Ads
Bintang Zaman Chatib Sulaiman

Chatib Sulaiman dan Perannya dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Avatar photo
Ditulis oleh Fuad Nasar

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengusulkan tiga tokoh kepada pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional tahun 2023. Tiga tokoh dimaksud ialah pejuang kemerdekaan Chatib Sulaiman, ulama pejuang dan pendiri organisasi Perti yakni Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Inyiak Canduang) dan Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, cendekiawan Muslim dan guru bangsa serta mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Gelar Pahlawan Nasional adalah bentuk pengakuan formal dari negara dan bangsa terhadap perjuangan, jasa dan pengorbanan seorang pahlawan. Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Chatib Sulaiman sudah sejak lama dan diperbarui kembali dua tahun terakhir. Tulisan ini mengulas jejak kepahlawanan Chatib Sulaiman. Seorang organisator pergerakan yang gugur di medan perjuangan mempertahankan kemerdekaan di masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat.

Chatib Sulaiman lahir di Sumpur Kabupaten Tanah Datar pada 1906. Orangtuanya Haji Sulaiman seorang saudagar rempah-rempah di Pasar Gadang kota Padang, dan ibunya Siti Rahmah. Riwayat pendidikan: Sekolah Dasar Gouvernement School Benteng Padang (1917), HIS (Hollandsche Indlandsche School) Adabiah berbahasa Belanda di Padang (1919) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP di Padang (1921). Semasa kecilnya belajar mengaji Al-Qur’an di Surau Sumpur, Pasar Gadang, Padang. Sebagai pemuda yang multitalenta Chatib Sulaiman belajar privaat memainkan biola kepada M. Nur, seorang violis kenamaan di Padang.

Sejak muda Chatib Sulaiman banyak berinteraksi secara pemikiran dan aksi dengan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan lintas ideologi dan lintas aliran. Chatib Sulaiman rajin menulis Catatan Harian yang sampai kini disimpan oleh putranya Sudarman Khatib Datuk Berbangso. Ia tidak dapat berdiam diri melihat nasib rakyat Indonesia yang tertindas sebagai bangsa terjajah, tetapi merasa terpanggil untuk ikut angkat pena dan angkat suara serta melibatkan diri di dalam berbagai organisasi pergerakan.

Sekitar tahun 1931 ia memprakarsai Kepanduan Indonesia Muslim. Penggunaan kata “Indonesia” sebagai nama kepanduan konon gagasan Chatib Sulaiman dan pertama di tanah Hindia Belanda. Setelah Mohammad Hatta berpidato di depan Persatuan Murid Diniyyah School Padang Panjang mengenalkan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), Chatib Sulaiman tertarik untuk mendirikan cabang organisasi PNI Baru di Padang Panjang, Desember 1932. Melalui organisasi itu Chatib Sulaiman merumuskan pendidikan politik untuk rakyat.

Sekitar 1935 Chatib Sulaiman mendirikan lembaga pendidikan Merapi Institute Padang Panjang. Sekolah Merapi Institute masih berdiri sampai sekarang. Chatib Sulaiman menolak subsidi pemerintah Belanda. Tahun 1937 ia mendirikan Seminary Islam Modern Padang Panjang untuk menghasilkan calon-calon guru agama Islam. Pendidikan Seminary Islam Modern tidak berlangsung lama dalam masa sebelum berdirinya Sumatera Thawalib Padang Panjang yang mengembangkan pendidikan Islam secara modern.

Dalam perjuangan di bidang ekonomi Chatib Sulaiman membantu Anwar Sutan Saidi (pendiri Bank Nasional) sebagai Wakil Direktur Persatuan Dagang Bumiputera Bukittinggi. Persatuan dagang tersebut bertujuan untuk membangun kemandirian ekonomi rakyat dan melawan korporasi asing yang kala itu menguasai perekonomian di tanah air. Ia juga memprakarsai koperasi nelayan di Sasak-Taluak, koperasi pembakaran kapur di Padang Panjang dan koperasi perkebunan tembakau bersama-sama Anwar Sutan Saidi, Mr. Nasroen dan Marzuki Yatim.

Bapak Perang Rakyat Semesta
Pada episode terakhir kekuasaan Hindia Belanda menjelang pendudukan balatentara Jepang pada 1942, Chatib Sulaiman dan kawan-kawan merancang aksi demonstrasi menuntut Indonesia merdeka. Mereka menuntut Asisten Residen Padang Panjang agar mengakui merah putih, agar Belanda menyerahkan kekuasaan kepada bangsa Indonesia dan tidak menyerahkannya kepada Jepang sebagai inventaris. Demonstrasi digagalkan oleh pihak penjajah dan Chatib Sulaiman beserta kawan-kawan menghadapi risiko diasingkan dan ditahan di Kutacena, Aceh.

Di zaman Jepang, Chatib Sulaiman mendirikan Laskar Rakyat (Giyugun) untuk mempertahankan tanah air. Giyugun sama dengan Pembela Tanah Air (PETA) di Jawa. Menurutnya, “Tiap usaha harus mendidik. Mendidik kepada rakyat kita bahwa Giyugun itu adalah anak kita, mereka adalah kepunyaan kita. Jiwanya tidak boleh tergadai kepada Jepang. Pendidikan Giyugun tidak boleh dikuasai oleh orang kaya. Seluruh bangsa kita harus merasakan bahwa ia lah yang membiayai pendidikan anaknya itu. “

Chatib Sulaiman terpilih sebagai Wakil Ketua Cuo Sangi Kai atau Shu Sangi In (Dewan Pertimbangan Karesidenan) mendampingi Moh Sjefei. Organisasi tersebut menggembleng pemuda-pemuda harapan bangsa dalam organisasi separoh militer Seinnendan (Gerakan Pemuda). Chatib Sulaiman mengatakan, “Kita harus memegang pemuda. Hanya dengan pemudalah suatu bangsa bisa timbul, dan tanpa pemuda pula suatu bangsa akan tenggelam.”

Dalam masa Perang Kemerdekaan, Chatib Sulaiman adalah pejuang yang teguh pada prinsip bahwa Proklamasi harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan, “Kita harus menghadapi situasi yang mahahebat. Karena itu seluruh rakyat harus jadi tentara. Seluruh rakyat tanpa kecualinya jadi prajurit. Tiap dusun harus jadi benteng pertahanan. Tiap rumah harus jadi intenden, jadi tempat perbekalan perang, perang kemerdekaan.” tegasnya.

Pemikir militer Brigjen TNI (Purn) Dr. Saafroedin Bahar dalam buku Etnik, Elite, dan Integrasi Nasional: Minangkabau 1945 – 1984, Republik Indonesia 1985 – 2015 menyimpulkan; Chatib Sulaiman adalah tokoh pemersatu elite sipil dan elite militer daerah. Dalam perjuangan kemerdekaan diperlukan seorang solidarity maker yang mampu menyatukan para tokoh elite untuk dapat mengambil keputusan secara efektif. Untuk tingkat daerah Sumatera Barat, Chatib Sulaiman adalah figur yang secara potensial dapat mendekatkan tokoh-tokoh elite Minangkabau yang terpecah-belah.

Saafroedin Bahar lebih jauh mengemukakan, Chatib Sulaiman dekat dengan alim ulama, antara lain Hamka. Kemampuannya berkomunikasi dengan para alim ulama dipandang penting, terutama mengingat besarnya pengaruh agama dalam masyarakat Minangkabau. Sebagai pemimpin, ia lebih senang berada dalam masyarakat, berkeliling memberikan semangat serta mempersiapkan perang gerilya di tengah rakyat. Dari segi konsepsi dan strategi perang, peranan Chatib Sulaiman adalah gabungan dari visi strategis Simatupang dan kepemimpinan Nasution untuk daerah Sumatera Barat. Ia adalah bapak perang rakyat semesta untuk daerah ini.


Tugas Negara di Masa Revolusi

Chatib Sulaiman terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sumatera Barat. Ia sempat menghadiri Sidang Pleno KNIP di Malang, Jawa Timur. Pada tahun 1946 ia diangkat menjadi Kepala Jawatan Kemakmuran Sumatera Barat. Setahun kemudian memimpin Front Pertahanan Nasional (FPN), mendampingi Hamka (Buya Hamka). FPN didirikan untuk menyatukan dan mengkoordinir laskar-laskar rakyat yang dibentuk oleh partai-partai politik. Ia kemudian menginisiasi pembentukan organ pertahanan sipil Barisan Pertahanan Nagari/Kota disingkat BPNK. Chatib Sulaiman dipercaya menjadi Asisten Gubernur Militer Mr. Sutan Mohd. Rasjid.

Sejarah mencatat peran kepemimpinan dan tindakan perjuangan Chatib Sulaiman yang heroik sebagai Ketua Front Pertahanan Nasional (FPN) dan Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD) di masa PDRI sewaktu Agresi Militer Belanda II atau Perang Kemerdekaan II. Tugas sebagai Ketua MPRD Sumatera Barat di tengah Perang Kemerdekaan tahun 1948 menjadi “tugas terahir” yang diembannya.

MPRD menghimpun segala kekuatan di masyarakat dalam hal ini rakyat sipil untuk mempertahankan kedaulatan negara. Chatib Sulaiman membentuk secara berjenjang Markas Pertahanan Rakyat Kecamatan (MPRK) guna mempersatukan kekuatan yang ada di tingkat Kecamatan. Juga mendirikan Badan Pertahanan Nagari dan Kota (BPNK) sebagai kesatuan seluruh pemuda di tingkat nagari/kota untuk mempertahankan dan menyelamatkan nagari/kota masing-masing.

Dalam pembentukan Provinsi Sumatera Tengah tahun 1948 – 1957, Chatib Sulaiman berperan sebagai Panitia Desentralisasi. Ia mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk rancangan usulan badan otonomi hingga melahirkan Provinsi Sumatera Tengah. Provinsi Sumatera Tengah kemudian diubah menjadi Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957.

