Aktualita

Wajah Cerah Orang Beribadah

Avatar photo
Written by Arfendi Arif

Manusia sebagai makhluk yang lemah tidak bisa hidup mandiri tanpa bersandar pada kekuasaan ysng maha besar, yaitu Allah. Allah sebagai Khaliq dengan Kemahakekuasaannya telah memberikan dengan amat sempurna kepada manusia bekal untuk hidup di dunia ini, baik berupa kekuatan kecerdasan maupun bahan-bahan mentah untuk diolah menjadi komoditas yang produktif untuk kehidupan.

Seperti yang kita rasakan pemberian yang diberikan Tuhan kepada manusia tidak terhingga besar dan sempurnanya. Pertama, bisa dilihat dalam diri manusia sendiri yaitu berupa jiwa dan raga yang memiliki kelengkapan dan kesempunaan yang luar biasa untuk menghadapi kehidupan ini. Tuhan menyediakan alam-fisik ini dengan berbagai potensi kekayaan sehingga manusia tinggal mengolahnya saja untuk berbagai keperluan.

Dalam Al-Quran Allah menyatakan jika nikmat yang diberikan Allah kepada manusia itu dicoba dikalkulasikan maka manusia tidak akan bisa menghitungnya..“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang (an-Nahl ayat 18).

Dengan berbagai karunia yang diberikan Allah kepada manusia maka pola relasi manusia dan Tuhan bisa dikatakan merupakan hubungan ketergantungan. Manusia butuh kepada Allah yang menjadi pemilik dan sumber kehidupan. Inilah yang dikatakan dalam Al-Quran surat al-Ikhlas ayat 2. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”.

Menyadari bahwa manusia hanya bisa hidup karena Allah maka wajar kalau manusia menumbuhkan sebuah etika dalam dirinya, yakni etika untuk berterima kasih dan bersyukur kepada Allah. Dan etika itu diwujudkan dalam bentuk kewajiban untuk beribadah kepada Allah. Namun, ibadah itu sendiri bukanlah untuk kepentingan Allah, karena Allah Maha Kaya dan Maha Sempurna, sebaliknya ibadah itu sendiri adalah untuk kepentingan manusia agar mendapatkan kebahagiaan dan derajat kehidupan yang lebih tinggi.

Karena ibadah itu adalah untuk kepentingan manusia maka manusia harus berupaya untuk meningkatkan kualitas ibadahnya kepada Allah. Sebagai konsekuensi pengakuan kita akan kemurahan Allah dalam memberikan fasiltas-fasilitas kehidupan kepada kita maka ibadah kita kepada Allah tidak bisa dilakukan secara monoton dan rutinitas–dalam arti asal menunaikan ibadah saja. Sebab, ibadah yang dilakukan asal-asalan, monoton dan rutinitas akan kehilangan maknanya.

Sebuah ibadah gabg nemiliki derajat yang tinggi di hadapan Allah kalau didasarkan pada pemikiran sebagai berikut. Pertama, ibadah harus dilakukan karena perasaan cinta kepada Allah. Dan cinta itu buah dari keimanan yang kuat kepada Allah. Seorang yang mencintai Allah maka hati dan tubuhnya akan merasakan ringan mengerjakan ibadah. Dalam shalat, misalnya, ia akan melakukan dengan perasaan yang bahagia, seakan ia bertemu dan berkomunikasi dengan Allah. Kalau ia tidak dapat melihat Allah maka Allah yang akan melihatnya, sebagaimana kata Nabi ketika seorang sahabat bertanya apa arti Ihsan,” Ihsan ialah bahwa engkau beribadat kepada Allah seakan-akan engkau melihat Dia. Walaupun engkau tidak melihat Dia, namun Dia tetap ingat engaku. Bagi orang yang nencintai Allah ibadat ktu terasa bukanlah beban yang berat, bahkan mereka dengan ringan menambah dengan ibadah-ibadah sunat lainnya.

Di samping itu, bagi orang yang mencintai Allah ibadah tercermin kepada jiwa dan raut mukanya, yang terlihat cerah dan bersih. Dan, memang bahwa muka manusia itu adalah cermin dari jiwa, hati dan kepribadian manusia. Dan sembahyang orang-orang yang mencintai Allah juga terpancar dari kecerahan wajahnya. Inilah yang dikatakan dalam Al-Quran surat al-Fath ayat 29,” …tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dan bekas sujud sembahyang”.

Kedua, dalam beribadah kepada Allah kita bertujuan untuk Mentauhidkan Allah dan tidak menyerikatkan-Nya atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga. Kita mengakui Dia-lah Zat Yang Maha Kuasa, Maha Sempurna tempat manusia menggantungkan seluruh kehidupannya. Kita juga harus mengakui bahwa Allah satu-satunya yang berhak disembah dan diminta pertolongan.

Untuk menanamkan rasa Tauhid ini kita diharapkan memahami makna atau arti dalam setiap ibadah. Misalnya, shalat yang kita kerjakan tiap hari berikut bacaan yang kita lafazkan haruslah kita tahu artinya. Sebab bacaan dalam shalat tersebut pada dasarnya merupakan dialog atau percakapan kita dengan Allah yang isinya kita berjanji hanya kepada Allah kita menyembah, kita nemohon pengampunan, minta ditunjuki jalan yang lurus, mohon diberi rezeki yang halal, kemudian kita mensucikan, membesarkan, mengaku Allah dan Muhammad Rasul Allah, dan berbagai janji lainnya. Kalau bacaan ini kita pahami arti dan maknanya tentu menjadikan ibadat kita akan khusyuk kepada Allah.

Kalau perbuatan, perkataan dan cara berfikir kita bertentangan dengan bacaan dan janji yang kita ikrarkan dalam shalat yang kita lakukan 17 rakaat setiap hari, itu artinya bahwa kita tidak memahami dan mengamalkan ibadah yang kita lakukan kepada Allah. Dan kita akan masuk dalam kelompok orang-orang yang dikritik dalam Al-Quran yang shalatnya dinilai gagal. ” Maka celakalah orang-orang yang mengerjakan shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya ( al-Ma’un ayat 4-5). Atau kita masuk ke dalam kelompok orang-orang yang shalatnya tidak berguna, karena tidak memberikan bekas pada akhlak, tingkah laku dan perbuatan kita. Firman Allah,“Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar (al-Ankabut ayat 45).

Ketiga, dalam beribadah kita melaksanakan dengan ikhlas karena Allah, bukan motivasi untuk mendapatkan kehormatan dan kebesaran dari manusia, apalagi dengan mencari keuntungan. Menurut pengertian agama dan akhlak, ikhlas itu adalah berusaha menghilangkan segala sesuatu yang menghalangi tujuan taqarrub (dekat) kepada Allah dari segala kotoran dan penyakit serta membersihkannya dari apapun yang bukan Allah. Dalam pengertian lain ikhlas itu juga diartikan kesucian dan kebenaran. Tafsir Al Manar menyebutkan, ikhlas adalah manusia menyembah hanya kepada Allah tidak berdoa selain kepada Allah, tidak mempersekutukan Allah dengan siapapun.

Sayid Sabiq penulis fiqh terkenal merumuskan ikhlas itu artinya manusia menyengaja dengan perkataannya, perbuatannya dan perjuangannya karena Allah semata-mata dan mengharapkan ridha-Nya. Bukan kaena mengharapkan harta, gelar dan kemashuran. Dengan begitu derajat amalnya akan terangkat, terhindar dari akhlak tercela dan Allah suka kepadanya.

Keterangan supaya kita beribadah dengan ikhlas cukup banyak dalam Al-Quran. Di antaranya, dalam surat al-Bayyinah ayat 5,” Mereka hanya diperintahkan supaya menyembah Tuhan, dengan tulus ikhlas beragama untuk Tuhan semata-mata berdiri lurus, menegakkan sembahyang dan membayar zakat. Dan itulah agama yang lurus”.

Kemudian dalam surat az-Zumar ayat 11 Allah berfirman,” Katakanlah, sesungguhnya aku diperintah agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk:Nya, dan aku diperintah agar aku menjadi orang Islam yang pertama”.

Hadist Nabi juga tidak bantak kurangnya menerangkan pentingnya ikhlas ini dalam beramal. “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, kecuali amal yang khalis (ikhlas) yang dengan amal iru seseorang mencari wajah Allah”.

Dalam sebuah hadist Qudsi Allah berfirman” Keiklasan adalah salah satu di antara rahasia-Ku, yang kusimpan dalam hati orang -orang kucintai di antara hamba-hamba-Ku”.

Keempat, dalam beribadah perlu pula ditumbuhkan rasa Takut kepada Allah. Dengan perasaan takut bisa menjadi benteng agar terhindar dari perbuatan dosa yang mendalat murka Allah, sebaliknya mendorong untuk melakukan kebajikan yang disukai Allah. Perasaan takut disini juga mendorong seseorang menjadi khusyuk dalam beribadah, berharapl dan cemas agar amal perbuatannya mendapat ridha dari Allah. Inilah takut yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an seperti tertera dalam beberapa ayat al-Qur’an.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” ( al-Anbiya” ayat 30).

“Sesungguhnya orang:orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar “(al-Mulk ayat 12).

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku” ( al-Maidah ayat 44).

Bila keempat dasar yang diuraikan di atas bisa menjadi pemikiran dan niat kita dalam beribafah kepada Allah maka bisa dipastikan kita telah memiliki derajat amal yang amat tinggi nilainya di mata Allah. Dan ini tentu sebuah prestasi ibadah yang luar biasa karena Allah suka dan ridha ibadah dari hambanya. Dan,inilah lpua puncak dari kebahagiaan yang sesungguhnya dalam kehidupan ini.

About the author

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda