Ramadan

Puasa dan Pemberantasan Kejahatan Keuangan

Avatar photo
Written by Sri Yunanto

Dalam Islam, puasa Ramadan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib untuk dijalankan setiap Muslim. Tujuan utama ibadah puasa adalah menumbuhkan ketakwaan, menumbuhkan rasa bersyukur kepada Allah Swt., mendapatkan pintu surga, meleburkan dosa, introspeksi diri, latiha menahan diri, menghindari perbuatan maksiat . Dalam berpuasa umat Islam menahan diri dari makan dan minum secara disengaja dan melakukan kejahatan lain seperti perbuatan maksiat misalnya mengumpulkan uang secara tidak sah dan berbohong.


Ajaran Islam juga mengakui bahwa ibadah puasa telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum datangnya Islam. Pengakuan ini terbukti. Semua agama mempunyai ajaran berpuasa. Tentu saja tata cara berpuasa tidaklah sama antara satu agama dengan agama lain. Dalam agama Budha, puasa disebut sebagai Uposatha. Dalam ajaran ini umat Budha yang berpuasa tidak diperbolehkan makan, tetapi diperbolehkan minum. Selama menjalankan ibadah puasa umat Budha dilarang membunuh, mencuri, melakukan kegiatan seksual, berbohong, makan pada siang hari hingga dini hari, menonton hiburan, memakai kosmetik, parfum, dan perhiasan. Dalam agama Hindu ajaran tentang puasa di sebut Upawasa. Sifatnya ada yang wajib dan yang tidak wajib . Upawasa yang wajib adalah Upawasa Siwa Ratri dan Nyepi. Umat Hindu juga tidak boleh makan dan minum. Pada Upawasa Ratri, larangan makan dan minum dilakukan sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, Pada puasa Nyepi, larangan makan dan minum dilakukan sejak fajar hingga fajar keesokan harinya


Umat Khong Hu Chu mempunyai ajaran Puasa Jasmani dan Rohani. Tujuan puasa Rohani adalah untuk menjaga diri dari sifat-sifat asusila. Puasa Jasmani dilakukan pada hari Imlek. Pada puasa jasmani dilarang makan daging secara bertahap. Umat Katolik, pada saat berpuasa hanya diizinkan untuk makan kenyang sekali dalam sehari. Dalam berpuasa ini umat Katolik menghindarkan diri dari hal-hal yang disukai misalkan makan daging, garam, merokok. Umat Katolik berpuasa untuk mendekatkan diri kepada tuhannya . Umat Kristiani memaknai Puasa sebagai kegiatan rohani yang penting. Ibadah ini merupakan keprihatinan dan penyesalan atas dosa-dosa yang dilakukan. Secara rohani, ritual puasa bagi umat Kristiani dilakukan dalam bentuk merendahkan diri di hadapan tuhan, tidak sibuk dengan urusan sendiri, menunjukkan kasih pada sesama, dan tidak berbuat jahat. Secara fisik puasa dalam ajaran Kristiani juga dalam bentuk larangan makan dan/atau tidak minum dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan rohani. Agama Yahudi juga mengajarkan puasa yang dinamai Ta’anit . Ajaran puasa bagai umat Yahudi dibagi menjadi dua; puasa yaitu pada hari Besar Yom Kipur dan Tisha B’Av dan puasa pada hari kecil yaitu Esther dan Gedhalia. Pada saat puasa , umat Yahudi dilarang makan, minum, berhubungan seks, mengenakan sepatu kulit. Pada puasa Yom Kippur, selain dilarang melakukan hal-hal ini, umat Yahudi bahkan dilarang menggosok gigi.


Gunung Es Kejahatan Keuangan di Indonesia
Kehidupan berbangsa kita beberapa minggu belakangan ini diramaikan dengan dengan diskusi dan pemberitaan praktik kejahatan keuangan yang dilakukan utamanya oleh Aparat Sipil Negara (ASN). Kejahatan keuangan itu dalam bentuk praktik pencucian uang (Money Laundring). Praktik Pencucian Uang merupakan modus kejahatan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana sehingga seolah-olah tampak menjadi harta yang sah. Menurut ketua PPATK sumber utama dana pencucian uang adalah dari tindak pidana korupsi dan perdagangan Narkoba. Pada tahun 2022 dana yang dicuci dari tindak pidana korupsi berjumlah Rp81,3 triliun . Sementara itu pencucian uang dari hasil transaksi narkotika berjumlah Rp3,4 triliun.


Fenomena kejahatan pencucian uang ini bagaikan fenomena Gunung Es ( Tip of the iceberg). Dalam puncak gunung itu ada figur seperti Rafael Alun Trisambodo. PPATK menemukan mantan direktur di Dirjen Pajak ini mempunyai kekayaan berjumlahnya 500 miliar atau setengah triliun. Dana ini diduga dari praktik pencucian uang yang sumbernya mungkin dari berbagai praktik korupsi. Sementara itu fenomena kedalaman gunung esnya adalah transaksi yang mencurigakan atau janggal dengan jumlah nominalnya mencapai Rp300 triliun lebih.


Menurut Menko Polhukam Mahfud MD transaksi mencurigakan atau transaksi janggal dengan jumlah fantastis itu terjadi di Kementerian Keuangan yang melibatkan 467 pegawai Kementerian ini sejak 2009-2023. Jumlah angka yang fantastis ini merupakan kasus yang harus ditangani oleh kementerian keuangan. Karena kejahatan ini berbentuk transaksi janggal di wilayah kepabeanan, cukai dan perpajakan yang merupakan yurisdiksi kementerian yang saat ini dipimpin oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati. Kementerian Keuangan harus menuntaskan kasus ini, karena mempunyai otoritas sebagai penyidik dugaan kejahatan pencucian uang. Sangat mungkin, kedalaman gunung es praktik money laundering ini juga terjadi di lembaga pemerintahan lainnya . Karena kejahatan pencucian uang ini merupakan modus untuk membersihkan jarahan hasil korupsi yang dilakukan oleh aparat negara di berbagai instansi pemerintahan.


Ibadah Puasa untuk Mengatasi Kejahatan Keuangan
Dalam perspektif moralitas dan spiritualitas Praktik kejahatan pencucian uang didorong dari sifat keserakahan. Nafsu ini telah membunuh atau mengalahkan kemampuan seseorang dalam menahan diri dari nafsu untuk menumpuk harta kekayaan yang bukan miliknya atau tidak sah. Salah satu bentuknya adalah praktik korupsi yang hasil jarahan dilakukan pencucian.


Di sinilah signifikasi misi ibadah puasa yang menjadi ajaran inklusif agama-agama sebagaimana dibahas di atas. Misi spiritualitas dan moralitas dari ajaran ini di beberapa agama adalah sama yaitu menahan diri dari kenikmatan dan tindak kejahatan, termasuk kejahatan pencucian uang (money laundering). Walaupun secara ritual, ajaran puasa dari berbagai agama tidaklah sama. Dengan kata lain dugaan maraknya praktik kejahatan keuangan di Indonesia, merupakan bentuk kegagalan bangsa ini dalam menjalankan misi ibadah puasa. Bangsa yang memeluk berbagai agama secara kolektif dikatakan berhasil dalam berpuasa jika mampu menahan dan mengendalikan diri dari godaan mengumpulkan harta yang tidak sah.


Percuma saja menjalankan ibadah puasa dalam berbagai bentuknya, jika seseorang gagal menahan diri dari nafsu keserakahan, menumpuk harta dari jarahan korupsi dan money laundering. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada bulan puasa Ramadan ini, bangsa Indonesia, termasuk aparat sipil negara terus mengevaluasi diri atau menahan diri dari nafsu kejahatan termasuk kejahatan pencucian uang dan korupsi yang saat ini sedang ramai diperbincangkan oleh berbagai kalangan.

About the author

Avatar photo

Sri Yunanto

Dr. Sri Yunanto. M.Si adalah Associate Profesor Magister Ilmu Politik , FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakara. Staf Ahli Menko Polhukam (2016-2019) menulis berbagai isu tentang politik dan Gerakan Islam dan Isu Kemanan. Beberapa Karyanya adalah Militant Islamic Movement in Indonesia and Southeast Asia (English), Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara (edisi Indonesian, 2003), Islamic Education in South and Southeast Asia (2005). The Fragmentatation and Conflict of Islamic Political Parties During Reformasi Era ( 2013) Menata Ormas, Memperkuat Bangsa ( 2017)

Tinggalkan Komentar Anda