Ads
Cakrawala

Menyambut Tanda-tanda Kebaikan

Avatar photo
Ditulis oleh Iqbal Setyarso

Kecenderungan meruyaknya ketidakbaikan, perilaku destruktif yang kian menganga, lenyapnya rasa malu berbuat maksiat pada sejumlah orang, semua membungkus diri dengan tampilan “seolah-olah baik”, “seolah-olah benar”, “seolah-olah taat hukum”, dan banyak perilaku artifisial lainnya. Kontinum yang kian tajam, antara normalitas pada satu sisi dan anomali pada sisi yang lain. Pegiat junalistik hanya berikhtiar menggandakan narasi keteladanan kontemporer, atau menggali kearifan dari masa lalu dan menyuguhkannya secara kekinian. Seolah digerakkan kekuatan tidak tampak, kebaikan merangsek ke permukaan merespons ketidakbaikan, perilaku destruktif bahkan destruksi kolektif. Seolah memberikan perlawanan diam, counter silent atas gerakan “iblis memanggil”, melawan suara neraka mendayu-dayu dan meninabobokan naluri kebaikan.


Perlawanan atas entitas-entitas kebaikan yang satu demi satu telah tumbang; seperti agamawan, tokoh moral seperti guru dan akademisi, diterpa bujukan setan dan iblis. Dan di luar entitas itu, giliran profesi lainnya terpapar bujuk-rayu setan dan iblis. Kerja-kerja jurnalistik tak pernah mempublikasikan pekerjaan setan dan iblis, meskipun dalil qat’iy menyebutkan: setan itu musuh yang nyata. Tumbangnya pengusaha baik, tumbangnya politisi baik makin, lawyer berintegritas yang terpental dari ranah hukum, dan banyak lagi entitas kebaikan yang terpapar setan dan iblis. Kita hanya bisa membaca atau melihat, bahwa Kementerian Keuangan khususnya yang terkait perpajakan sebagai “sarang kriminal” dengan mencuatnya transaksi mencurigakan.


Bak perlawanan diam, beberapa entitas yang tidak berkutat di ranah keagamaan, bukan entitas moralis, justru merespons panggilan moral itu. Politisi menjadi saleh, lawyer menjadi berani angkat bicara tentang keadilan, pengusaha menjadi saleh, dan banyak orang menjadi saleh. Apakah itu berkat kemuliaan Ramadan? Benar atau tidaknya, fenomena itu menyemangati. Kebaikan telah kembali ke muka bumi Allah.


Ketika tanda-tanda kebaikan muncul ke permukaan, komunitas orang baik alangkah elok untuk tidak mendiamkan gelagat itu. Hal baik yang mulai muncul, harus disambut gembira. Sudah naluri manusia kebanyakan untuk terstimulasi kebaikan yang menerpa dirinya, memapar nalarnya. Perlu menjadikan hal itu sebagai “momentum selebrasi”, kebaikan yang ada patut disyukuri sebagai karunia Allah swt sebagai sebuah adab seorang hamba kepada Sang Khalik. Ini sebagaimana firman-Nya, Fazazkurkum wasykuru li wa la takfurun (Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku) [Qs. Al-Baqarah: 152]. Mengapa kita harus bersyukur?


Pertama, bersyukur, membuat memiliki pikiran dan perasaan positif. Dengan bersyukur, kita akan lebih memaknai segala sesuatunya dengan pikiran dan perasaan positif. Kedua, bersyukur juga menghindarkan kita dari iri dan dengki; Ketiga, bersyukur dapat menambah nikmat dan mengingkarinya dapat mendatangkan azab. Allah berfirman “Wa iż taażżana rabbukum lain syakartum laazīdannakum wa laing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd (sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (Qs. Ibrahim:7).

Kedua, hal baik itu perlu diiringi menjaga lisan untuk selalu mengatakan hal-hal baik agar tidak merugikan atau menyakiti hati orang lain, meneguhkan rasa syukur sebagai bentuk kesyukuran kita kepada Allah SWT. Menebalkan rasa syukur kita kepada Allah, melengkapkan dengan sikap untuk ikhlas untuk meminta maaf atas kesalahan kita kepada orang lain, terutama pada Allah SWT. Firman Allah dalam QS, Ali Imran ayat 133, “Wa sāri’ū ilā magfiratim mir rabbikum wa jannatin ‘arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u’iddat lil-muttaqīn (“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” Oleh sebab itu, jika perkataan kita menyakiti hati orang lain maka segeralah meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Dengan begitu, hubungan antar sesama manusia dapat terjalin dengan baik dan Allah akan memberikan ampunan.

Adab kepada Allah, sadarilah karunia Allah yang diberikan Allah SWT tidak berhingga, sebagaimana difirmankan Allah dalam Q.S. Ibrahim ayat 34
“Wa ātākum ming kulli mā sa`altumụh, wa in ta’uddụ ni’matallāhi lā tuḥṣụhā, innal-insāna laẓalụmung kaffār (“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya (menghitungnya). Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah),”

Ketiga, tidak mendustakan kenikmatan yang Allah Berikan. Mengelola hati untuk tetap bersyukur dan berada di jalan Allah SWT bukanlah hal yang mudah, namun ini adalah hal penting. Pribadi yang selalu mengontrol hati dan diri agar selalu bersyukur hidupnya akan lebih bahagia, terlepas dari berlimpahna kekayaan kita di dunia, karena sukses dan kaya raya bukan jaminan bisa membuat seseorang lebih mudah bersyukur dan merasa bahagia menjalani hidup. Lebih dari itu, ungkapan syukur ini harus dipanjatkan dari hati karena tiada manusia yang dapat menghitung seluruh kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT.

Dalam Surah Ar-Rahman ayat 13, Allah berfirman: “Fa biayyi ālāi rabbikumā tukażżibān” ( “Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?). Ayat ini diulang hingga 31 kali dalam surah Ar-Rahman. Hal ini menurut mufassir, Allah menantang manusia untuk jujur dalam membaca dan menghitung kenikmatan Allah yang diberikan pada manusia. Mulai dari bernapas, mendengar, merasakan, dan lainnya. Tentu itu semua tak bisa diukur menggunakan angka. Allah membenci orang-orang dengan perilaku tidak bersyukur (kufur nikmat).

Keempat, ikhlas menerima kesenangan dan kesedihan. Cara bersyukur kepada Allah dengan melalui hati dapat dilakukan dengan bentuk perasaan senang, ikhlas, dan rela dengan apa yang sudah ditetapkan Allah SWT. Mereka yang mudah bersyukur memiliki jiwa yang ikhlas dalam menerima kesenangan dan kesedihan. Mereka tak berkeluh kesah atas kekurangan atau ujian yang diberikan Allah kepadanya. Melakukan cara bersyukur kepada Allah juga menjadikan seseorang lebih sabar dari mereka yang tidak bersyukur. Dalam perspektif ilmu tasawuf, syukur adalah suatu maqam atau pencapaian tertinggi dan hanya bisa dicapai oleh mereka yang beriman dan bertakwa kepada Allah.

Kelima, berbagi rezeki, ilmu, kebahagiaan dan kebaikan. Aktivitas fisik yang bisa dilakukan sebagai cara bersyukur kepada Allah ialah berbagi rezeki, ilmu pengetahuan, kebahagiaan, dan kebaikan yang membuat orang lain senang. Dalam beberapa kesempatan, kita pasti sering menerima undangan syukuran. Ini adalah contoh bersyukur kepada Allah melalui perbuatan nyata. Dengan membagikan rezeki kepada sesama akan membuat orang lain senang dan bahagia. Sikap syukur kepada Allah SWT melalui aktivitas fisik ini tercantum dalam Al-Qur’an Surah Adh-Dhuha, ayat 11: “Wa ammā bini’mati rabbika fa ḥaddiṡ.” (“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” Ayat tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa apabila kita mendapatkan kebahagiaan maka sebaiknya berbagilah dengan orang sekitar agar mereka turut merasakan kebahagiaan. Kegiatan ini sering disebut dengan tahadduts binni’mah.

Bisa dikatakan, cara cerdas seseorang menerima nikmat Allah, adalah dengan bersyukur. Perilaku sebaliknya yang menstimulir batin, adalah pamer atau tidak ikhlas. Hal-hal yang dimaksud ikhlas ialah tidak ada niat lain kecuali beribadah kepada Allah SWT. Selain itu, bersyukur kepada Allah juga bisa dengan cara meningkatkan intensitas beribadah. Nabi Muhammad SAW yang telah dijamin masuk surga pun tetap rajin beribadah melebihi siapa pun di dunia bahkan hingga kakinya bengkak. Hal itu dilakukan oleh Nabi Muhammad semata sebagai bentuk syukur atas segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

Keenam, menjaga nikmat dari kerusakan. Saat Allah SWT memberikan kenikmatan, kebahagiaan, dan karunia yang melimpah, alangkah baiknya gunakan kenikmatan tersebut untuk menjaga hati, lisan, dan perbuatan agar tetap di jalan Allah SWT. Misalnya, Allah telah memberikan kesehatan, maka kita wajib menjaganya dengan berolahraga secara teratur, Mengonsumsi makanan bergizi, dan menjaga tubuh agar terhindar dari penyakit.

Ketujuh, menjaga keimanan dengan beribadah agar terhindar dari penyakit hati. Hal yang sama sebaiknya dilakukan ketika kita mendapatkan kenikmatan, haruslah dijaga dengan iman yang baik. Seimbangkan menjaga kebugaran fisik dengan menjaga dari penyakit hati dan merusak keimanan yang menggoda hati. Untuk itu, kita pupuk iman dengan salat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis taklim, berzikir, dan berdoa serta memohon ampunan-Nya. Perilaku itu juga bagian mensyukuri nikmat Allah.

Kedelapan, bersyukur kepada Allah melalui harta benda. Bersyukur juga dapat dilakukan melalui harta benda dapat dilakukan dengan cara mempelajari, mengamalkan dan berdakwah ajaran Islam. Selain itu juga bisa dengan cara berjihad membela Islam dan kaum muslimin, membangun masjid dan musala, membangun sarana pendidikan, membantu fakir miskin dan orang terlantar. Namun, bersyukur melalui harta benda juga bisa dilakukan mulai dari hal-hal sederhana seperti berbagi makanan, berzakat, menyantuni anak yatim, berinfak ke masjid dan lainnya. Di dalam Islam, perilaku tidak mau bersyukur disebut juga dengan kufur nikmat. Kufur nikmat merupakan tindakan ketika seseorang enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang didapatkan adalah dari Allah SWT.

Tentang Penulis

Avatar photo

Iqbal Setyarso

Wartawan Panji Masyarakat (1997-2001). Ia antara lain pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT), Jakarta, dan kini aktif di Indonesia Care, yang juga bergerak di bidang kemanusiaan.

Tinggalkan Komentar Anda