Ads
Ramadan

Puasa yang Tak Mencetak Pahala

Avatar photo
Ditulis oleh Iqbal Setyarso

Orang alim mengingatkan, jangan kalian berpuasa namun tidak membawa konsekuensi mendapatkan pahala puasa. Sebuah pengingat yang sungguh tak alok untuk diabaikan.


Nasihat yang simpatik, bahwa ia peduli saudaranya tidak menyia-nyiakan ibadah puasa karena kekeliruan yang tidak perlu dilakukannya. Seperti apakah “kekeliruan yang tidak perlu” itu? Beberapa hal di antaranya:
Ghibah, bergunjing. Tanpa bermaksud menyamaratakan kebiasaan, bergunjing kerap disebut “mulut perempuan” meskipun tidak selalu perempuan menyukai bergunjing.
Zina mata, tidak menahan pandangan dari sesuatu yang dilarang syari’ah.
Menghina, merendahkan orang lain (karena miskin, cacad, busananya out of date atau ketinggalan zaman atau tidak mengikuti mode dan lainnya).


Dan sejumlah hal sepele lainnya. Kalau itu dilakukan, yang jelas pelakunya berdosa. Terlebih, pada bulan ketika selayaknya seorang muslim menahan diri, tetapi justru hal itu dilakukannya. Maka orang alim menyebutnya ia melakukan kesia-siaan. Mengapa? Karena pada saat itulah Allah menyediakan berbagai fasilitas yang “memanjakan orang salih” untuk meraih pahala. Allah menyebut bulan itu “bulan kemuliaan”.


Pilihan Menu
Dalam rangkaian puasa, kaum muslimin bisa menyiapkan beragam kebutuhan. Salah satu kebutuhan itu, menu berbuka puasa. Sediaan menu yang siap saji, adalah produk olahan. Secara nasional, lembaga yang khusus melakukan sertifikasi halal, disebut Lembaga Pemeriksa Halal/LPH. Sebelumnya ada LP-POM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), sebagai institusi pelopor.


LP-POM MUI, lahir terpicu sebuah penelitian Dr. Tri Susanto, dosen di Universitas Brawijaya Malang sekitar tahun 1987. Penelitian itu dilakukan terhadap beberapa produk makanan, seperti mie, susu, makanan ringan dan sebagainya. Beliau merilis hasil penelitiannya, dan sebagian produk itu berasal dari babi (dimuat di buletik Canopy yang diterbitkan oleh Ikatan Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang pada Januari tahun 1988).


Publikasi itu menyentak dan menstimulir lahirnya LP-POM MUI, kemudian sejumlah lembaga yang concern pada kehalalan produk olahan kian banyak. LP-POM MUI tidak sendirian, sejumlah lembaga peduli halal dengan berbagai nama muncul di berbagai daerah. Pada bulan Ramadhan ini, masyarakat muslim tidak lagu merujuk pada hanya satu lembaga saja.


Taka da lagi alasan, memilih produk halal itu sulit. Secara kelembagaan, ada sejumlah lembaga yang sudah memperoleh legalitas sebagai Lembaga Pemeriksa Halal/LPH. Bahkan keberadaannya diayomi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal/BPJPH yang proses sertifikasinya harus memperoleh fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia/MUI. (detikNews, 20 Februari 2023)


Menurut Undang-undang, ada tiga faktor yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2014, terlibat dalam proses sertifikasi halal, yaitu BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal/LPH, dan MUI,” kata Muhammad Aqil Irham, Kepala BPJPH Kemenag.


Dari situs Kemenag dijelaskan peran ketiga pihak itu: BPJPH: memiliki tigas menetapkan aturan/regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha (pemilik produk), dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal; LPH: bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halalnya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH; MUI: berwenang menetapkan kehalalan produk melalui siding fatwa halal. Ketetapan halal ini, baik yang terkait dengan standar maupun kehalalan produk.


Terkait dengan Label Halal Indonesia, Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki menambahkan, bahwa dalam pola sinergi ini, BPJPH tidak bisa mengeluarkan sertifikat halal kalau tidak ada ketetapan halal dari MUI (melalui sidang fatwa).


Momentum Kampanye Produk Halal
Bulan suci Ramadan menjadi momentum untuk mengkampanyekan produk halal. Sejjumlah produk yang saat ini sedang trendy di tengah masyarakat Indonesia, misalnya munuman Mixue –seharusnya secepatnya menguji kehalalan produknya di laboratorium yang dimiliki LPH—kalau ingin produknya benar-benar terbukti halal. Kalau tidak, selama itu kaum muslimin tidak akan terpikat –seenak apapun minuman itu.


