Ads
Ramadan

Catatan Ramadan Wina Armada Sukardi (18): Humor di Ceramah Mesjid

Ditulis oleh Panji Masyarakat

“Apa yang paling dicari selama bulan Ramadan?” tanya seorang penceramah, dalam tausiah setelah salat wajib subuh di mesjid dekat rumah kami.


Jawaban para jemaah macem-macem, mulai dari mencari rida Allah sampai mencari ampunan. Setelah itu penceramah menyela, “Jujur aja deh! Selama bulan Ramadan ini yang paling dicari-cari oleh kita, cuma azan magrib!” Jemaah tertawa, dan ada yang cengar-cengir.
“Buktinya berdasarkan survei, azan magrib selama bulan puasa menempati posisi paling tinggi yang ditonton atau didengar masyarakat!”


Di mesjid dekat rumah kami, seusai salat subuh, setiap hari ada tausiah atau ceramah. Bisa cuma 7 menit, tapi bisa juga sampai ada yang satu jam. Rata-rata 15 -30 menit.
Ceramah atau tausiah di mesjid memang menyangkut masalah-masalah religius. Dari keimanan, ketakwaan sampai manfaat puasa. Perkara ini tentu urusan serius. Oleh sebab itu sebagain besar penceramah menyampaikannya dengan serius pula.


Kendati begitu, ada penceramah yang menyelipkan humor-humor atau lelucon. Nampaknya mereka paham, jemaah mungkin sudah cape dan sebagian masih atau sudah mengantuk, padahal pesan-pesan keagamaan harus tetap diberikan. Tapi bagaimana supaya misi itu sampai dengan efektif kepada jemaah?


Di sinilah beberapa penceramah menyelipkan humor. Meskipun humor ini biasanya tetap dikaitkan dengan pesan yang ingin disampaikan Sang Penceramah. Ada yang untuk menyindir, ada yang untuk memperlihatkan Keagungan Allah, atau betapa mulianya akhlak Nabi Muhammad Saw.
“Coba perhatikan, semua bulu di kepala kita, cepat tumbuhnya, tapi kenapa alis ya segitu-gitu saja?!” kata seorang penceramah beretorika.


Pada bagian lain dia mengambil contoh gigi. ”Ayo kenapa setelah dewasa gigi gak tumbuh lagi? Bagaimana kalau gigi kita tumbuh terus, kayak rambut! Bisa serem dan bahaya tuh!”kata seorang penceramah memancing.


Lantas akhirnya dia “menembak” dengan “klimaks.” Si Penceramah menuturkan, Allah sudah mengatur semuanya dengan baik. “Dia menciptakan ASI buat para bayi. Dari kecil orang udah dikasih rezeki masing-masing. Apa gak hebat tuh? Hebatnya lagi, susu manusia cuma dua, dan letakannya udah diatur di sana. Coba bagaimana kalo kayak kucing ataU anjing. Susunya banyak, berlerot dari atas ampe bawah,? Gimana kalo manusia seperti itu? Susunya lebih dari dua dan letaknya dimana-mana,” ujarnya
Anggota majelis jemaah subuh di mesjid ada yang tertawa dan ada yang cuma senyam senyum saja. Relevansinya penceramah ingin memberitahu Allah dengan segala kekuasaan-Nya telah membentuk manusia menjadi makhluk terbaik.


“Masuk barang” itu. Maksudnya, dengan cara humor seperti ini memungkinkan jemaah salat subuh di mesjid menjadi lebih mudah mencernanya, di samping menjadi tidak mengantuk.


Penceramah lain berbeda pula. Manakala sedang serius-seriusnya membahas suatu topik, tetapi dengan tiba-tiba dia berujar, ”Waduh, kok dingin bener di sini!” Rupanya dari tadi dia sudah sangat kedinginan.


Salah satu AC di mesjid tempat kami salat subuh memang terpasang di dinding di belakang mimbar atau dengan kata lain, letaknya tepat di belakang penceramah. Rupanya dia kedinginan, tapi tak ada yang mengetahuinya.


Jadi , waktu dia tiba-tiba bilang kedinginan, jemaah agak terkejut dan terasa lucu.
Ikhwal ada unsur humor dalam khotbah di mesjid, hamba ingat saat masih kuliah di Fakultas Hukum UI di Rawamangun (Jakarta Timur). Sekarang kampusnya sudah dipakai oleh Universitas Negeri Jakarta (d/h IKIP Negeri Jakarta). Waktu itu kalau salat Jumat, para mahasiswa salat di Masjid At-Taqwa, dekat Asrama Daksinapati itu.


Di mesjid itu para penceramah salat Jumat kalau sedang kotbah sangat sering mengemukan materinya dengan humor. Ini dilakukan untuk mengkritik pemerintah Orde Baru waktu itu.
Rezim di bawah pimpinan Pak Harto pemerintahnya sanga represif. Untuk mengritiknya harus berhati-hati, termasuk di lembaga keagamaan. Humor menjadi salah sarana untuk dapat masuk mengkritik pemerintah. Kalau tidak lewat cara humor, lelucon atau tawa mungkin para khatib waktu itu sudah masuk black list atau daftar hitam pemerintah. Konsekuensinya bisa dihukum atau bahkan “dihilangkan.” Tetapi melalui humor mereka tidak dianggap menghina pemerintah, tapi pesan agamanya tetap tersampaikan.


Secara teoretis humor tidak sekedar menghasilkan tawa belaka. Humor atau kelucon berdasarkan teori-teori psikologi dinilai sebagai fenomena sosial. Dalam hal ini, tawa membawa pesan, mengampaikan misi. Di balik tawa, ada sesuatu yang ingin disampaikan dan dapat sampai pada taraf untuk mempengaruhi. Dengan begitu humor tidak sekedar menghasilkan tawa.


Dalam bukunya Sense of Humor and Dimention of Personlity, Lefcourt dan Martin (Woshington, 1993) sudah menegaskan, tertawa tidak selalu dipicu rasa lucu. Sebaliknya tragedi dapat menghasilkan senyum dan tawa.


Rasa lucu, kata psikopog Elizabeth E. Hurlock, dapat mengubah persepsi kita mengenai sesuatu hal. Sedangkan menurut John Sorey dalam bukunya Cultural Studies and The Stydt of Populer Culture: Theoriea and Method, jelas ada makna di balik kelucuan


Lebih jauh lagi, Arhur Koestler setelah melalukan penelitian panjang, dalam bukunya The Art of Creation yang terbit tahub 1989 menyimpulkan, lelucon adalah proses intelektual.
Maka kehadiran humor pastilah memiliki alasan yang kuat. Sementara bagi Arthur Koestler humor bukan untuk merendahkan manusia, tetapi sebaliknya untuk mengangkat harkat martabat manusia.


Para penceramah atau khatib mungkin tidak membaca teori-teori humor atau lelucon yang berasal dari barat tersebut, namun beberapa dari mereka telah menerapkannya secara instingtif.


Lewat humor atau lelucon yang mereka selipkan di antara ceramah atau kotbah mereka, merupakan bagian dari dakwah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan para pendengarnya. Di balik tawa mereka memberikan pesan dan misinya untuk meyakinkan, Allah Maha Kuasa. (Bersambung)


Penulis: Wina Armada Sukardi, wartawan dan advokat senior, juga anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase pribadi yang tidak mewakili organisasi.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda