Ads
Bintang Zaman Nasaruddin Latif

H.S.M. Nasaruddin Latif (2): Dari Dakwah dan Menulis Sampai Urusan KB dan Film

Avatar photo
Ditulis oleh Fuad Nasar

Dilahirkan di Sumpur, Kabupaten Tanah Datar, Padang Panjang, Sumatera Barat, 18 September 1916, Nasaruddin Latif merupakan ulama intelek yang rajin berdakwah dan produktif menulis. Sejak muda dia telah aktif dalam organisasi Muhammadiyah.

Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat Volkschool dan Vervolgschool (1930) Thawalib School (Perguruan Thawalib Padang Panjang). Pada tahun 1935, tamat dari Thawalib dengan nilai terbaik. Nasaruddin Latif seangkatan dengan Prof. A. Hasjmy, ulama, sastrawan dan Gubernur Daerah Istimewa Aceh pertama tahun 1959.

Sejak usia muda Nasaruddin Latif menekuni profesi sebagai guru. Dia mengajar di Madrasah Putri Padang dan Guru Sekolah Muallimin Muhammadiyah. Setelah merantau ke Jakarta tahun 1937 dia menimba ilmu kepada para pemimpin dan tokoh-tokoh pergerakan di masanya seperti Haji Agus Salim, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Roem, dan tokoh lainnya. Di zaman pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945 Nasaruddin Latif menjadi Asisten Khusus Dr. H. Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul (ayah Buya Hamka) menyelenggarakan Kursus Muballigh di Jakarta. Di samping itu dia mengajar di Sekolah Muhammadiyah dan menjadi muballigh Muhammadiyah.

Nasaruddin Latif bekerja di Kementerian Agama tidak lama setelah kementerian yang dipimpin pertama kali oleh H.M. Rasjidi terbentuk. Kementerian Agama merekrut tenaga-tenaga potensial umat Islam dari berbagai organisasi/golongan yang bisa memajukan kementerian hasil perjuangan ulama dan tokoh Islam itu.

Salah satu jejak pengabdian Nasaruddin Latif di Kementerian Agama adalah memprakasai pembentukan Kantor Urusan Agama Kotapraja Jakarta Raya bersama H.Sulaiman Rasjid dan H.Z. Arifin Datuk tahun 1950. Pada tahun 1954 dia diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kotapraja Jakarta Raya sampai 1963. Jabatan terakhirnya di Kementerian Agama adalah Direktur Direktorat Penerangan Agama.

Pada Desember 1956 Nasaruddin Latif mengunjungi Soviet-Rusia dalam rangka memenuhi undangan mufti/pemuka agama Islam di negara setempat bersama rombongan ulama Indonesia. Ketua rombongan K.H.M. Akram dan Juru Bicara Nasaruddin Latif. Di Sovyet Rusia waktu itu (1956) ulama dan orang-orang Islam umumnya tinggal yang sudah berusia lanjut. Dalam suatu kesempatan berpidato di Rusia Nasaruddin Latif menyatakan, “Segala sesuatu di dunia ini mungkin dapat kita korbankan, walau jiwa kita sekali pun, tetapi…ada satu yang tidak bisa kita korbankan, yaitu iman dan agama kita.”

Nasaruddin Latif aktif sebagai pengurus Majelis Syura Partai Masyumi Wilayah Jakarta Raya yang Ketuanya M. Yunan Nasution. Setelah Pemilu pertama tahun 1955, Nasaruddin Latif diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Kota Sementara (DPKS) Kotapraja Jakarta Raya mewakili Muhammadiyah/Masyumi.

Selain memelopori gerakan penasihatan perkawinan sebagai pelayanan sosial yang terorganisir, Nasaruddin Latif berkontribusi kepada bangsa dan negara dalam gerakan Keluarga Berencana (Family Planning). Sebelum lahirnya BKKBN, dia telah aktif dalam organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Pada tahun 1968, Nasaruddin Latif diangkat sebagai Ketua III Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) membidangi penerangan. Peranan Nasaruddin Latif dalam kapasitasnya sebagai ulama adalah memberi panduan normatif hukum Islam terhadap pelaksanaan Program KB. Dua tahun setelah berdirinya Lembaga Keluarga Berencana Nasional pada 1968, Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 1970. Dalam SK Presiden RI No 8 Tahun 1970 tanggal 22 Januari 1970 disebut organisasi BKKBN terdiri dari susunan sebagai berikut: Dr. Suwardjono Surjaningrat, Ketua. H.S.M. Nasaruddin Latif, Deputi Ketua I (Deputi Umum),Prof. H.M. Judono, Deputi II (Deputi Teknis).

Nasaruddin Latif banyak melakukan anjangsana dan konsultasi kepada tokoh ulama terkemuka di berbagai daerah dalam rangka meminta pendapat ulama tentang hukum Keluarga Berencana dari sudut pandangan agama Islam. Nasaruddin Latif banyak menulis dan berbicara di forum seminar nasional dan internasional mengenai Keluarga Berencana. Setelah KB menjadi program pemerintah dalam rangka pengendalian pertumbuhan penduduk, Nasaruddin Latif ditunjuk menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi Internasional Family Planning (Keluarga Berencana) di Bangkok (1968) dan Marokko (1970).

Sekitar tahun 1970-an dia menulis buku Keluarga Berencana Dipandang dari Sudut Hukum Islam. Menjelang 1972 Nasaruddin Latif mengundurkan diri dari BKKBN. Karya terakhirnya yang membahas KB diterbitkan oleh Kementerian Agama tahun 1972 berjudul Keluarga Berencana: Sekarang dan Masa Depan.

Sampai akhir hayatnya Nasaruddin Latif aktif sebagai Pengurus BP4 Pusat. Semasa hidupnya telah mengunjungi sejumlah negara di benua Asia, Australia, Amerika, Eropa, Afrika dan Timur Tengah dalam rangka tugas negara atau pun memenuhi undangan.

Nasaruddin Latif dikenal luas sebagai ulama yang rajin berdakwah dan penulis yang produktif, di samping konsultan masalah perkawinan dan keluarga. Sejak tahun 1951 seminggu sekali hari Rabu malam pukul 21.00 WIB mengisi Siaran Pendidikan Budi Pekerti di RRI Jakarta yang berlangsung sampai tahun 1972.

Adapun kiprahnya di dunia pers, antara lain sebagai Pembantu Redaksi Majalah Mimbar Agama (majalah dinas Kementerian Agama) sejak 1950, Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Islam Kiblat (1967 – 1972), Pendiri dan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah Nasehat Perkawinan BP4 Pusat (1972), Pembantu Khusus Majalah Selecta (1959 – 1972), Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah Keluarga Sejahtera LKBN Pusat (1969 – 1971), serta Pemimpin Umum Majalah Masyarakat Islam yang diterbitkan oleh Ditjen Bimas Islam (1970 – 1972).

Sejak tahun 1954 sampai tahun 1972 Nasaruddin Latif menjadi anggota Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ (MPKS) Kementerian Kesehatan RI. Dalam tugas dan fungsi sebagai anggota MPKS, dia banyak berdiskusi dengan para dokter dan secara rutin mengadakan pertemuan/rapat guna membahas isu-isu mengenai dunia kesehatan dari perspektif hukum syariat Islam. MPKS diketuai pertama kali oleh Dr. Med Ahmad Ramali, anggotanya beberapa tokoh terkemuka antara lain Dr. H. Ali Akbar, Prof. Dr. Bustami Abdul Gani, K.H. Ahmad Azhary, K.H. Sjukri Gazali, K.H. Saleh Suaidy, Dr. Fuad Mohd Fahruddin, H.S.M. Nasaruddin Latif dan lain-lain.

Pada tahun 1956 sewaktu pulang dari kunjungannya ke Uzbekistan, Sovyet Rusia, Nasaruddin Latif singgah di Turki dan Irak guna mendapatkan bahan perbandingan dalam membahas dan mengambil keputusan fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ tentang hukum mayat pendidikan. Ia menyaksikan langsung praktik bedah mayat untuk keperluan pendidikan anatomi di Sekolah Dokter Istanbul. Hasil kunjungan Nasaruddin Latif di Turki dan Irak, menurut koleganya Dr. H. Ali Akbar, menjadi bahan dasar dalam mengambil keputusan tentang bedah mayat di Indonesia.

Nasaruddin Latif diangkat menjadi Guru Besar Pusat Rawatan Rohani Islam Angkatan Darat disingkat Pusroh Islam AD tahun 1955. Kedudukan dan hak-hak Guru Besar Pusroh AD disetarakan dengan Guru Besar Luar Biasa pada sekolah-sekolah tinggi pemerintah. Nasaruddin Latif merupakan salah seorang tim penyusun buku Pedoman Agama Islam Untuk TNI AD. Buku Pedoman Agama Islam tersebut disusun atas perintah KSAD Jenderal TNI A.H. Nasution. Tim Penyusun buku Pedoman Agama Islam Untuk TNI AD terdiri dari perwira-perwira rohani Islam AD, antara lain Muchlas Rowi, A. Hadidjaja, Junan Helmy Nasution serta alim ulama yang “non politis” dalam hal ini Nasaruddin Latif dan K.H. Sjukri Ghozali.

Selain itu dia mendapat tugas sebagai anggota Badan Sensor Film (1953 – 1959), anggota Dewan Film Nasional (1972), Pembina Rohani Karyawan Kementerian Keuangan/PT Taspen, serta Dosen Tamu Pembinaan Mental Karyawan pada PT. Caltex Pacific Indonesia di Rumbai Pekanbaru (1967 – 1972).

Ulama yang santun dan berpandangan luas itu duduk sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pusat Da’wah Islam Indonesia (1972), anggota Badan Koordinasi Penerangan Haji (Bakopen Haji) sebuah lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat (1970 – 1972), dan Pengurus Yayasan Perjalanan Haji Indonesia – PHI (1956 – 1972). Selain itu diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat di masa Menteri Dr.KH Idham Chalid.

Di bidang pendidikan khususnya pendidikan Islam, Nasaruddin Latif mengemban amanah sebagai Wakil Ketua II Yayasan Diniyah Puteri Padang Panjang yang didirikan oleh Ibu Rahmah El Yunusiyah. Dia juga diminta sebagai anggota Dewan Kurator Perguruan Tinggi Diniyah Puteri tahun 1957 sampai 1972.

Nasaruddin Latif wafat pada 24 Desember 1972, di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

“Sebagai ulama, mungkin banyak orang yang menyamai bahkan melebihi beliau. Tetapi, satu hal yang bukan umat Islam saja yang merasa kehilangan atas kepergian beliau, namun seluruh bangsa Indonesia, adalah keahliannya dalam masalah nasihat perkawinan. Saya rasa masih sulit mencari orang yang mempunyai keahlian seperti beliau.” ucap Menteri Agama Prof. Dr.H.A.Mukti Ali dalam pidatonya pada pemakaman jenazah almarhum H.S.M. Nasaruddin Latif di TPU Karet Tengsin Jakarta Pusat tanggal 25 Desember 1972.

Nasaruddin Latif menulis sejumlah buku, di antaranya: Apa Sebab Jepang Kalah? (Dipandang dari Sudut Politik-Sejarah–Agama), Umat Islam di Abad Atom, Tauhid, Hidup Beragama, Ilmu Perkawinan, Peninjauan Ulama Indonesia di Sovyet Rusia, Teori dan Praktik Nasehat Perkawinan, Problema-Problema Cinta Perkawinan Rumah Tangga, Mengapa Kita Wajib Beragama?, Mengapa Kita Wajib Bersembahyang?, Mengapa Kita Wajib Menunaikan Haji?,Hidup Anda Sesudah Mati, Islam dan Penyingkapan Ilmu Akhirat, Keluarga Muslim, Kerasulan dan Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, Fakta dan Data Al-Quran, Keluarga Berencana Dipandang dari Sudut Hukum Islam (ditulis bersama Menteri Agama K.H. Moh Dachlan), Nasihat Perkawinan Proses dan Metodenya, Masalah Perkawinan dan Keluarga, Teori dan Praktik Dakwah Islamiyah (Penerangan Agama), Keluarga Berencana Sekarang dan Masa Depan, dan Makkah & Madinah dan Daerah Sekitarnya. Beberapa buku karya Nasaruddin Latif yang sarat dengan nilai-nilai hidup beragama dicetak ulang sampai sekarang oleh ahli warisnya.

Sumber: Jejak Pengabdian Ulama – Pelopor Penasihatan Perkawinan, Mengenang Seratus Tahun H.S.M. Nasaruddin Latif, Penyusun: M. Fuad Nasar, Penerbit: PT Pustaka Obor Indonesia, 2023.

Tentang Penulis

Avatar photo

Fuad Nasar

Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Agama RI, pernah menjabat Sesditjen Bimas Islam.

Tinggalkan Komentar Anda