Gugur Mempertahankan Kemerdekaan

Pada Jumat malam 14 Januari 1949 Chatib Sulaiman selaku Ketua MPRD memimpin rapat rahasia untuk membicarakan konsolidasi perjuangan PDRI. Rapat diadakan di lembah “Lurah Kincia” Nagari Situjuh Batur, Kabupaten Lima Puluh Kota. Rapat konsolidasi perjuangan di Situjuh Batur berakhir pukul 02.30 WIB dini hari.

Hikmat Israr dalam buku Chatib Sulaiman Sosok Putra Minang yang Berjuang dan Gugur untuk Kemerdekaan Indonesia mencatat hampir semua yang istirahat di Lurah Kincia gugur seketika. Akibat ulah penghianat bangsa, tentara Belanda menyergap dan menembak para pejuang yang sedang beristirahat. Peristiwa yang dapat disebut sebagai “pembantaian” oleh tentara Belanda itu terjadi pada pukul 05.00 WIB.

Dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Minangkabau/Riau, (Ahmad Husein, dkk, 1992) terungkap pada peristiwa Situjuh Batur gugur 69 orang pejuang, terdiri dari 18 orang pimpinan gerilya Sumatera Barat beserta staf dan 51 orang anggota Badan Pengawal Nagari dan Kota. Menurut saksi mata, di tangan Chatib Sulaiman masih memegang buntalan surat-surat dan instruksi Gubernur Militer Sumatera Tengah. Dokumen tersebut dibungkusnya dengan kain sarung dan dipertahankan sampai detik terakhir nyawanya agar tidak tercecer atau jatuh ke tangan musuh yaitu tentara Belanda. Jenazah Chatib Sulaiman dan para pejabat sipil dan militer yang gugur di tempat kejadian peristiwa dikebumikan di lokasi. Wakil Presiden Mohammad Hatta tahun 1950-an datang menziarahi Makam Pahlawan Situjuh Batur.

Sahabat seperjuangannya Leon Salim (wafat tahun 2000) menggambarkan sosok Chatib Sulaiman dalam bukunya, “Chatib Sulaiman Perintis, Pendidik, Pejuang, Pahlawan. Dari anak drop-out SMP sampai syahid dibunuh Belanda. Liku-liku jalan hidupnya memang unik. Unik dan luar biasa. Tersendat di kiri ia muncul di kanan. Tersendat di kanan ia menciut ke belakang. Tertahan di belakang ia meliuk ke muka. Tersumbat di muka ia menyelinap ke bawah. Tertumpu di bawah ia muncul di udara. Pahlawan yang tetap sederhana. Tetap melarat bersama-sama rakyat banyak. Pemimpin yang selalu tegak di depan. Perencana yang berpandangan jauh ke depan. Pengabdi yang ikhlas. Pembela Rakyat yang ber-Kedaulatan Rakyat. Setiap orang mengakuinya. Semoga arwahnya ditempatkan Ilahi dalam surga Jannatun Na’im sebagai Syuhada.”


Sangat mengharukan puisi yang ditulis Buya Hamka mengenang sahabatnya Chatib Sulaiman yang gugur (syahid) di medan juang membela kemerdekaan Indonesia, dikutip dari buku Khatib Sulaiman oleh Leon Salim (1987), sebagai berikut:

MENGENANG Sdr. CHATIB SULAIMAN
Gugur (Syahid) Di Situjuh Payakumbuh 15 Januari 1949

Di dalam rimba belukar sunyi
Di dalam ngembara seorang diri
Dari kampung menuju kampung
Mendengar genta kerbau di padang
Mendengar kokok ayam di ladang
Temanmu teringat akan wajahmu
Tinggi besar badan semampai
Mata tenang penuh harapan!

Suara meriam deru menderu
Bergetar mustang di udara lapang
Runding bersela dengan senapang
Saudara CHATIB tak ada lagi
Tapi arwahmu beserta kami

Lusuh surat yang kau kirimkan
Basah tersiram di air hujan
Belum sempat aku membaca
Kabar syahidmu yang aku dengar

Kubuka kembali sampul suratmu
Insya Allah kita kan menang
Di kampung sunyi jauh di dusun
Mengawal pemuda gagah perkasa
Tiap tenaga telah tersusun
CHATIB SULAIMAN EMPUNYA RASA

Dalam menuju kemenangan pasti
Wajahmu KHATIB tetap terkenang
Kuhadap kemuka teguhkan hati
Hapus airmata walaupun berlinang

Walau bak mana jalan rundingan
Putusan hanya di tangan kita
Pegang kata ambil pedoman
Jangan dirintang fatamorgana

Wahai tuan LURAH SITUJUH
Tolong pelihara PAHLAWAN kami
Intan mutiara permata tujuh
Hadiah ke IBU penyubur bumi

Tentang Penulis

Avatar photo

Fuad Nasar

Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Agama RI, pernah menjabat Sesditjen Bimas Islam.

Tinggalkan Komentar Anda