Dua orang ketua umum organisasi besar Islam yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama bertemu muka. Acara ini menarik, bukan saja mewakili dua organisasi yang massanya cukup besar, juga secara keagamaan memiliki beberapa perbedaan dalam pemikiran dan perilaku keagamaan.
Pertemuan yang berlangsung di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat (25/4/2023), saat Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir menyambangi Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Formalnya, ini merupakan kunjungan balasan Ketua Umum PP Muhammadiyah , setelah sebelumnya Ketua Umum PBNU bertamu ke kantor PP Muhammadiyah saat Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta pada 2022 lalu.
Nilai strategis atau pentingnya pertemuan ini karena menjelang Pilpres dan Pemilu 2024 yang kurang dari satu tahun lagi, menandai pertemuan dua tokoh organisasi besar ini.
Bagi Yahya Staquf, pertemuan ini penting dan harus belajar dari pemilu lalu, hendaknya jangan sampai menimbulkan pembelahan dalam masyarakat. Ini juga harus menjadi pembelajaran bagi para politisi agar tidak menimbulkan perpecahan dalam kampanye, tapi seharusnya membawa gagasan visioner ke depan, terutama gagasan kebangsaan agar pemilu lebih produktif.
“Kita perlu mendengar lebih banyak untuk melakukan kompetisi lebih bermoral, bersih, tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat, ini yang ingin kita lihat lebih banyak,” jelas Yahya Staquf.
Yahya menjelaskan akan bertemu lebih rutin dengan pimpinan Muhammadiyah agar keinginan untuk melahirkan kepemimpinan yang bermoral dapat diwujudkan.
Sementara itu Haedar Nashir mengemukakan, kepemimpinan moral itu harus digagas agar nantinya menghadirkan kompetisi politik yang sehat.
Menurut Haedar, kepemimpinan moral terkait dengan pemilu 2024. Kita bersyukur kontestasi pemilu itu bagian dari demokrasi dan sangat terbuka di Indonesia. Bahkan, sebelum KPU membuka pendaftaran, calonnya sudah bermunculan.
“Siapa pun nanti yang terpilih betul-betul tahu kepemimpinan yang benar dan tahu salah, yang pantas dan tidak pantas, sehingga tidak berfikir siapa dapat apa dan bagaimana caranya. Dan ini sangat krusial, kami punya panggilan moral untuk hadir tanpa merasa paling benar sendiri,” ungkap Haedar.
Menyinggung soal ekonomi, Haedar mengungkapkan, bahwa NU dan Muhammadiyah bersepakat mendorong ekonomi berkeadilan di negara kita.
“Kami bersepakat untuk terus mendorong negara ini dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan,” tegasnya.
Haedar menambahkan, NU dan Muhammadiyah akan fokus terhadap upaya peningkatan ekonomi berkeadilan di Indonesia, sehingga dapat memberdayakan, membebaskan dan mensejahterakan rakyat.
“Itulah yang perlu menjadi perhatian, juga bagi kontestasi politik ke depan agar tidak sekedar soal bagi-bagi kekuasaan,” imbuh Haedar.
Muhammadiyah dan NU bersatu, rukun dan damai merupakan kekuatan bagi umat Islam. Banyak potensi yang bisa dikembangkan jika dua organisasi yang memiliki pengikut besar ini bisa saling bersinergi.
Digalangnya hubungan silaturahim antar elit kedua ormas ini diharapkan berpengaruh ke lapis massanya di bawah . Semoga di antara kedua top pimpinannya saling rukun dan damai, dapat ditiru oleh kelompok bawahnya di akar rumput.
Muhammadiyah dan NU bersatu, menguntungkan bagi umat Islam, dan menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Semoga.