Dari Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Awal bulan Ramadan adalah rahmat (rahmah), pertengahannya adalah ampunan (maghfirah), sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka (‘itqun minannar).” (H.R. Baihaqi).
Ada yang menyebut hadis masyhur mengenai fase-fase bulan suci itu lemah (dha’if). Meski begitu, pada umumnya para ulama sepakat bahwa hadis tersebut bisa digunakan guna mendorong orang untuk memperbanyak amal di bulan Ramadan yang setiap harinya penuh berkah ini.
Jika Ramadan kita bagi dalam tiga bagian, maka 10 hari pertama merupakan fase rahmat atau kasih sayang. Lalu, 10 hari kedua merupakan fase ampunan, dan terakhir adalah ,fase pembebasan dari api neraka. Rahmat atau kasih sayang Allah itu tentu tidak akan datang dengan sendirinya. Ia harus diketuk dengan doa-doa, dan diupayakan melalui amalan-amalan yang disunahkan, serta melakukan kebajikan terhadap sesama melalui infak, sedekah, dan seterusnya.
Kasih sayang Allah akan kita peroleh karena Allah sendiri bersifat Ar-Rahman atau Yang Maha Penyayang. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kasih sayang Allah sering ditunjukkan kepada hamba-hamba-Nya. Itulah yang disebut rahmat, yang merupakan keutamaan 10 hari pertama Ramadan.
Dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman: “Wahai anak Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosamu yang telah kamu lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika dosamu setinggi langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni. Wahai anak Adam, jika engkau datang kepadaku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (H.R. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Pengasih kepada setiap hamba-Nya apa pun dosanya. Sehingga banyak ulama berpendapat bahwa cara terbaik bagi Muslim untuk beribadah selama 10 hari pertama agar mendapat kasih sayang atau rahmat Allah adalah dengan memperbanyak doa dan zikir kepada-Nya.
Kasih sayang Allah, selanjutnya dapat kita raih dengan memberikan kasih sayang terhadap sesama, yang merupakan i bagian dari amal kebajikan kita. Nabi bersabda, “Irhamuu man fil ardh, yarhamukum man fis samaa’ (Sayangilah semua yang ada di bumi, penduduk, maka semua semua yang ada di langit akan menyayangimu).” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Bagaimana dengan fase berikutnya, 10 hari kedua Ramadan? Pada fase ini kita berharap mendapat ampunan atau magfirah dari Allah. Karena itu, inilah saat yang tepat bagi kita untuk mohon ampunan atas dosa-dosa yang telah kita perbuat, antara lain dengan cara memperbanyak zikir serta meminta agar dosa-dosa kita diampuni dan diterima tobat kita.
Allah itu bersifat Ghafur atau Maha Pengampun. Sebagai hamba-Nya kita sangat membutuhkan ampunan atau magfirah dari Allah SWT, atas dosa-dosa yang kita telah perbuat. Karena itu jangan sampai kita lewatkan hari-hari yang yang penuh ampunan ini. Dan Allah SWT pun berjanji akan mengampuni hamba-hamba-Nya nya yang bertobat. Caranya dengan memperbanyak salat malam seperti tahajud, salat hajat, sholat tobat, berdoa, membaca Alquran, dan berzikir. Dengan memohon ampunan dengan rendah diri serta ketulusan hati dan bertobat dari lubuk hati yang terdalam Insya Allah kita akan mendapatkan ampunan-Nya.
Ada yang membuat perumpamaan bahwa fase kedua ini merupakan babak semi final. Artinya, selain kekuatan fisik mulai menurun, pada fase ini godaan dan gangguan akan semakin banyak dan mungkin terasa semakin berat. Tapi bagi yang bermental juara, hal-hal yang terasa berat itu akan dia lewati dengan ringan, sehingga pada akhirnya dia benar-benar akan keluar sebagai juara alias pemenang.
Fase terakhir, 10 hari ketiga Ramadhan, adalah pembebasan dari api neraka. Ini merupakan konsekuensi dari diperolehnya ampunan, magfirah, dari Allah SWT, yang dengan itu kita berharap memperoleh surga-Nya.
Banyak keutamaan yang dapat kita raih karena di 10 malam terakhir itu merupakan waktu turunnya malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Lailatul Qadar adalah malam turunnya Al-Qur’an dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia). Meskipun malam Lailatul Qadar tidak diketahui kapan datangnya, kita diminta untuk mencarinya di 10 hari terakhir di bulan Ramadan. Rasulullah bersabda: “Carilah malam lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadan.” (H.R. Bukhari).
Nabi pun amat menyukai 10 hari terakhir Ramadan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau bersabda, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh di 10 terakhir di bulan Ramadhan lebih dari pada bersungguh-sungguhnya beliau di hari-hari lainnya.” (H.R. Muslim dan Ahmad).
Di antara yang dapat dilakukan ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadan, pertama dadalah mendaras Al-Qur’an. Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur’an), maka dia akan mendapat satu kebaikan. Satu kebaikan akan dilipatkan menjadi sepuluh semisalnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf. Namun, alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf,” (HR. At-Tirmidzi).
Kedua, ‘iktikaf atau berdiam diri di masjid dalam Rangka lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda, “Sungguh saya beritikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan, kemudian saya beritikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beriktikaf, hendaklah dia beriktikaf (untuk mencari malam tersebut).”
Ketiga, memperbanyak doa. Rasulullah s.a.w. juga memerintah Ummul Mukminin Aisyah untuk berdoa di malam-malam itu. Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anna” (Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku).” (HR. Ibnu Majah). Keempat, memperbanyak salat malam. Kelima, zikir. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut) nama Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.” (Q. Surah Al-A’raf: 205 ) Rasulullah bersabda, “Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berzikir kepada Tuhannya adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (H.R. Bukhari).