Ads
Ramadan

Catatan Ramadan Wina Armada Sukardi (24): Matematik Pahala Baca Al-Qur’an

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Pakar sekaligus penulis kaligrafi profesional, Didin Sirojuddin A.R., awal April ini, mengirim WA ke hamba. Tetapi lantaran baru hamba baca sehari kemudian setelah salat subuh berjemaah di mesjid. Isinya menerangkan bagaimana besarnya pahala bagi yang membaca dan menulis kembali ayat-ayat Al-Qur’an.


Lantaran isinya bagus buat diketahui kaum muslim, hamba pikir sangat baik kiriman WA dari Didin Sirojuddin A.R. tersebut hamba foward atau tayangkan kembali di sini, segera setiba di rumah dari salat subuh di mesjid.


Untuk menyesuaikan dengan tayangan artikel di media online, hamba adakan editing seperlunya, tanpa mengubah secuil pun maknanya. Demikian pula hamba hanya memuat bagian yang terkait dengan pahala membaca Al-Qur’an saja, sedangkan untuk bagian pahala terkait menulis kembali ayat-ayat Al-Qur’an tidak hamba tayangkan dengan dua alasan. Pertama, menghindari terlampau panjang, dan kedua tulisan itu lebih dikhususkan untuk para penulis kaligrafi.


Hamba sendiri, terus terang saja, bukanlah manusia sempurna, yang telah sanggup mengerjakan membaca Al-Qur’an dengan fasih dan dengan intonasi atawa lafal yang tepat dan benar, padahal hamba paham benar pahalanya sedemikian besar.


Hal ini menyadari hamba, Allah menciptakan manusia dengan beragam-ragam kemampuan dan kekurangannya masing-masing. Maafkan hamba ini, Ya Allah. Berikut kutipan WA dari Didin Sirojuddin AR:


Al-Qur’an kitab suci yang penuh mukjizat, membacanya saja berpahala dan dianggap ibadah. Mari kita hitung jumlah pahala kebaikan dari membaca Al-Qur’an yang merupakan way of life kaum muslimin dalam hadis: “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah Al-Qur’an, maka ia mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan dibalas pahala 10 x lipat yang seumpamanya. Ingat, aku tidak bilang: Aliflammim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR Hakim)
Subhanallah, pahalanya dihitung untuk setiap huruf!


Bila setiap huruf pahalanya 10 kebaikan, kita kalikan jumlah rata-rata:

  • 1 baris: 40 huruf x 10 pahala = 400 pahala.
  • 1 halaman: 15 baris x 400 pahala = 6.000 pahala.
  • 1 juz: 18 halaman x 6.000 pahala = 108.000 pahala

Subhanallah, banyak sekali!!!
Kita hitung dengan cara lain. Imam Syafi’i (lahir 150 H di Gaza) lebih 1.200 tahun silam, ketika dunia belum kenal komputer dan mesin kalkulator, telah mampu mendata jumlah masing-masing huruf dalam Al-Qur’an secara detail dan akurat.


Dalam kitabnya, مجموع العلوم ومطلع النجوم dan dikutip Imam Ibnu Arabi dalam mukadimah الفتوحات الإلهية menyebutkan jumlah huruf Al-Qur’an ada 1.027.000.
Secara rinci dihitungnya huruf ا (Alif) 48.740, huruf ل (Lam) 33.922, huruf م (Mim) 29.922, dan seterusnya sehingga berjumlah 1.027.000 huruf.
Bila dibaca dengan dikalikan 10, maka pahala kebaikannya 10.270.000.
Subhanallah, fantastis. Di bulan Ramadhan, setiap amalan digandakan lagi 70 x kebaikan. Maka total pahalanya 10.270.000 x 70 = 718.900.000. سبحان الله .


Ada juga surat-surat tertentu dengan imbalan pahala tertentu, seperti membaca Al-Fatihah = membaca ⅔ Al-Qur’an, bacaan Al-Baqarah dan Ali Imran akan jadi dua awan penaung.
Pembaca Al-Baqarah akan dipakaikan mahkota surga.
Membaca akhir Ali Imran di malam hari dicatat = ibadah semalam.


Bacaan Al-Kahfi akan jadi penghalang qarinya dari api neraka.
Adapun yang membaca Yasin saban malam akan diampuni dosanya, bila dibaca siang segala hajatnya akan terpenuhi. Surat Al-Waqiah adalah surat kekayaan.
Membaca Qulhu (surat Al-Ikhlash) 3 x malam hari = tamat Al-Qur’an. Membaca Qulhu 11 balik akan diganti sebuah rumah di surga.


Ayat Kursi adalah pengusir setan. Membaca Ad-Dukhan malam hari, akan diampuni dosanya yang lalu.
Bacaan Al-Mulk akan jadi tameng dari siksa kubur. dll. dll.
Itu belum termasuk bila bacaan tersebut dilagukan, baik dengan langgam murattal maupun mujawwad karena berefek pada nikmatnya di pendengaran yang “menggembirakan sesama saudara muslim”.
Rasulullah menganjurkan: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu (yang merdu).”


Pahala kebaikan akan terus bertambah bila kegiatan membaca berada dalam “proses belajar-mengajar”.
Menuntut Ilmu atau belajar dan mengamalkan ilmu yang terlibat di dalamnya bergelar “fi sabilillah” dengan imbalan pahala terbaik surga. Dalam hadis riwayat Usman dinyatakan: “Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”


Hasil dari aktivitas membaca Al-Qur’an, baik yang menjadi mahir maupun yang masih terbata-bata karena kesulitan, kedua-duanya mendapat tempat yang indah seperti yang dijanjikan Rasulullah: “Orang yang pandai membaca Al-Qur’an, akan memperoleh tempat di surga bersama-sama para Rasul yang mulia lagi baik-baik. Dan orang yang membaca Al-Qur’an kurang pandai, membacanya tersentak-sentak dan tampak agak berat lidahnya, ia akan memperoleh dua pahala,” yaitu pahala membaca dan pahala sulitnya belajar.


Subhanallah, Allah Maha Pemurah.
Begitulah WA Didin Sirojuddin A.R., dosen dan pendidik yang memiliki pesantren dengan kekhususan kaligrafi di Sukabumi (Jawa Barat).


Terhadap matematik kuantitatif pahala ini, ada dua penafsiran. Pertama, yang berkeyakinan jumlah pahala tersebut leterlek persis sama dengan angka-angka yang disebut di angka-angka itu. Dalam artian, angka-angka itu merujuk pada arti kongkret jumlah angka itu.
Jika disebut 10 kali, ya harus dihitung 10 kali yang sebenarnya.


Tafsir kedua berpendapat, penyebutan kuantitatif melalui angka-angka tersebut sesungguhnya merupakan simbol atau metafora dari tingkatan-tingkatan pahala. Jadi semacam ukuran superlatif. Jadi bukan dalam artian 10, ya harus dihitung 10, tetapi kadarnya 10 kali lipat dan sebagainya.
Misal kalau disebut jumlahnya “selangit,” tetapi berarti selangit penuh, tapi satu simbol betapa banyaknya. Begitu juga jika disebut seribu bulan, misalnya, bukan berarti tepat seribu bulan, tetapi sesuatu yang jumlahnya dahsyat.


Biarlah para ahli di bidangnya yang menafsirkan. Bagi hamba pendapat kedua-duanya kemungkinan benar karena keduanya saling melengkapi. Satu dalam paparan angka kuantitatif matematik, yang kongkret, satu lagi menarasikannya.
(Bersambung)


Penulis: Wina Armada Sukardi, wartawan dan advokat senior, juga anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase pribadi yang tidak mewakili organisasi.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda