Dari tulisan-tulisan para sahabat dan para yunior binaan Almarhum dalam buku ini, tergambar kesaksian-kesaksian kita semua tentang kehebatan, keunggulan, dan kelebihan K.H. Ali Yafie sebagai seorang pribadi Muslim yang kaffah.
Syukur alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt atas penerbitan buku tentang K.H. Ali Yafie ini. Kita kembali mendoakan kiranya Allah Swt. telah menempatkan arwah almarhum K.H. Ali Yafie di tempat terbaik di sini-Nya.
Karena kita semua, terutama para penulis dan pemberi kesaksian dalam buku ini, menjadi saksi bagaimana seorang K.H. Ali Yafie selama hidupnya penuh dengan pengabdian, amal jariahnya sangat banyak. Ilmu yang ia sebarkan untuk pencerdasan dan pencerahan bagi segenap khalayak yang luas juga sangat melimpah.
Begitu juga anak cucu almarhum, baik anak-cucu biologis, anak-cucu ideologis, maupun anak-cucu intelektual Almarhum yang sangat banyak. Semua siap terus menerus berdoa untuk Almarhum. Ketiganya, yaitu amal jariah, ilmu yang memberi manfaat bagi sesama, dan doa anak-cucu, insya Allah, akan terus mengalirkan pahala bagi almarhum di alam barzah.
Seperti itulah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yaitu, “Idza maata ibnu adam, inqatha’a amaluhu, illa min tsalatsin, shadaqotin jariyah, auw ilmin yuntafa’u bihi, auw waladin sholihin yad’ulahu.” (Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya di dunia, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang memberi manfaat, dan doa anak yang saleh). H.R. Muslim.
Karena itu, kita semua yakin bahwa Almarhum memang sungguh-sungguh orang yang beruntung dan sekarang ini sudah berada di tempat terbaik di sisi Allah Swt. Tinggal kita yang masih hidup ini, yang pada saatnya juga akan mendapat giliran dipanggil oleh Allah Swt., bagaimana meneladani semua kebaikan almarhum, dan melanjutkan impian dan perjuangan almarhum yang belum selesai.
Dari tulisan-tulisan para sahabat dan para yunior binaan Almarhum dalam buku ini, tergambar kesaksian-kesaksian kita semua tentang kehebatan, keunggulan, dan kelebihan K.H. Ali Yafie sebagai seorang pribadi Muslim yang kaffah.

Jimly Asshiddiqie bersama Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid pada acara peluncuran buku untuk mengenang K.H. Ali Yafie
Saya sendiri pun pernah sangat dekat dengan almarhum. Ketika almarhum K.H. Hasan Basri menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan almarhum K.H. Ali Yafie sebagai Wakil Ketua, saya pernah dipercaya sebagai sekretaris 2 bersama Pak Dr Amin Aziz sebagai Sekretaris 1, dan almarhum Bapak Prodjokusumo sebagai Sekretaris Umum. Maka dalam pelaksanaan tugas saya, banyak sekali berhubungan dengan K.H. Ali Yafie.
Bahkan ketika K.H. Abdurrahman Wahid kembali menjadi Ketua Umum PB NU, dan K.H. Ali Yafie sebagai pelaksana Rais Aam, menggantikan K.H. Achmad Siddiq yang wafat pada awal 1991, pernah ada masalah di antara Almarhum dengan Gus Dur dalam urusan SDSB, sehingga Almarhum mengundurkan diri dari Rais Aam. Bahkan tidak mau lagi dipilih menjadi Ketua Umum MUI.
Oleh peserta Munas MUI, Pak K.H. Amidhan dan saya ditugasi untuk membujuk KH Ali Yafie agar bersedia meneruskan kedudukannya sebagai Ketua Umum MUI. Beliau sudah menyatakan menolak. Alasannya adalah Ketua Umum MUI pasti harus berhubungan dengan Presiden yang ketika itu dijabat oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Namun, kami berdua tidak berhasil menemui beliau ketika itu. Sampai sekarang saya sendiri tidak tahu dimana beliau berada. Kami bolak-balik ke rumah beliau, selalu dijawab oleh istri beliau bahwa Pak Kiai tidak ada di rumah. Hingga meninggal dunia, saya belum sempat menanyakan mengenai hal itu kepada beliau
Ini semua menggambarkan keteguhan hati dalam berprinsip. Tidak banyak tokoh yang hidup dengan prinsip yang sangat teguh seperti K.H. Ali Yafie sebagai cermin teguhnya keimanan beliau kepada Allah dan kepada Hari Akhir.
Pada sekitar tahun 1980-an dan 1990-an, tokoh-tokoh pembaharu pemikiran Islam sering berkumpul berdiskusi mengenai banyak hal yang menyangkut isu keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan. Saya ikut terlibat sebagai salah seorang peserta paling muda.
Nurcholish Madjid (Cak Nur), Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mas Utomo Dananjaya, dan bang Eki Syachruddin adalah di antara tokoh-tokoh pergerakan yang sangat aktif, sehingga terbentuk kelompok yang ketika itu disebut sebagai Majelis Reboan. Kelompok ini pada setiap bulan Ramadan biasa mengadakan forum yang bersifat khusus, yang biasanya diadakan hari Jumat malam atau Sabtu malam. Dalam setiap Ramadan, forum diskusi biasanya diadakan empat kali atau seminggu sekali. Peserta aktif yang biasa hadir rutin adalah orang-orang khusus, yaitu Cak Nur, Gus Dur, Dr. Quraish Shihab, Dr. Alwi Shihab, Djohan Effendi, Eki Syachruddin, Utomo Dananjaya, Dawam Rahardjo, Moeslim Abdurrahman, Jalaluddin Rakhmat, dan lain-lain. Bahkan ketika sedang berada di Jakarta, Dr. Ahmad Syafii Maarif juga sering ikut diskusi.
Selama beberapa tahun secara rutin setiap kali Ramadan, kami mengadakan diskusi. Biasanya dimulai sesudah tarawih, dimulai sekitar pukul 21 WIB hingga sahur dan salat subuh. Dapat dibayangkan diskusi di antara tokoh-tokoh intelektual lulusan luar negeri yang hebat-hebat semua berkumpul, dan selalu dihadiri K.H. Ali Yafie yang bertindak sebagai pembicara terakhir, yang merangkum materi diskusi dan membuat semacam kesimpulan.
Sering kali materi diskusinya ngalor-ngidul kemana-mana, tetapi di akhir diskusi, K.H. Ali Yafie selalu menyampaikan rangkumannya yang sangat memuaskan dan bahkan mengagumkan bagi para peserta yang terdiri atas ilmuwan-ilmuwan hebat itu. Apalagi saya, peserta paling muda, selalu terkagum-kagum dengan rangkuman dan kesimpulan yang disampaikan oleh K.H. Ali Yafie secara lisan, tanpa membuat catatan sama sekali.
Karena itu, dari segi ilmu, almarhum K.H. Ali Yafie adalah ulama dan intelektual yang sangat hebat dan luar biasa. Dari segi keteguhan sikap dan pendirian juga sangat mengagumkan. Bahkan selalu memberi solusi yang realistis atas semua masalah yang dikonsultasikan kepadanya.
Saya pernah menjadi salah seorang pengajar di As-Syafi’iyah, dan menjadi Wakil Direktur bidang Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Wiraswasta As-Syafi’iyah, dibantu Pak Probosutedjo. Kemudian menjadi pendiri Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah pada tahun 1984, ketika K.H. Abdullah Syafi’I sudah mulai sakit-sakitan. Ketika itu, saya dipanggil K.H. Abdullah Syafi’I untuk meminta bantuan kepada K.H. Ali Yafie, mempersiapkan perhitungan pembagian warisan yang akan beliau tinggalkan dengan pesan, agar dibedakan antara warisan keluarga dan warisan perjuangan.
Maka saya menghadap K.H. Ali Yafie, dan beliau dengan senang hati memenuhi permintaan K.H. Abdullah Syafi’i dengan catatan, saya bertugas sebagai sekretaris. Ini agar soal-soal teknis perhitungan waris itu dapat disusun dengan baik. Maka, jadilah kami berdua membantu penyelesaian warisan perjuangan dan warisan keluarga almarhum K.H. Abdullah Syafi’i itu.
Dalam melaksanakan tugasnya, K.H. Ali Yafie sangat arif dan bijaksana. Sehingga ketika saya melaporkan semua hasilnya kepada K.H. Abdullah Syafi’ie dalam pertemuan bertiga dengan beliau, K.H. Abdullah Syafi’i langsung setuju, karena sangat percaya kepada Bapak K.H. Ali Yafie.
Itulah di antara sedikit pengalaman pribadi saya dengan almarhum K.H. Ali Yafie, yang kita idolakan sebagai ulama teladan, intelektual Muslim yang sangat patut dicontoh.
Sekali lagi kita doakan segala yang terbaik untuk almarhum. Kiranya beliau telah mendapatkan tempat terbaiknya di sisi Allah Swt.
Penulis: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Mantan Ketua Umum ICMI.
[Data Buku. Judul: K.H. Ali Yafie Membumikan Pesan Langit, Tapak Perjuangan, Catatan dan Kesan para Sahabat, Murid, dan Keluarga. Penulis: B. Wiwoho, et.al; Editor: A. Suryana Sudrajat;
Penerbit: Panji Masyarakat Multimedia Nusantara (Panjimas Book); Telepon 0831-5916-1521;
Website: panjimasyarakat.com dan panjimasbook.com]