhir ini lebih cenderung subjektif dan cenderung upaya untuk menarik massa dengan hanya mengutarakan kelebihan dan keutamaan partainya sendiri.

Untuk kampanye di perguruan tinggi atau kampus tidak ada masalah. Secara usia, mahasiswa sudah memiliki hak untuk memilih. Kemudian, mahasiswa sudah mampu berfikir rasional karena telah dibekali ilmu pengetahuan dan kemampuan menganalisa.

Dengan begitu, kampanye politik di kampus sesungguhnya patut didukung.Dengan demikian para politisi dan calon pemimpin yang berkampanye di kampus, justeru mereka bisa  diuji kemampuan, kompetensi dan konsep mereka untuk memimpin Indonesia.

Tidak salah kalau BEM UI setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi menantang para bakal calon presiden atau capres untuk datang ke Kampus UI  untuk berdebat.” Kalau memang punya nyali, BEM UI mengundang semua calon presiden dan bakal calon presiden untuk hadir ke UI. Kami siap untuk menguliti isi pikiran kalian,” ujar Ketua Umum BEM UI Melki Sedek Huang.

Di kampus para capres dan para politisi harus tampil berbobot dan berkualitas. Di sini tidak laku pencitraan dan puji-pujian dan rekayasa dekat dengan rakyat, yang sudah diatur seperti video dan berita yg banyak beredar di medsos.

Di kampus, pikiran dan wawasan Anda yang cerdas yang akan dilihat.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda