Aktualita

Transformasi Nilai Puasa di Bulan Syawal

Written by Panji Masyarakat

Bulan syawal merupakan bulan peningkatan ketaatan yang telah terbina selama bulan Ramadan. Syawal merupakan bulan evaluasi terhadap keberhasilan dalam mengikuti madrasah ruhaniah (sekolah ruhani) dan tarbiyatul iradah (pendidikan kemauan) selama di bulan Ramadan.


Syawal adalah bulan transformasi nilai atau bulan internalisasi nilai dalam bentuk perilaku nyata yang lebih baik, sebagaimana perubahan yang dialami oleh ulat menjadi kepompong, kemudian berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan menebar manfaat.


Prestasi Ruhani
ibadah puasa di bulan Ramadan mengantarkan orang beriman menjadi hamba yang bertabur prestasi di hadapan Allah, di antaranya: meraih derajat takwa (Q. 2:183); meraih status khairul bariyyah (Q. 98:7); meraih pribadi sabar (H.R. Ibnu Khuzaimah dari Salman Al-Farisi); meraih ampunan, maghfirah (H.R. Bukhari Muslim); meraih tazkiyatun-nafsi (Q. 91: 9-10); meraih nafsu muthmainnah (Q. 89: 27-30): meraih qalbun salim (Q.26: 88-89); meraih lailatul qadar (Q. 97: 1-2); meraih fitrah (Q. 30:30).


Perusak Prestasi Ruhani
Ruhani yang telah mencapai puncak prestasi tersebut, kemudian harus dijaga dari berbagai perbuatan yang dapat merusak prestasi ruhani (fitrah). Allah telah mengingatkan kepada kita:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.“ (Q. 16: 92).


Pesan Allah tersebut mengandung beberapa pelajaran: (1). Larangan merusak kebaikan yang telah dilakukan; (2) Perintah istikamah dalam segala kebajikan; (3) Larangan membatalkan keimanan dengan kemusyrikan, karena kemusyrikan merupakan sumber bencana kehidupan; (4) Larangan membatalkan perjanjian yang telah kokoh; (5) Larangan mengotori segala bentuk peribadatan dengan riya, sumah dan ujub; dan (6) Larangan memutuskan ukhuwah dan silaturrahim.


Selanjutnya pesan Rasulullah untuk memelihara prestasi ruhani adalah: “Wahai manusia! sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu. Wahai manusia! Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Tuhanmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Ali ibn Abi Thalib r.a.. berkata: Aku berdiri dan berkata, Ya Rasulullah, apa amal yang paling utama dibulan ini? Jawab Nabi: Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah.”

Pesan Rasulullah tersebut mengandung anjuran agar ummat Islam melestarikan segala kebaikan yang pernah dikerjakan selama di bulan Ramadan. Bahkan jika dipahami lebih mendalam, sesungguhnya bulan Syawal merupakan bulan evaluasi terhadap hasil pendidikan yang telah berlangsung selama Ramadan, sebagaimana ibadah haji kemabrurannya ditandai dengan peningkatan kebaikan dan berkembangnya sifat dermawan setibanya di Tanah Air.


Dalam lanjutan nasihat Rasulullah di atas, juga ditekankan upaya mengendalikan segala kecenderungan jahat yang menjadi sebab manusia mengalami kerugian dan kesengsaraan di akhirat.


Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzy; bahwa racun ruhani yang dapat merusak prestasi ruhani hasil pendidikan bulan Ramadan ada empat macam, yaitu:
• Banyak berbicara yang tidak berfaedah.
Berbicara merupakan aktivitas komunikasi yang potensi melahirkan kebaikan dan potensi pula melahirkan dampak negatif. apabila berbicara tidak terkendali, maka berbicara cenderung tidak berfaedah, seperti: mengunjing, menfitnah, mengadu-domba, mencaci-maki, menuduh, berbohong dll.
Berbicara merupakan barometer kualitas ke-Islaman dan keimanan seseorang, sekaligus merupakan cermin martabat dan kemulyaan seseorang. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah: “Bahwa seorang muslim sejati adalah apablla saudaranya sesama muslim selamat dari gangguan lidah dan tangannya”. Sedang berbicara merupakan barometer keimanan, adalah sebagaimana sabda Rasulullah: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir, hendaklah berbicara yang baik, atau diam (HR. Bukhari-Mus1im). Lebih nyata lagi dalam pepatah jawa disebutkan: “Ajining diri dumunung ono ing lati”, artinya: bahwa harga diri, kemulyaan dan martabat seseorang tergantung pada lisannya (tutur katanya).
• Memperturutkan nafsu dan pandangan liar.
Pandangan liar dimaksudkan bukan sekedar pandangan kepada lawan jenis yang menimbulkan birahi dan kemaksiatan semata, namun lebih dari itu bahwa maksud pandangan yang liar adalah memata-matai, mengintai, mengawasi dengan penuh kecurigaan kehidupan orang lain, sehingga berdampak berkembangnya sifat dengki.
• Makan berlebih-lebihan.
Makan berlebih-lebihan merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam Syari’at Islam, hal ini selain berdampak lahirnya perbuatan mubazir, juga melahirkan sifat tamak dan rakus, bahkan yang paling membahayakan adalah dampak kebutaan mata hati, yang tidak peka terhadap problematika kehidupan sesama.
• Berteman tidak selektif.
Berteman perlu selektif, mengingat teman bergaul memiliki andil besar dalam membentuk kepribadian, sifat, gaya hidup, dan pola pikir seseorang. Sebaliknya apabila dalam berteman tidak selektif, ceroboh, akan berdampak munculnya pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan kepribadian. Oleh karena itu selektif dalam memilih teman menjadi sebuah keharusan.
Semoga kita dapat istikamah dalam memelihara prestasi ruhani yang telah kita bangun selama Ramadan. Amiin. Wallahu a’lam bish-shawab


Penulis: Khusnul Fathoni Effendy, Ketua Pusat Pembinaan Agama Universitas Brawijaya (PPA-UB), Malang

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda