Ads
Ramadan

Catatan Ramadan Wina Armada Sukardi (6): Zikir Jelang Salat Subuh

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Salat subuh di mesjid banyak menghasilkan pengalaman spiritual. Pengalaman yang memperkuat batin. Pengalaman yang membuat kita berupaya menjadi hamba yang lebih baik lagi. Tapi juga pengalaman yang sering menunjukkan jalan terjal menggapai kebaikan. Pengalaman yang sering membaurkan antara realitas dan fantasi.

Itu terjadi baik sebelum salat, saat sholat maupun setelah salat. Salat satu pengalaman tersebut hamba “abadikan” dalam sebuah karya puisi hamba berjudul “Zikir” pada 2019. Langsung saja hamba yang kutip utuh puisi tersebut tanpa perlu hamba imbuhkan apa pun lagi.

Zikir

​​ Aku duduk memegang tasbih
​​ berzikir
​​ Laa Ilaaha Illaahu: tiada Tuhan melainkan Allah
​​ Laa Ilaaha Illaahu: tiada Tuhan melainkan Allah
​​ Laa Ilaaha Illaahu: tiada Tuhan melainkan Allah.

Tidak! Mataku tidak tertutup.
​​ Tidak! Kesadaranku tidak hilang
​​ Tapi di manakah aku?
​​ Tubuhku begitu ringan, bahkan seakan tak ada
​​ Aku serasa menembus tujuh langit
​​ melewati bulan, melewati matahari.

Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah
Aku melihat dua mahluk memandang tajam ke arahku
​​mereka menunjuk-nunjukku
boleh jadi berdikusi tentang aku
Satu menunjuk-nunjuk ke arah depan
satu lagi sebaliknya menunjuk-nunjuk ke balakang
lantas mereka menghilang begitu saja
membiarkan aku kembali sendirian.

Di depan aku melihat pemandangan lapang tak berbatas
orang-orang berwajah murung dengan derita lalu lalang.

Preeaaattt!!!
Tiba-tiba petir menyambar seluruh manusia di sana
tak ada tubuh yang tidak hangus
mereka mengerang, merintih dan menjerit
tapi mereka masih tetap hidup
tubuh penuh luka dan nanah.
Nyeri.
Bau.

Lalu: buuaaarrr!
Manakala tubuh masih sedemikian sakit bukan alang kepalang
muncullah tsunami menggulung semuanya
padahal gelombangnya yang datang lahar tak terperkiraan panasnya
sebagian terpental-petnal
sebagian tergulung ombak lahar
Tentu, tentu, orang-orang itu berteriak kesakitan
​​ Ngeri luar biasa.
​​ Lebih ngeri lagi mereka semua masih hidup.
​​ Itulah orang-orng yang penuh derita
​​ tiada akhir
​ ​mereka menunggu masuk kawah derita abadi.

Sementara aneka ragam mahluk seram dan sadis
bentuknya tak beraturan
bergentayangan
ada yang kepalanya bertanduk tunggal dengan taring tajam
menembus bibirnya sendiri
matanya satu di dahi satu di dagu
ada pula yang lidahnya menjulur menyemburkan cairan beracun.

​​ Dan: Bum!!
​​ Tiba-tiba-tiba beberapa dari mereka telah berada
​​ di belakangku
​​ dekat sekali.
​​ Rupanya mereka mengancam diriku.

​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah
​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah
​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah
Makhluk-makhluk itu berhenti sejenak.

​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah
​​ Perlahan para mahluk kejam itu meninggalkanku.

​​ Laa Ilaaha Illaahu: tiada Tuhan melainkan Allah

​​ Aku berbalik kembali memandang ke depan
​​ Segalanya kini telah berubah
​​ hamparan pemandangan yang serba indah.
​​ Serasi.
​​ Pohon buah-buahan segar ada dimana-mana
​​ Semua tersedia
Para makhluk berinteraksi dengan kebahagiaan.

​​ Aku menatap lebih jauh lagi
​​ Belum sempat aku bertanya-tanya
​​ Apakah ini potongan surga
​​ Sebuah karpet panjang terpentang di hadapanku.

​​ Laa Ilaaha Illaahu: tiada Tuhan melainkan Allah

​​ Perilaku zikir yang telah mendarah daging pada diriku
​​ Kukira telah membuka jalan petunjuk ke arah surga
​​ Aku seperti meloncat ke atas karpet itu
​​ Ada perasaan tentram meliputi diriku
​​ Damai.
​​ Bahagia.

​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah.
​​ Laa Ilaaha Illaahu : tiada Tuhan melainkan Allah.

​​
Tidak! Mataku tidak tertutup
Aku masih berzikir
suara azan jelas kudengar di bumi nyata tempat aku bersila
Aku bangkit memenuhi panggilan Sang Maha Kuasa
Salat berjemaah di mesjid.

Apakah itu fakta? Kenyataan? Ataukah cuma ilusi dan halusinasi? Hamba serahkan semua jawabanya kepada sidang pembaca yang budiman.
(Bersambung)

Penulis: Wina Armada Sukardi, wartawan dan advokat senior, juga anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase pribadi yang tidak mewakili organisasi.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda