Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sayidina Umar bin Khattab diceritakan bahwa Malaikat Jibril menyamar sebagai seorang laki-laki dan bertanya kepada Rasulullah, “Apakah Islam itu? Nabi menjawab, Islam ialah engkau ucapkan bahwa tidak ada Tuhan melainan Allah dan Muhammad pesuruh-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadan, naik haji kalau mampu.”
Kemudian Jibril bertanya lagi, “Apakah Ihsan? Nabi menjawab, “Ihsan adalah bahwa engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Dia. Walaupun engkau tidak melihat Dia, namun Dia tetap melihat engkau.”
Dari hadis di atas dan juga pendapat para ulama disimpulkan bahwa Islam itu terdiri dari tiga unsur yang amat penting, yaitu Iman, Akidah dan Tauhid, kedua, Islam, amal saleh, dan ketiga Ihsan, tata cara ibadah yang sebaik-baiknya yang juga sering disebut akhlak.
Jika diibaratkan sebatang pohon maka ilustrasinya adalah sebagai berikut. Iman adalah uratnya, Islam adalah pohonnya, dan agar ia tetap tumbuh subur dipupuk dan disiram dengan Ihsan. Tiga hal inilah ysng berjalin berkelindan membentuk jalan lurus yang disebut ajaran Islam.
Dari tiga hal di atas maka Ihsan, menurut Prof. Dr. Rachmat Djatnika, dikenal dengan sebutan akhlak mulia yang amat menentukan kualitas amal seseorang. Yakni, melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada yang mempunyainya, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluk, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. Dilakukan dengan sebaik-baiknya seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah, harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya, sehingga perbuatan itu benar-benar dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
Sebagai contoh atau suri tauladan bagi manusia bagaimana akhlak yang mulia itu adalah perilaku kehidupan Rasulullah. Ini sesuai dengan pertanyaan sahabat yang disampaikan kepada isteri Rasulullah yaitu Siti Aisyah, “Bagaimana akhlak Nabi sehari-hari? Aisyah menjawab, “Akhlak Rasulullah itu Al-Qur’an.”
Maksudnya, akhlak Rasulullah itu mempraktekkan ajaran Al-Qur’an tentang perintah, larangan, janji dan ancaman. Jadi, Al-Qur’an menjadi norma akhlak Islamiyah yang dipraktekkan Rasulullah.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 bahkan dikatakan Rasulullah itu merupakan suri tauladan (uswatun hasanah). ” Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Kemudian dalam surat Al-Qalam ayat 4 Nabi disebut sebagai orang yang memiliki budi pekerti yang agung,” Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Dengan demikian Ihsan itu suatu hal yang amat fundamental dalam ajaran Islam dimana setiap muslim harus berusaha untuk mencapainya. Dalam hal ini–sebagaimana kata Buya Hamka– cukup luas lapangan yang bisa diamalkan seseorang untuk meraih predikat Ihsan tersebut. Namun, secara garis besar disebutkannya Ihsan bisa dibagi empat.
Pertama, Ihsan Allah kepada hambanya, yaitu Allah mengkurniai hambanya dengan nikmat, rahmat dan perlindungan-Nya. Kedua, Ihsan makhluk kepada Allah, yaitu makhluk beribadah kepada Allah dengan tulus dan ikhlas seakan melihat Allah, kalau tidak bisa maka ia yakin Allah yang melihat dirinya. Ketiga, Ihsan sesama makhluk yakni berbuat kebajikan sesama makhluk. Keempat, Ihsan kepada diri sendiri yaitu senantiasa meningkatkan budi pekerti dan memperbanyak amal kebaikan.
Ulama mengatakan bahwa Ihsan itu timbul dari hati yang suci dan bersih. Sedangkan faktor yang mendasari manusia berperilaku Ihsan itu di antaranya adalah, adanya semangat cinta dalam diri manusia untuk saling tolong menolong dan berkorban dengan ikhlas.
Kemudian ulama juga menyebutkan, adanya perasaan bersama dalam diri manusia bahwa ia bersaudara dan berasal dari keturunan yang sama Adam dan Hawa, sekalipun berbeda warna kulit, ras, bangsa dan tempat tinggal.
Selanjutnya, adanya kebutuhan dalam diri manusia untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan yang lain, untuk itu mereka rela berkorban agar terjalin silaturahim dan persahabatan.
Seterusnya, adanya tantangan, beban dan masalah bersama yang perlu diatasi sehingga tercipta kerjasama untuk menanggulanginya.
Bagi orang yang telah meraih predikat Ihsan maka tercermin dalam kehidupannya yang antara lain ditandai, bukan hanya sekedar liv-service atau pandai berkata-kata, tetapi dibuktikan dengan amal perbuatan. Seorang yang mengatakan memiliki rasa iba kepada orang miskin, tapi tidak mau berkorban memberikan hartanya bukanlah ia seorang yang mempraktekkan sikap Ihsan. Ihsan haruslah srsuai ucapan dan perbuatan.
Seorang yang berperilaku Ihsan juga memiliki sikap yang legowo, ikhlas dan senang melihat kemajuan orang lain, tidak memiliki sikap iri, dengki atau hasad, sebaliknya ia dengan senang hati dan mau membantu, bahkan berkorban agar orang lain bisa mulus meraih kesuksesan.
Juga seorang yang Ihsan tidak memiliki rasa dendam, mampu menahan diri dari cercaan atau makian orang, dan pemaaf. Ia menghadapi orang-orang yang berperilaku demikian dengan sabar, sehingga lawannya sadar dengan kekhilafannya.
Marilah kita membudayakan akhlak Ihsan dalam kehidupan yang galau dan pancaroba ini?