Jurnal Halal yang dibuat LP-POM MUI, sampai saat ini masih tetap melayani umat Islam Indonesia bisa Pada situs itu, masyarakat muslim bisa mengakses mengakses artikel (dulu pernah terbit dalam bentuk majalah, seiring perkembangan, kini sudah berbentuk digital).


Terselip sebuah do’a, semoga Indonesia menjadi negeri yang dirhoi Allah karena mempedulikan kehalalan produknya, dan kerena menjadi negeri muslim friendy, bukan dihantui Islam Fobia. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.


Mengenang Bu Aisjah Girindra
Pada masa LPPOM-MUI dipimpin Dr. Aisjah Girindra, beliau pernah mengatakan,” Misi LPPOM MUI itu untuk menenteramkan umat. Jadi dengan pertimbangan itu, kita hanya mempublikasikan produk-produk yang halal, bukan yang haram.” Seiring denbgan perjalanan waktu, usia LPPOM-MUI sendiri –sejak 1988 hingga 2023, sudah 45 tahun.


Bu Aisjah Girindra sendiri, pada masa kepemimpinannya merintis Jurnal Halal (tahun 1990-an) dan Jurnal Halal masih eksis sebagai media yangsecara rutin mempublikasikan produk olahan dan kosmetik mengikuti rangkaian dinamikanya. Media yang konsisten mempublikasikan prodok olahan dan kosmetika halal, sebagai organ LPPOM-MUI, ya Jurnal Halal.


Tanpa bermaksud unjuk eksistensi, Jurnal Halal –menjadi rujukan ummat Islam Indonesia, posisi yang serasa menjadi panggilan. Pada awalnya, posisi sebagai auditor halal, yang disadari sebagai “panggilan spiritual”, karena terkait “uji kehalalan produk olahan (pangan dan kosmetika)”, lama-lama, seiring kian banyaknya pegiat halal (juga kian banyak peminatan studi –khususnya biokimia), akhirnya profesionalitas dan ekspersitas para auditor kian meningkat, pemahaman masyarakat juga meningkat, pada sisi lain teknologi industri juga berkembang –termasuk pengayaan pengetahuan dalam hal uji kehalalan produk olahan juga berkembang.


Menjadi tidak sesederhana itu, aspek yang perlu menjalani pengujian kehalalan kian komplek (mengikuti berkembangnya teknologi industri, termasuk perkembangan rekayasa biokimia dalam produk olahan pangan dan kosmetika).


Mengenai hal itu, Deputi Pengembangan Standardisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo, mengatakan,”Pastikan makanan dan minuman (yang beredar di tengah masyarakat) tidak kedaluwarsa, ada jaminan halal, serta pilih juga produk yang sudah ber-Standar Nasional Indonesia (SNI),” ungkap Hendro Kusumo, Maret 2003 yang lalu di Jakarta. Selain itu, masyarakat juga diharapkan jeli memperhatikan apakah kemasan dalam kondisi baik, dan utuh, belum pernah dibuka.


Cerdas dalam memilih produk, tentunya diharapkan dapat mendukung kelancaran dalam melaksanakan ibadah. “Bayangkan jika salah mengonsumsi makanan atau minuman, yang terjadi malah kita sakit dan tidak bisa optimal dalam menjalankan ibadah Ramadhan,” tambah Hendro.


Salah satu produk favorit pada saat sahur dan terutama pada berbuka puasa adalah sirup, karena rasanya yang manis dan menyegarkan. Selain itu, produk lainnya seperti biskuit, makanan olahan siap saji dalam bentuk kaleng, dan madu juga banyak diburu oleh konsumen pada Ramadhan ini.


Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, dalam pemberitaan idxchannel.com beberapa hari lalu mengungkapkan, penjualan produk Food & Beverage menjelang Ramadan bisa meningkat sekitar 30% dibandingkan bulan-bulan biasa. Bahkan, ada produk tertentu yang bisa melesat penjualannya hingga 50%.


Karena banyak dikonsumsi di bulan Ramadhan, menurut Hendro, produk semacam itu diperlukan jaminan kualitas untuk produk makanan dan minuman yang baik untuk keamanan dan kesehatan.
“BSN telah menetapkan beberapa SNI makanan dan minuman, sebagian masih bersifat sukarela, sebagian lainnya diberlakukan secara wajib,” ujar Hendro. Memilih produk yang ber-SNI karena SNI simbol jaminan mutu yangmana untuk mendapatkan SNI, produk tersebut harus lulus uji baik di laboratorium maupun audit oleh lembaga sertifikasi produk.


Halal dan Mutu Produk Olahan
Buat produsen (PU/pelaku usaha), lanjutnya, penerapan SNI adalah salah satu bentuk tanggung jawab dalam perlindungan konsumen. Namun, bukan hanya untuk kepentingan konsumen. SNI juga akan meningkatkan daya saing bagi produsen yang telah menerapkan SNI pada produknya, baik di pasar nasional maupun global.


Dari beberapa SNI Makanan dan Minuman yang ditetapkan oleh BSN, BSN menetapkan SNI 3544:2013 Sirup dan SNI 2973:2022 Biskuit sebagai SNI edisi termutakhir . Dua produk ini, sirup dan biskuit, bagian dari produk yang sering dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat. Lantas, seperti apa persyaratan mutunya sehingga masyarakat semakin mengerti bahwa produk ber-SNI adalah produk yang berkualitas?


Sirup yang dimaksud dalam dokumen SNI 3544:2013 adalah produk minuman yang dibuat dari campuran air dan gula dengan kadar larutan gula minimal 65 % dengan atau tanpa bahan pangan lain dan atau bahan tambahan pangan yang diijinkan sesuai ketentuan yang berlaku.


Adapun ruang lingkup SNI Sirup, menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, pengemasan dan penandaan sirup. Syarat mutu SNI 3544:2013, tambah Hendro dilakukan melalui kriteria uji antara lain keadaan; total gula (dihitung sebagai sukrosa) (b/b); cemaran logam; arsen; dan mikroba.

Secara rinci, dalam SNI Sirup, kriteria uji seperti terkait keadaan, dilihat dari bau dan rasa normal. “Prinsipnya, pengujian ini dilakukan melalui pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis yang mempunyai kompetensi pengujian organoleptik. Misal, untuk kondisi bau, jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan normal dan jika tercium bau asing, maka hasil dinyatakan tidak normal,” tutur Hendro.

Untuk pengujian rasa, secara prinsip, juga dilakukan pengamatan contoh uji dengan indera pengecap (lidah) yang dilakukan oleh panelis yang mempunyai kompetensi pengujian organoleptik.
Sementara syarat mutu terkait gula, hasilnya dengan angka total gula minimal 65%; cemaran logam seperti timah maksimal 1.0 mg/kg, kadmium maksimal 0,2 mg/kg, timah maksimal 40 mg/kg; dan merkuri maksimal 0,03 mg/kg.


Persyaratan mutu cemaran arsen maksimal berjumlah 0,5 mg/kg. Cemaran mikroba sebagai contoh, bakteri coliform nilai maksimal 20 APM/ml; dan salmonella negatif/25 ml. Adapun SNI 2973:2022 Biskuit, ruang lingkup standar ini adalah menetapkan istilah dan definisi, bahan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, higiene, pengemasan dan penandaan untuk biskuit.


Standar berlaku untuk produk biskuit, krekers, kukis, wafer dan pai yang menggunakan tepung terigu. Namun, tidak berlaku untuk biskuit assorted, biskuit bar sereal isi, egg roll, dan crepes. Yang dimaksud biskuit dalam SNI ini adalah produk bakeri kering yang dibuat melalui proses pemanggangan adonan dari tepung terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan.


Biskuit termasuk juga biskuit marie, biskuit marie salut, biskuit lapis/sandwich, biskuit colek, dan biskuit salut. Adapun syarat mutu SNI biskuit antara lain lolos uji keadaan yang dilihat dari warna, bau, dan rasa normal; kadar air fraksi massa maksimal 5%; abu tidak larut dalam asam maks. 0,1% fraksi massa; protein (Nx5,7) min. 4,5% fraksi massa; bilangan asam maks. 2,0 mg KOH/g lemak; serta cemaran logam berat seperti timbal, kadmium, timah, merkuri, arsen dan cemaran mikroba.


Hendro mengungkapkan, untuk persyaratan mutu kriteria mikrobiologi tiap jenis biskuit berbeda. Antara produk krekers dan krekers manis tanpa isian dengan produk krekers manis dengan isian/filling serta produk biskuit, kukis, wafer dan pai.


“Misal, jika di produk krekers dan krekers manis tanpa isian cemaran mikroba untuk angka lempeng total batas maksimal mikroba adalah 104 koloni/g, sementara pada produk krekers manis dengan isian/filling batas maksimalnya adalah 5 x 104 koloni/g,” jelas Hendro. Kendati bersifat sukarela, berdasarkan data bangbeni.bsn.go.id, tercatat hingga saat ini untuk SNI Sirup terdapat 2 industri penerap SNI. Berbeda dengan sirup, SNI biskuit yang sudah diberlakukan wajib oleh Kementerian Perindustrian, telah diterapkan oleh 53 industri.

Tentang Penulis

Avatar photo

Iqbal Setyarso

Wartawan Panji Masyarakat (1997-2001). Ia antara lain pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT), Jakarta, dan kini aktif di Indonesia Care, yang juga bergerak di bidang kemanusiaan.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading