Ads
Jejak Islam

Jong Islamieten Bond (5): JIB dan Kongres Pemuda 1928

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Kalau saya pada usia 73 tahun, pada saat ini menceritakan kepada saudara-saudara, bahwa JIB di tahun 1928, 53 tahun yang Jalu, adalah satu dari 10 pergerakan pemuda yang mencetuskan Sumpah Pemuda, saya rasa saudara akan percaya. Saya menyaksikan kejadian itu sebagal anggota JIB cabang Jakarta. Yang mewakili JIB dalam pengurus Kongres Pemuda waktu itu adalah Saudara Johan Mohamad Cai, anggota senior, yang waktu itu adalah mahasiswa dari Rechtshogeschool. Peristiwa itu adalah suatu fakta sejarah yang pasti tidak diragukan lagi. Anggota-anggota JiB Cabang Jakarta, seperti Bapak Kasman akan membenarkan juga kesaksian itu.

Akan tetapi hal itu di tahun 1971 menjadi persoalan lagi. Apakah yang terjadi?

Pada tanggal 20 Januari 1971 Dr. Abu Hanifah mengadakan ceramah di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki, dengan judul ’’Beberapa mental dalam sejarah gerakan pemuda sebelum perang’’. Dalam ceramah itu Dr. Abu Hanifah terutama bercerita tentang ‘’Sumpah Pemuda tahun 1928’’. Ia mengatakan bahwa dalam Kongres Pemuda II, (yang mencetuskan Sumpah Pemuda) ia menjadi sekretaris Kongres bagian organisasi, administrasi dan politik. Seterusnya ia menceritakan bahwa ia adalah mula-mula anggota Jong Sumateranen Bond, dan kemudian pindah menjadi anggota perkumpulan “Pemuda Indonesia” di tahun 1927.

Yang menarik perhatian dari ceramah Dr. Abu Hanifah itu ialah, bahwa meskipun ia bukan anggota JIB, tapi memerlukan mengatakan, bahwa JIB tidak ikut dalam Kongres Pemuda II, di tahun 1928. Berkatalah Dr. Abu Hanifah: “Karena itu JIB sebagai organisasi tidak pernah aktif dalam perundingan Kongres Pemuda ke II dan juga tak pernah turut dalam penjelmaan Sumpah Pemuda sebagai klimaks kongres tahun 1928 itu. Maka penulis-penulis sejarah yang pernah menyebut-nyebut JIB sebagai salah satu eksponen ’’Sumpah Pemuda’’ adalah keliru. Benar, dan hal itu harus dikoreksi.”’

Jelas dan tegas benar, yang dimaksudkan oleh Dr. Abu Hanifah. Ia tidak saja menyatakan sebuah fakta sejarah, akan tetapi juga bermaksud mengoreksi orang yang berlainan pendapat dengan dia. Waktu Dr. Abu Hanifah berceramah itu, saya sendiri kebetulan tidak hadir. Orang lain yang berlainan pendapat juga rasa-rasanya tidak ada. Saya membaca tulisan Dr. Abu Hanifah sendiri tentang ceramah itu, yang dimuat di majalah Budaya Jaya bulan Oktober 1971, no. 41.

Waktu Dr. Abu Hanifah mengadakan ceramah itu ia sudah terkenal dalam masyarakat Indonesia. Ia seorang pemimpin Islam, anggota Pemimpin Partai Masyumi,dua kali menjadi Menteri P dan K sebagai eksponen Masjumi, dan bekas Duta Besar RI di Roma dan Brazil. Maka ia seorang yang telah menjalani karier yang gemilang. Bobot ceramahnya tentu saja sesuai dengan karier yang ia sudah jalani.

Meskipun begitu menurut ingatan dan kesaksian yang saya miliki Dr. Abu Hanifah tidak benar. Saya bertahan, bahwa JIB ikut serta dalam pencetusan Sumpah Pemuda, sama dan tidak kurang dart skul serta pergerakan pemuda lainnya. Akan tetapi kesaksian saya hanya seorang, tidak leh dari kesaksian Dr. Abu Hanifah. Itulah kesulitan yang saya alami waktu sdr. Amelz dart penerbit Bulan Bintang menanyakan tentang kebenaran ceramah Dr. Abu Hanifah.

Kebetulan dalam Budaya Jaya bulan Februari 1972, dimuat karangan dari Soegondo Djojopuspito, dengan judul Koreksi atas ceramah Dr. Abu Hanifah. Bagi saya koreksi ini datangnya dari pihak yang benar-benar mempunyai bobot. ‘Soegondo Djojopuspita adalah Ketua dari Kongres Pemuda, dan keterangannya adalah lebih berbobot dari Dr. Abu Hanifah sendiri. Kalau keterangan Dr. Abu Hanifah, bahwa ia adalah Sekretaris Kongres Pemuda, maka Soegondo mengatakan, bahwa Dr. Hanifah bukan Sekretaris, apalagi bagian politik, sebab di zaman itu pergerakan pemuda dilarang berpolitik. Sekretaris pengurus Kongres adalah Mohamad Yamin, yang duduk dalam pengurus mewakili Jong Sumatranen Bond. Soegondo, dalam karangan itu juga menerangkan, bahwa Jong Islamieten Bond adalah salahsatu peserta Kongres, dengan ketentuan, bahwa kemudian JIB tidak akan ikut fusi, karena asas JIB adalah Islam. Hal ini sudah dibicarakan sebelumnya dalam Pengurus, artinya sudah ada saling pengertian. Maka dengan pengertian itu JIB masih dipandang perlu ikuwt serta dalam Kongres Pemuda itu.

Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1981, Ibu Soejono mendapat surat dari AR. Baswedan dengan pertanyaan yang sama seperti ditanyakan oleh Sdr. Ameiz. AR. Baswedan sekarang menulis memorinya dan ingin menyebut juga keanggotaannya dalam JIB. Waktu ia sampai kepada tahun 1928, maka terbentur kepada seorang yang mendengarkan ceramah Dr. Abu Hanifah. Kepada Ibu Soejono, seorang anggota JIB, saya tunjukkan majalah Budaya Jaya yang memuat polemik Dr. Abu Hanifah lawan Soegondoa Djojopuspito.

Dr. Abu Hanifah menulis lagi di Budaya Jaya, dalam mana ia tidak lagi menyangkal, bahwa JIB ikut serta dalam Sumpah Pemuda dan ia tidak menyangkal pula, bahwa ia bukan Sekretaris Kongres Pemuda.

Saya minta maaf, agak panjang saya mengoreksi keterangan Dr. Abu Hanifah karena saya pandang partisipasi JIB dalam Sumpah Pemuda itu adalah suatu hal yang penting yang membuktikan meskipun JIB memilih jalan sendiri JIB tidak menyimpang dari tujuan Pemuda Indonesia umumnya, yaitu menyiapkan pemuda bagi tugas mereka jika sudah menjadi dewasa.

(Bersambung)

Penulis: Mohamad Roem (1908-1983), diplomat dan salah seorang pemimpin revolusi kemerdekaan Indonesia. Pernah menjabat Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri.

Sumber: Panji Masyarakat No. 348, 21 Januari 1982

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda