Unjuk rasa yang dilakukan warga Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis,Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat terhadap Gubernur Sumatera Barat yang berlangsung selama 5 hari dari 31 Juli hingga 5 Agustus 2023 lalu mendapat perhatian luas dari publik.
Aksi pengungkapan rasa kecewa warga yang berjumlah 1500 orang tersebut untuk meminta gubernur Sumbar Mahyeldi mencabut usulan Proyek Strategis Nasional (PSN) kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Proyek yang terkait dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) didirikan di atas lahan seluas 30.162 Ha.
Unjuk rasa berlangsung di kantor Gubernur Sumatera Barat, Padang, warga ingin bertemu langsung dengan gubernur Mahyeldi, namun gagal. Unjuk rasa sempat ricuh karena warga sempat bertahan di Masjid Raya Sumbar beberapa malam, dan dipaksa kembali ke kediamannya masing-masing ke Air Bangis.
Dalam demo unjuk tasa tersebut sempat terjadi insiden karena aparat masuk ke masjid tanpa menanggalkan alas kaki. Bahkan dalam kasus tersebut ada 17 warga Air Bangis yang ditangkap, namun kemudian dilepaskan.
Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Suhayono bahkan mengungkapkan, sedang memburu 8 orang yang menjadi donatur aksi unjuk rasa tersebut. Suharyono menjelaskan, ke delapan orang tersebut adalah pemilik lahan di Air Bangis yang ketakutan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) di Air Bangis.
Menurut Suharyono, lahan yang mereka kuasai berkisar 10 hektare, 20 hektare dan 70 hektare.
Mencermati kasus unjuk rasa warga Air Bangis, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang Membidangi Hukum dan HAM dan Hikmah Dr.HM Busyra Muqoddas, SH,M.Hum, mengatakan bahwa kasus yang terjadi di Air Bangis merupakan konflik agraria antara masyarakat setempat dengan pemerintah provinsi.
Mengutip pernyataan Komnas HAM, Busyro mengatakan, pentingnya ditekankan upaya penyelesaian berdasarkan prinsip hak asasi manusia berupa cara-cara persuasif dan dialogis dari pada tindakan kekerasan.
Menurut mantan Ketua KPK ini, pemerintah beserta aparat kepolisian harus menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga Air Bangis yang tinggal di atas lahan 30.162 Ha sehingga mereka masih bisa kembali ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk pemanfaatan hasil alam sebagai mata pencaharian hidup.
” Karena iru, aparat pemerintah yang masih berada di sekitar lahan masyarakat, untuk dapat ditarik agar situasi intimidasi hilang dari pandangan masyarakat,” tegasnya.
Busyro menambahkan, mengedapankan cara-cara damai dalam bermusyawarah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,dan masyarakat adat setempat untuk mencari solusi terbaik tanpa adanya tindakan kekerasan.
” Pelibatan masyarakat secara luas menjadi kunci utama dalam penyelesaian konflik agraria ini dengan tetap mempertimbangkan aspek analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan dampak perekonomian terhadap masyarakat setempat,” terangnya.
Busyo Muqoddas mengungkapkan, Muhammadiyah Sumatera Barat telah membentuk Tim 13 yang diketuai oleh Ki Jal Atri Tanjung,S.Pd,SH, MH yang bertugas melakukan kajian, investigasi, dan pencarian fakta terhadap kasus konflik agraria ini dan terbuka untuk kerjasama dengan berbagai pihak.
” Muhammadiyah mengajak kepada pemerintah dan semua pihak untuk melakukan pendampingan terhadap warga Air Bangis yang terdampak sehingga mereka mendapatkan keadilan secara hukum dan politik sebagai warga negara Indonesia,” pungkasnya.