Ads
Aktualita

Gala Premiere Film Buya Hamka di Kota Malang Ditonton Ratusan Mahasiswa Muhammadiyah

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Divi Balqis Maharani sedikit terlambat memasuki Studio 3 bioskop Cinepolis Cinemas di lantai empat pusat perbelanjaan Malang Town Square alias Matos.

Film Buya Hamka volume pertama baru berjalan sekitar dua menit saat Divi menempati kursi nomor B6. Dia duduk di sebelah Novandha. Sesekali terdengar Divi dan Novandha mengomentari jalannya film. Bahkan, Divi sempat menyeletuk bahwa dia baru tahu nama belakang Buya Hamka adalah akronim nama diri Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Ternyata, Divi sangat terbawa perasaan ketika Hisyam Hamka, anak pertama pasangan Buya Hamka (17 Februari 1908-24 Juli 1981) dan Siti Raham (1914-1 Januari 1971), wafat dalam usia lima tahun. Hampir sepanjang film Divi menangis sesenggukan. Beberapa kali dia menyeka air mata dan mengelap air hidung. Keharuan begitu mendalam juga menyergap sejumlah penonton perempuan hingga tersedu-sedu.

“Saya sangat tersentuh oleh keindahan tutur kata dari Buya Hamka. Kehangatan dan keharmonisan keluarganya pun sangat jadi pandangan dan teladan,” kata Divi, gadis asal Timika, Ibu Kota Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, kepada Panji Masyarakat, Ahad petang, 9 April 2023.

Novandha turut terharu, namun tiada sampai tersedan-sedan. Sebelum menonton filmnya, gadis yang berasal dari Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, ini lebih dulu mencari informasi tentang Buya Hamka melalui Google.

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Mang (UMM) berpose dulu sebelum dimulainya gala premiere film Buya Hamka volume pertama di Bioskop Cinepolis Cinemas, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, Ahad, 9 April 2023. Foto: PANJI MASYARAKAT/Abdi Purmono

“Saya juga dapatkan cerita tentang Buya Hamka dari orangtua dan guru di sekolah dulu. Saya dari keluarga NU (Nahdlatul Ulama) dan tidak masalah bagi saya menonton film Buya Hamka yang terkenal sebagai tokoh Muhammadiyah,” ujar Novandha.

Divi dan Novandha tercatat sebagai mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (Fisip UMM). Masing-masing dari angkatan 2021 dan 2022.

Kedua gadis belia itu bagian dari ratusan warga Fisip UMM yang nobar pertunjukan besar dan perdana alias gala premiere film Buya Hamka. Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2021 dan 2022 memang mendominasi, ditambah sejumlah dosen dan pegawai FISIP UMM datang bersama istri dan anak-anaknya.

Menurut Deny K, penjaga gerai penjualan tiket Cinepolis Cinemas, seluruh tiket seharga Rp 45 ribu habis terjual. Total, ada 424 orang penonton yang tersebar di Studio 1, Studio 2, dan Studio 3. Melihat antusiasme penonton, Deny optimistis film Buya Hamka juga laris manis saat resmi tayang perdana 20 April nanti.

Tingginya animo penonton sudah terlihat satu jam sebelum film diputar. Ratusan mahasiswa berkaus maupun berkemeja warna putih, tema busana atau dress code yang sudah ditentukan, memadati area depan pintu masuk bioskop hingga area gerai penjualan tiket.

Hampir seluruh penonton menyempatkan diri berfoto di depan poster besar film Buya Hamka maupun di depan replika rumah gadang—rumah khas Minangkabau yang atapnya bergonjong, biasanya memiliki dua rangkiang di depannya—serta replika Jam Gadang, menara jam yang jadi tengara alias landmark Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Sepasang cowok-cewek muda berpakaian adat Minangkabau ikut mendampingi.

Bukan cuma berfoto, mereka pun diarahkan tim promosi film untuk menyerukan ajakan menonton film Buya Hamka yang diakhiri dengan teriakan panjang “rancak bana” (bagus benar). Ada pula sesi pemberian testimoni. Menariknya lagi, semua penonton mendapat satu eksemplar novel berjudul Buya Hamka karya Ahmad Fuadi, mantan wartawan Tempo.

Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UMM Nasrullah mengatakan, nobar film Buya Hamka merupakan bentuk apresiasi tinggi UMM terhadap film-film Indonesia berkualitas jempolan.

Prodi Ilmu Komunikasi amat bersemangat diajak salah satu lembaga penyelenggara acara atau event organizer untuk nobar gala premiere film Buya Hamka lantaran filmnya bisa dikaji dalam perspektif mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi Audio Visual, Dasar Syuting, dan Research for Audio Visual. Terlebih lagi UMM punya kelompok studi sinematografi bernama Kine Klub.

Film Buya Hamka sangat pantas ditonton bukan hanya karena punya kedekatan emosional dengan UMM sebagai perguruan tinggi Muhammadiyah, melainkan guna menghargai kerja keras tim yang telah memproduksi sebuah film biopik amat bermutu dan begitu mengesankan dari sisi alur cerita, akting, maupun sinematografinya. Maka, tak sia-sia film Buya Hamka jadi film termahal dalam sejarah perfilman Indonesia. Pembuatan tiga seri film Buya Hamka menghabiskan Rp 70 miliar.

Selain buku, kata Nasrullah, film adalah media paling bagus untuk mengenalkan sejarah. Lewat film, penghayatan sejarah ketokohan Buya Hamka lebih imajinatif, mengena, dan tidak menggurui.

Nasrullah menekankan, film besutan sutradara Fajar Bustomi itu sangat layak ditonton generasi milenial supaya mereka bisa mengenal lebih dekat sosok dan ketokohan Buya Hamka; agar mereka bisa meneladani keteguhan dan kegigihan Buya Hamka baik sebagai ulama, wartawan, sastrawan, sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia.

“Generasi sekarang harus tahu bahwa untuk jadi bangsa besar, kita harus bisa mengambil bagian dari spirit perjuangan yang sudah dicontohkan Buya Hamka. Jangan sampai generasi sekarang jadi generasi yang sukanya serba-instan, tidak tahan menjalani proses kehidupan. Pokoknya, filmnya keren bangetlah. Penceritaannya otentik dan tidak berlebihan, cocok ditonton generasi milenial,” ujar Nasrullah.

Nasrullah pribadi merasa sangat terhubung dengan film Buya Hamka bukan hanya musabab ia warga Muhammadiyah, tapi juga karena istrinya beretnis Minangkabau tulen.

Film Buya Hamka menjalani pemutaran gala premiere di 18 kota, termasuk Kota Malang, sebelum tayang serentak 20 April nanti. Pihak Falcon Pictures selaku produser film menyatakan gala premiere film Buya Hamka dilakukan setelah melihat tingginya antusiasme masyarakat yang ingin menyaksikan sosok Buya Hamka lebih dulu. Hanya penonton yang diundang boleh mengikuti gala premiere seri pertama film Buya Hamka.

Film Buya Hamka terbagi dalam tiga volume dengan total durasi 7 jam. Film Buya Hamka volume pertama berpusat pada masa hidup Buya Hamka sebagai pengurus Muhammadiyah, sastrawan, dan wartawan, dengan kondisi keluarga yang kehabisan uang akibat penjajahan Belanda dan Jepang.

Film Buya Hamka diisi banyak bintang senior dan muda, antara lain aktor Vino Giovani Bastian (Buya Hamka), Laudya Cynthia Bella (Siti Raham), Donny Damara (Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayah), Dessy Ratnasari(Siti Safiyah, ibu), Mathias Muchus, Cok Simbara, Ayu Laksmi, Donny Kesuma, Ben Kasyafani, Marthino Lio, Mawar de Jongh, dan Cut Beby Tsabina.

Penulis: Abdi Purmono, wartawan Panji Masyarakat (Malang, Jawa Timur)

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda