Ads
Cakrawala

Buya Hamka tentang Kewajiban Hijrah (2): Pertalian Iman dengan Hijrah

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Atau hijrah sebagai hijrahnya Nabi Musa. Memilih sendiri meninggalkan kampung-halaman, negeri Mesir, dan hijrah ke negeri Madyan. Sebab kalau dia tetap juga di Mesir dia pasti ditangkap oleh alat-alat kekuasaan Fir’aun, karena beliau telah bersalah: seorang mati karena pukulan beliau.

Setelah sepuluh tahun hijrah itu, dan setelah umurnya genap buat memikul tanggung-jawab, memikul Risalah, menjadi Rasul, beliau pun kembali ke Mesir. Yaitu melakukan dakwah yang bercabang dua, yang keduanya sama pentingnya dan yang satu bertali dengan yang lain.

Pertama, dakwah kepada Fir’aun, agar membebaskan Bani Israil dari perbudakan. Kedua, dakwah kepada Bani Israil agar memerdekakan jiwa dari menghambakan diri, menjadi budak hamba -sahaya yang hina dari Fir’aun. Karena kalau jiwa itu sendiri masih jiwa budak, walaupun mereka telah dibebaskan dari Fir’aun, namun mereka akan sedia lagi menerima perbudakan dan perhambaan yang baru! Dan ini baru dapat ditegaskan apabila akidah tauhid telah berurat-berakar dalam sanubari!

Oleh sebab itu, maka di dalam Al-Qur’an bertemu beberapa ayat yang menjelaskan pertalian antara iman dan hijrah, keterangan ini bertemu di dalam ayat 218 surat Al-Baqarah:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjuang pada jalan Allah… orang-orang itulah yang mengharap akan rahmat Allah.”

Ayat seperti di atas bertemu di dalam surat ketujuh, Al Anfaal, ayat 8, bertemu dalam surat kesembilan, At-Taubah, Ayat 20 dan beberapa ayat yang lain, yang jelas sekali menyatakan bahwasanya keteguhan iman membawa konsekuensi hijrah.

Sampai dijelaskan juga di dalam Al-Qur’an bahwasanya orang yang tidak mau hijrah, dan lebih suka menderita penghinaan dan penganiayaan di tempat tinggal mereka yang mempertahankan yang batil itu, sampai dia meninggal pun akan dituntut pertanggungan-jawab kepada mereka, mengapa tidak mau hijrah. Ini jelas tersebut di dalam Surat An-Nisa, ayat 97.

“Sesungguhnya orang-orang yang ditemui oleh malaikat (sesudah wafatnya), dalam keadaan aniaya kepada diri sendiri,” lalu mereka (malaikat itu) bertanya: ’Bagaimana keadaanmu jadi begini?’” Lalu mereka menjawab: ’Kami ini adalah orang-orang yang telah lemah tak berdaya di muka bumi.” Berkata (malaikat itu} “Bukankah bumi Allah ini lapang, lalu kamu berhijrah padanya? Maka tempat kediaman mereka adalah jahanam, sejahat-jahat tempat kesudahan.”

Dalam ayat ini ditegaskan bahwasanya orang yang telah mempunyai akidah dan keyakinan hidup yang telah teguh, wajiblah selalu berusaha mempertahankan akidah itu, walaupun untuk itu dia terpaksa mesti hijrah. Kalau ditahannya juga di tempat kediaman itu, yang di sana dia tidak dapat berbuat apa-apa, dia lemah dan tidak berdaya apa-apa, Tuhan akan menuntutnya. Mengapa dia tidak mau pindah saja ke tempat lain, yang di sana dia dapat lebih mempertahankan akidah itu. (Bersambung)

Penulis: Prof. Dr. Hamka.
Sumber: Panji Masyarakat, 11 September 1986

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda