Ajaran Islam pastilah menekankan umatnya untuk meningkatkan kualitas beribadahnya. Apabila kualitas ibadah kepada Allah dilakukan dengan baik, bukan saja kehidupan akhirat yang akan diperoleh dengan bahagia dan selamat, tetapi juga kehidupan dunia akan dinikmati dengan sejahtera.
Hadis Nabi menyatakan, “Ibda bi nafsika”. Mulailah dari dirimu. Ibadah wajib yang dilakukan secara personal seperti salat mengandung ajaran untuk memperbaiki diri sendiri. Salat yang kita lakukan 17 rakaat sehari, adalah permohonan dan doa agar diberikan kehidupan yang baik, lurus, sejahtera, nikmat, dan dijauhkan dari kehidupan yang buruk, celaka dan menderita.
Kehidupan sempurna di dunia dan di akhirat akan kita raih kalau kualitas ibadah kita jalankan dengan mutu yang baik. Salat yang khusyuk dan total dihayati atau diresapi akan melahirkan perilaku atau karakter positif.
Salat dilakukan karena Iman yang teguh pada Allah. Allah itu Maha Baik, menghendaki agar manusia berbuat baik pula. Allah tidak suka manusia berbuat jahat dan bermaksiat. Iman kepada Allah akhirnya mendorong manusia untuk selalu berbuat baik dalam kehidupan, menyayangi makhluk hidup, menolong antar sesama, rukun dan damai menjalani kehidupan.
Ibadah kepada Allah harus melahirkan manusia yang berprestasi, manusia yang rajin, kreatif dan inovatif. Allah tidak suka manusia yang malas.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim kita diajarkan untuk berdoa meminta perlindungan kepada Allah dari sikap malas, “Rabbi a’uuzubika minal kasali wa suu-il kibari . Rabbi a’uuzubika min ‘azabi fiin-nari wa ‘azabi fil-qabri.” (Ya Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Ya Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan kubur).
Dalam redaksi yang lain Rasulullah mengajarkan kita berdoa,“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah dan malas.”
Kemudian, Allah menyuruh manusia memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu tidak boleh disia-siakan, berlalu dengan percuma, tanpa kegiatan yang berguna dan produktif.
Dalam Al-Qur’an Allah bersumpah dengan waktu. Betapa manusia rugi jika lengah menggunakan waktu dengan baik. Dalam surat Al-‘Ashr ayat 1-3 Allah mengingatkan.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman, beramal shaleh dan saling mengingatkan tentang kebenaran dan saling mengingatkan mengenai kesabaran.”
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang tidak akan merugi adalah orang yang beriman. Sebab dengan beriman hidup manusia punya tujuan hidup yang jelas. Bahwa, ada kehidupan lain selain di dunia ini, yaitu kehidupan akhirat yang abadi dan kekal. Dan, tujuan hidup kita adalah menyiapkan diri untuk kehidupan yang abadi tetsebut. Sedangkan kehidupan di dunia ini sementara dan tidak akan kekal.
Selanjutnya dalam ayat di atas juga ditegaskan bahwa orang yang tidak merugi adalah orang yang beramal shaleh. Beramal shaleh artinya suka berbuat kebajikan. Suka menolong. Amal shaleh sangat ditekankan oleh Islam. Beramal shaleh adalah perbuatan mulia karena berusaha membahagiakan orang lain, menghilangkan atau mengurangi penderitaan orang lain. Orang beramal shaleh adalah orang yang hidupnya bermanfaat bagi sesama. Dalam hadis dikatakan, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia.” (Khairunnas anfauhum linnaas).
Orang yang dalam hidupnya tidak produktif, tidak mampu menghasilkan sesuatu baik materi maupun non-materi, walau dia masih hidup bisa dianggap telah mengalami kematian. Demikian juga orang yang dalam usia produktif, tapi melakukan hal yang sia-sia seperti mabuk-mabukan atau mengonsumsi narkoba yang merusak, bisa juga dikatakan telah mengalami kematian, karena hidupnya hanya menghancurkan diri sendiri atau membuat kebinasaan.
Seterusnya orang yang tidak merugi adalah yang suka mengingatkan akan kebenaran dan mengingatkan perlunya kesabaran.
Kebenaran penting untuk disampaikan, gunanya agar seorang tidak larut dalam kesalahan, baik dalam berpikir maupun dalam berperilaku. Ada kalanya manusia tidak sadar dengan kesalahannya, mungkin setelah diingatkan dia berubah dan menyadari kealfaannya. Tidak semua manusia bisa mawas diri dari kekhilafan. Adanya saling mengingatkan menjadi alat warning bahwa manusia perlu mawas diri agar tidak terjerumus pada jalan yang salah.
Sedangkan perlunya saling mengingatkan untuk kesabaran dalam hidup ini, adalah fakta bahwa hidup tidak selalu berjalan menyenangkan. Dalam hidup kesenangan dan penderitaan silih berganti. Musibah dan kesedihan bisa saja datang dan memukul jiwa kita. Kematian orang-orang yang dicintai bisa membuat kita gundah dan terpuruk dalam kesedihan yang dalam. Bencana alam dan kehilangan harta bisa menjadikan orang miskin dan lenyapnya harta yang dikumpulkan dengan susah payah bertahun-tahun. Semua ini menghendaki kesabaran, agar manusia punya jiwa yang kuat dan yakin bahwa ini cobaan Allah, yang kalau dihadapi dengan sabar insya Allah akan mendapat ganjaran dan pahala dari Allah.
Dengan demikian kualitas seorang muslim juga ditentukan pemanfaatan waktu dengan baik, menjadikannya produktif dan bermanfaat untuk sesama. Di samping itu, sikap saling mengingatkan dalam hidup ini untuk kebaikan, kebenaran dan kesabaran adalah tipe manusia muslim berkualitas.
Tentu kualitas seorang muslim adalah bahwa ia harus nempunyai kewajiban pula untuk memelopori kemajuan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, teknologi, politik dan lainnya.
Keterbelakangan umat Islam dan negara-negara Islam saat ini dalam berbagai bidang kehidupan dibanding negara lain, harus menjadi introspeksi dan perenungan bagi kita, bahwa kita kemungkinan belum maksimal dan total mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Kita mungkin secara konseptual punya ajaran-ajaran yang lengkap dalam Al-Qur’an tentang berbagai hal dalam kehidupan ini. Misalnya, mengenai ilmu pengetahuan dan alam semesta ini, namun jika spirit untuk menuntut ilmu dan mengembangkan pendidikan kurang berkembang atau tidak terkelola dengan baik, juga etos kerja kita rendah, maka kita akan lemah dalam ilmu, teknologi, ekonomi dan akan selalu kalah dari negara-negara lain yang sudah maju.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah mengatakan, “Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah”.
Kuat dalam hal ini bisa diartikan baik secara fisik seseorang, maupun dalam arti luas seperti kuat secara ekonomi, politik, ilmu, teknologi, pendidikan, militer dan lainnya. Dalam sejarah umat Islam pernah mengalami kejayaan ini dan menjadi negara besar dan kuat di dunia.
Dengan demikian membangun kualitas muslim baik secara pribadi maupun dalam berbangsa harus dimulai dari kualitas beribadah dan mengamalkan ajaran Islam dengan total dan sungguh-sungguh, baik yang sifatnya ibadah maupun dalam hidup kemasyarakatan dan sosial, budaya dan politik agar muslim dan mukmin menjadi kuat. Dalam hal ini tepat apa yang dikatakan Rasulullah buat generasi yang datang belakangan.
“Sesungguhnya jika engkau tinggalkan pewaris-pewarismu dalam keadaan mampu itu lebih baik dari pada mereka dalam keadaan kurang mampu, menadahkan telapak tangan kepada sesama manusia” (H.R. Bukhari-Muslim).
Semoga cita-cita Rasul menjadikan kita umat yang kuat dan berkualitas menjadi kenyataan dan terwujud! Aamiin Yaa Rabb.