Ads
Cakrawala

Rahasia Besar di Balik Syawalan

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Semoga setiap langkah kita menjadi permudah jalan kita menuju surga. Duduk kita termasuk bagian dari taman-taman surga yang Allah curahkan kepada kita.

Kupat, selain sebagai makanan sajian khas lebaran, ia juga filosofi adanya pengakuan dosa (ngaku lepat). Bahwa kita tak luput dari segala kesalahan. Bahwa manusia dengan segala kelebihannya juga memiliki kekurangan. Merendahlah. Kita butuh cahaya yang bisa menerangi hati kita agar mudah mendapatkan hidayah. Datangnya cahaya (Ja-a-Nuur, dicara Janur) sebagai simbol pembungkus kupat pun punya makna.


Maka mereka yang tulus ikhlas mengakui adanya kesalahan, baik kepada Allah maupun sesama manusia, diharapkan mendapatkan cahaya yang kembali membuat terang penuh hidayah hati mereka. Manusia yang saling memaafkan pun, diharapkan mampu saling menutup rapat-rapat kesalahan masing-masing, tak mengungkitnya. Selain kupat, maka tersajilah Lepet, kependekan dari silep ingkap rapet. Artinya kubur dengan rapat, tutup tanpa ada celah lagi, semua masa lalu yang pernah khilaf.
Hari itu, kita pun akan merasakan lahirnya kembali, bak kupat yang dibelah dua, nampak putih bersih penuh keakraban.


Maka, Kupat juga punya makna lain yaitu laku papat. Kupat di artikan sebagai “laku papat” yang menjadi simbol dari empat segi dari ketupat. Laku papat yaitu empat tindakan yang terdiri dari lebaran, luberan, leburan, laburan. Maksud dari empat tindakan tersebut antara lain:
Pertama, Lebaran yaitu suatu tindakan yang berarti telah selesai yang diambil dari kata lebar. Selesai dalam menjalani ibadah puasa dan diperbolehkan untuk menikmati makanan.


Kedua, Luberan berarti meluber, melimpah yang menyimbolkan agar melakukan sedekah dengan ikhlas bagaikan air yang berlimpah meluber dari wadahnya. Oleh karena itu tradisi membagikan sedekah di hari raya Idul Fitri menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia.
Ketiga, Leburan berarti lebur atau habis. Maksudnya adalah agar saling memaafkan dosa-dosa yang telah dilakukan. sehingga segala kesalahan yang telah dilakukan menjadi suci bagai anak yang baru lahir.


Dan Keempat, Laburan berarti bersih putih berasal dari kata labur atau kapur. Harapan setelah melakukan Leburan agar selalu menjaga kebersihan hati yang suci. Manusia dituntut agar selalu menjaga prilaku dan jangan mengotori hati yang telah suci.


Budaya syawalan dan tradisi halal bi halal adalah satu khazanah kekayaan umat islam di nusantara kita yang sangat luhur. KH Ahmad Basyo dalam penelitiannya menyebutkan kata Halal bi Halal ditemukan dalam Serat Babad Cirebon yg ditulis pada era panembahan ratu bertahta di cirebon pada akhir abad ke-16. Dan panembahan ratu ini adalah cicit dari Sunan Gunung jati.


HBH sudah menjadi tradisi dalam era Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Diantara Wali Songo, Sunan Gunung Jati adalah salah satu yang sanad ilmunya paling dihormati. Karena beliau adalah putra dari Rara Santang, putri Raja Padjajaran pada saat itu yang pada saat naik haji bersama kakandanya, Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, kemudian di Tanah Suci, menikah dengan Syarif Abdullah Al Masri yang berasal dr Mesir. Kemudian putri Rara Santang dibawa ke Mesir. Sang putri, telah dipesani oleh sang kakak, “Nanti kalau lahir anak kalian laki-laki, wakafkan satu untuk membantu dakwah di Jawa.”


Maka Syarif Hidayatullah ini menghabiskan waktu 20 tahun di Mesir dan 10 tahun di Haramain. Sebelum pindah ke Cirebon bertemu dengan uwak nya: Pangeran Cakrabuana.
Dan dalam sanad keilmuan, Syarif Hidayatullah adalah murid langsung dari Syaikhul Islam, Zakaria Al Ansory. Dan Zakaria Al Ansory adalah murid langsung dari Imam Ibnul Hajar Al Askolani, beliau mufti dunia Islam pada zaman itu di Kesultanan Namluk di Mesir, Yang menulis Kitab Fathul Bari – syarah shahih Bukhari.


Maka begitu sampai ke Jawa dengan tawadhu, beliau belum berkenan mengajar, (karena ketika itu) Sayyid Ahmad Rahmatullah alias Sunan Ampel masih hidup. Maka ketika Sunan Ampel wafat, wali pertama yang ingin menuntut ilmu kepada Syarif Hidayatullah dalah Raden Sahid Sunan Kalijaga. Sehingga tempat tinggal Sunan Kalijaga selama menuntut ilmu kepada Syarif Hidayatullah, sampai sekarang disebut dengan Desa Kalijaga.

Tradisi yang Dijaga
Ternyata tradisi HBH sudah ada sejak masa hidup para wali tersebut, dimana pada bulan Syawal mereka berhimpun utk saling memaafkan, dan satu sama lain saling menghalalkan jika ada hak2 anak adam yang terambil sesama mereka. Jika ditanya, apakah tradisi syawalan dan halal bihalal itu apakah bagian dari ajaran Islam? Tentu dalil umumnya sangat kuat untuk diikuti.


Bahwasanya bulan Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa kita kepada Allah SWT.
Demikian pula Ramadan, selama kita memenuhi syarat ibadah di dalamnya, maka dosa kecil terhapus. Kecuali dosa besar, harus (melakoni) taubatan nasuha.


Kalau Ramadan menjadi tempat dosa kita kepada Allah diampuni, bagaimana dosa kita kepada manusia?
Rasulullah bersabda: Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan muflis (orang yang bangkrut)?”. Sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda”.


Lalu Nabi melanjutkan bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku datang dihari kiamat membawa salat, puasa dan zakat. Dia datang pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka (H.R. Muslim).


Dalil lainnya:
Imam Sufyan Ats-Tsauri: menghadap Allah dengan membawa 1.000 dosa kepada Allah itu kurasa lebih ringan daripada membawa 1 dosa kepada sesama manusia.


Muridnya bertanya: Kenapa begitu wahai imam?
Beliau menjawab: Karena sesungguhnya Allah itu menutupi aib kita. Dan pada saat itu, Allah akan menunggu kita bertaubat sampai dosa kita diampuni Nya. Ketika kita bertaubah, maka Allah mengampuni dan menghapus dosa kita dari catatan amal. Ketika diampuni, maka derajat kita dinaikkan.
Allah lebih bahagia kepada orang yang bertaubat. Tapi kalau kita bersalah kepada orang, dia pasti curhat kepada orang lain ceritakan kesalahan kita. Salah kepada orang itu, dia nunggu kesempatan untuk membalas. Salah kepada orang itu, dia memaafkan sih iya, tapi melupakan tidak. Manusia biasa menuntut ganti rugi. Maka benar apa yang dikatakan Imam Sufyan Ats-Tsauri.


Itulah kenapa Emha Ainun Najib pernah menulis dengan tajuk: Slilit Sang Kyai.
Pak Kyai pulang dari kenduri, ada slilit nempel di sela gigi. Maka ketika dia lewat di tempat jalan kampung itu, tetangganya punya pagar, pagarnya terbuat dari bambu, bambu nya sudah agak pecah, sehingga kemudian dia bisa memetik bagian kecil dari bambu itu, sehingga dia bisa membersihkan slilit yang ada di sela giginya. Slilit ambil bambu kecil dari pagar tetangga itulah yang akan menjadi penghalang kyai masuk surga. Karena tetangganya tidak ridho, pagarnya di cuil untuk utik-utik slilit.
Jadi, ini kenapa dosa kepada sesama itu sekecil apapun bisa merepotkan.


Sehingga para walisongo, Ramadan menghapus dosa kepada Allah, maka akan tetap jadi masalah jika dosa sesama belum selesai. Maka mengambil momen idul fitri utk saling memaafkan satu sama lain.
Mengapa para alim berpikir begitu?


Sebenarnya orang salah itu harusnya segera minta maaf. Karena Kasino Warkop DKI mengatakan, “yang lucu itu orang Jakarta, bikin dosa nya di Jakarta, minta maafnya di kampung, pas mudik.”
Tapi kita kan kadang-kadang tidak merasa berdosa, pasti ada yang terlewatkan, sengaja atau tidak. Model ala Indonesia, rapelan, kalau ada yang terlewatkan, selesaikan di pada bulan Syawal.
Yang menarik lagi, kalau menelusur Quran, ada perintah mohon ampun kepada Allah. Apakah ada perintah minta maaf kepada sesama? Tidak ada. Yang ada adalah perintah memaafkan orang lain, dengan janji pahala tak terhingga bagi yg memberi maaf dan pujian untuk orang yang memaafkan. Jadi tidak ada perintah minta maaf, tapi adanya perintah memberi maaf.

Perintah memberi maaf: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (Q.S.7: 199)

Janji pahala yang tak terhingga untuk yang memberi maaf
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zhalim. (Q.S. 42: 40)


Motivasi untuk memaafkan:
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. 24: 22)


Pujian untuk orang yang memberi maaf:
(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, (Q.S. 3: 134)

Mengapa tidak ada perintah minta maaf?


Pertama, perintah minta maaf tidak diperlukan karena seharusnya tanpa diperintahpun otomatis minta maaf;
Kedua, karena agama kita ini petunjuk untuk mengatur hidup kita supaya kita ini fokus pada tujuan kehidupan yaitu ibadah. Misi hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah di alam dunia, supaya di alam akhirat mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Maka seluruh hidup kita adalah untuk beribadah. Maka yang akan kesulitan utk ibadah adalah mereka yang tidak memaafkan. Bukan orang yang minta maaf.


Hanya ada tiga amalan yang pahalanya tak terhingga :
Pertama, sabar. Kalau amal lain itu pahala nya masih ada hitungannya.
Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. (Q.S. Az-Zumar ayat 10)
Kedua, puasa. “Puasa itu khusus utk ku, aku sendiri yang akan memberikan pahala tanpa batas.”
Ketiga, memaafkan.


Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zhalim. (Q.S. 42: 40)

Ada cicitnya Nabi SAW, namanya Ali Zainal Abidin bin Husein. Beliau menjadi saksi bagaimana ayahandanya dibunuh di Karbala beserta keluarga besarnya dibantai. Dia tumbuh menjadi seorang yang mulia dan dermawan. Rumahnya di Madinah menjadi tempat ditampungnya fakir miskin, anak yatim dan orang yang kesusahan. Diceritakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al- Bidayah Wan Nihayah dengan mengutip beberapa riwayat, semua orang yang terlibat dalam pembunuhan cucu Nabi SAW, Sayyidina Husein dan keluarganya ini, di usia tua nya kena bala’. Ada yang pejabat tiba-tiba menjadi buronan, ada yang orang kaya jatuh miskin, ada yang dulu kecukupan dililit utang, dan sebagainya
Yang luar biasa kemudian mereka pergi ke Madinah, dan oleh Ali Zainal Abidin mereka ditampung dan dibantu. Orang-orang bertanya kepada beliau: apakah engkau Wahai Ali tidak punya dendam, sehingga orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan ayahmu engkau tolong dan bantu?


Kata Ali: dendam itu seperti menenggak racun dalam mulut kita sendiri tapi kita berharap orang lain yang mati karenanya. Apakah itu pekerjaan orang berakal? Dendam itu menyakiti diri kita sendiri, tapi kita berharap orang lain yang sakit.


Maka lapang dadanya seorang mukmin kepada sesama dalam kehidupannya di dunia, adalah salah satu kunci surga yang paling landai dan indah. Itulah yang disaksikan Abdullah bin Amr bin ash tentang seorang sahabat yang ketika Rasulullah sudah mau takbiratul ihram, tiba-tiba Rasulullah berbalik kepada jamaah dan mengatakan: akan datang kepada kita seorang diantara ahli surga. Lalu bergabunglah ke dalam saf di belakang, ada seorang yang wajahnya masih basah dari air wudu dan air wudu itu menetes netes dari janggutnya. Lalu Rasulullah pun bertakbir. Ketika salat selesai dan salam, aku cari orang itu dan sudah tidak ada.


Berarti kan orang ini minimalis, datang menjelang takbirotul ihram dan sesudah salam langsung pergi.
Ini kesaksiannya Abdullah bin Amr bin Ash. Hari kedua pun sama. Har

i ketiga, beliau penasaran lalu nunggu di pojok saf. Sampai kemudian diikuti sampai rumahnya.
Abdullah bin Amru bin Ash sampai numpang tidur selama 3 hari di rumahnya. Diamati semalaman, kok tidak tahajud, tidak sahur, bangun pas adzan subuh.
Sampai akhirnya ditanya setelah tiga hari, apakah amalan khusus hingga Rasulullah sebut paman sebagai ahli surga.


Kata beliau: saya itu setiap mau tidur, saya tidak ingin tidur saya terganggu, maka semua orang tersebut saya maafkan, saya tiak baper (membawa perasaan/memikirkan dosa orang lain), saya ikhlaskan. Lalu (baru) saya tidur dengan nyenyak. Dan itu kata Nabi menjadi jaminan orang ini untuk termasuk diantara ahli surga.


Maka ciri dari ahli surga itu adalah orang yang memiliki salamatush-shadr, lapang dada, mudah memaafkan. Dan itu menjadi jalan surga yang sangat landai. Para ulama kita mendesain dengan halal bihalal, paling tidak setahun sekali menjadi orang yang lapang dada. Dan ketika jujur memaafkan, maka memaafkan orang lain adalah surga sebelum surga.


Penulis: Chairul Saleh, Pendiri Yayasan Sahabat Quran, Depok

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading