Dalam Bahasa Indonesia “gemilang” berarti bersinar terang.
Belakangan ada orang bernama “Panji Gumilang ”, pendiri Pesantren Al-Zaytun” di Indramayu, Jawa Barat, tampaknya bakal bernasib gelap gulita, karena menafsirkan syariat dan akidah Islam sewenang-wenang dan menyimpang. Tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dianut mayoritas (main stream) muslimin di Indonesia dan di dunia. Hal-hal yang dianggap menyimpang itu, antara lain:
- Tidak mengakui Al-Qur’an sebagai “kalamullah” (firman Allah), melainkan ucapan Nabi Muhammad Saw. yang ditulis oleh pengikut-pengikutnya, sebagai Al-Qur’an.
- Umat Islam, Yahudi dan Kristen tergolong ummat yang menganut agama “samawi”, agama yang diwahyukan dari langit (bukan penyembah berhala, matahari, batu dan pohon besar dan lain-lain, seperti umat-umat sebelumnya). Mengapa, kata Panji Gumilang, tiga agama ini tidak “dipersatukan saja” supaya Indonesia menjadi negara yang bersatu, aman dan damai. Rupanya Panji Gumilang tidak menyadari bahwa tiga agama ini, tidak mempunyai syariat dan aqidah yang sama. ( Dalam agama samawi, Al-Qur’an adalah kitab suci untuk agama Islam, Taurat untuk agama Yahudi dan Injil untuk agama Kristen)
- Wanita diperbolehkan menjadi imam pada saat sembahyang di depan laki-laki karena kedudukannya sama dan sederajat, juga boleh menjadi khatib sembahyang Jumat dengan alasan yang sama. Dalilnya dalam Al-Qur’an, kata Panji Gumilang, karena Al-Qur’an setiap kali menyebutkan “muslimina wal-muslimat, walmukminina wal-mukminat” bersamaan. Panji berpendapat demikian itu “ katanya untuk meningkatkan derajat wanita”. Namun pada pernyataan lain, Panji Gumilang merendahkan derajat wanita dengan berpendapat bahwa berhubungan seksual dengan perempuan, (tidak melalui pernikahan) , diperbolehkan, asalkan si laki-laki menyantuni mereka dengan memberi uang yang cukup banyak. Dalilnya dalam Al-Qur’an, sesuai tafsir dia sendiri, yaitu “Wa’asyiruhunna bil ma’ruf” (Artinya, pergaulilah mereka dengan berbuat baik). Ayat ini sebenarnya mengatur hubungan suami-istri.
- Mengapa orang Indonesia membayar jutaan rupiah pergi berhaji dan ingin mati di Mekkah dan meninggalkan “tanah sucinya sendiri yang sejati”. Selanjutnya dia mengatakan bahwa berhaji itu tak perlu ke Makkah melainkan bisa dilakukan di Indramayu, tanah air sendiri.
- Panji Gumilang pernah mengatakan bahwa Masjid-masjid di Indonesia itu adalah tempatnya orang putus asa dan orang pelit, karena baru duduk saja sudah disodori kaleng-kaleng kosong untuk diisi uang, bukan bantuan yang nilainya berarti. Masjid yang benar itu sesungguhnya ada di Vatikan di Roma, Italia. Di sana disediakan Kamar Renungan Khusus untuk semua agama untuk bersembahyang sesuai kepercayaan masing-masing.
- Menko Polhukam beberapa kali di TV nasional maupun di media sosial mengatakan bahwa diduga ada aspek pidananya dalam kasus Panji Gumilang ini. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Bareskrim Polri kemudian yang sudah viral di beberapa TV nasional dan media sosial. Namun kita tidak boleh terburu-buru menangkap dia sebagai tersangka karena harus dibuktikan melalui proses hukum.
Demikianlah kira-kira beberapa poin pendapat Panji Gumilang yang nyeleneh mengenai agama Islam dan yang menimbulkan kontroversi dan kegaduhan yang tersebar di kalangan rakyat saat ini. Demo kontra dan demo pro sudah terjadi.
Penulis kadang-kadang bingung juga melihat gerak-gerik dan kelakuan Panji Gumilang ini yang mengaku Islam, dan minta dipanggil “Syekh” serta bernama lengkap “, tetapi dalam pernyataan-pernyataannya selalu memusuhi Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengabaikan beberapa tradisi Islam yang dicontohkan dalam hadis Rasulullah Saw. Sebaliknya dia memuji Vatican, mempopulerkan lagu Yahudi kepada santrinya, mengeritik orang Indonesia yang ingin meninggal di tanah suci Makkah, tidak mewajibkan salat degan dalih seperti keadaan Makkah sebelum turun kewajiban salat.
Penulis belum mau menanggapi beberapa pendapat masyarakat mengenai keterlibatan Paji Gumilang dalam usaha pendirian Negara Islam (NII) yang dituduhkan kepadanya oleh beberapa mantan pengikutnya. Sampai sekarang, kata sumber berita itu, Panji Gumilang masih menjadi pimpinan NII, tetapi menggunakan Pondok Pesantren Al-Zaytun sebagai bungkusnya. Dia sebenarnya masih tetap terkait dengan organisasi itu. Juga penulis belum mau menanggapi kepemilikan Panji Gumilang atas 256 rekening atas nama pribadi dan 33 lainnya atas nama Pesantren Al-Zaytun. Hal itu sedang dalam penyelidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polisi.
Umat Islam dan bangsa Indonesia umumnya sangat menghormati dan sangat toleran terhadap pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Hal itu dibuktikan dengan pembentukan suatu negara oleh leluhur-leluhur bangsa yang berdasarkan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 dan logo kebangsaan Bhineka Tunggal Ika. Tetapi mereka marah bila agamanya dihina dan dinista orang.
Nah, Sekarang kita bertanya siapa Panji Gumilang itu dan kemana Pesantren Al-Zaytun akan dibawa dan dipergunakan selanjutnya. Dalam wawancara di media, beberapa mantan pengikut dan mantan pegawai Al-Zaytun mengeluhkan sikap Panji Gumilang sebagai tokoh diktator, kejam dan mau menang sendiri dan suka memeras orang tua santri dan pengikut-pengikutnya dengan membayar iuran infaq secara rutin yang mahal, sehingga bayak dari mereka yang tidak sanggup melunasinya. Dalam hal ini, bila pengikut itu punya santri yang bersekolah di Ponpes Al-Zaytun, maka anak-anak mereka ditahan dan tidak boleh pulang ke rumah sebelum orang tuanya membayar infak mereka. Ini adalah pengakuan beberapa mantan Pengurus Wilayah Al-Zaytun yang sudah bekerja puluhan tahun di pesantren tersebut dan beritanya sudah viral di TV nasional maupun dalam media sosial.
Kasus Panji Gumilang yang kontroversial, baik dalam penistaan agama maupun keterlibatannya dalam NII serta kepemilikannya atas sejumlah rekening yang fantastis besarnya, masih terus dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Beberapa saksi ahli, pejabat sipil maupun kepolisian masih bekerja keras untuk membongkar kasus ini. Maka kita sebagai warga negara yang taat hukum, tidak boleh keburu-buru memvonis warga lainnya sebagai tersangka dan menangkapnya tanpa proses hukum dan undang-undang yang berlaku. Kasus ini harus diproses secara hati-hati, mengingat sensitifnya masalah ini yang bisa menimbulkan kegaduhan dan distabilitas keamanan nasional.
Jakarta, 10 Juli 2023.

Penulis: Hamid Alhadad, M.A., Duta Besar RI untuk Republik Aljazair (191-1994) dan untuk Kerajaan Kamboja (1997-2000).