Berkat kesigapan aparat penegak hukum memberikan informasi soal patung ditutup terpal warna biru, kerukunan antarwarga bisa dijaga.
Berita ini muncul di Dusun Degolan, Kelurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Di desa ini terdapat Patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yacobus milik Sugiarto, yang bermukim di Jakarta. Dalam jarak 6 meter dari rumah doa ini terdapat Masjid Al-Barokah. Antara kedua tempat ibadah ini saling berhadapan.
Pada 22 Maret 2023 sehari sebelum umat Islam puasa dilakukan penutupan Patung Bunda Maria tersebut dengan menggunakan terpal warna biru.
Kemudian muncul isu seolah-olah penutupan patung Bunda Maria setinggi 6 meter itu dilakukan secara paksa dan melibatkan ormas Islam. Padahal, penutupan tersebut dilakukan sendiri oleh pemilik Rumah Doa, Sugiarto yang memerintahkan adiknya, yang bernama Sutarto.
Sugiarto, selama ini memang tidak tinggal di dusun itu, dan yang mengurus sehari-hari rumah itu adalah Sutarto.
Rumah Doa ini dibangun pada November 2021 dan selesai November 2022. Mulanya, rumah ini sebagai tempat singgah bagi Sugiarto dan keluarganya bila pulang ke kampungnya. Di rumah ini juga terdapat kuburan mendiang istri Sugiarto. “Dinamakan Rumah Doa karena setiap habis nyekar Sugiarto dan keluarganya berdoa di situ,” jelas Purwoko, Ketua RT 61 Dusun Degolan.
Sugiarto memiliki lahan ini setelah membeli dari kerabatnya. Karena Sugiarto mukim di Jakarta, maka sewaktu membangun dan mengurus rumah doa ini dilakukan oleh adiknya, Sutarto. Dan, sang adik cukup aktif berkomunikasi dengan masyarakat sekitar, sehingga dalam pembangunannya berjalan lancar tanpa ada gesekan sosial.
Namun, problem baru timbul sekitar tiga bulan lalu. Yaitu, ketika pemilik rumah meletakkan patung Bunda Maria di dalam area rumah tersebut. Konsep ini dinilai menyalahi kesepakatan awal yang tadinya hanya sebatas rumah doa.
Akibat adanya ganjalan persoalan ini, Rumah Doa yang direncanakan untuk diresmikan pada Desember 2022 jadi tertunda.
Pada saat vakum tersebut, dan jelang Ramadan, muncul beberapa orang tokoh ormas Islam dari luar desa Degolan yang ingin membantu mencarikan solusi. Anggota ormas ini berjumlah 15 sampai 20 orang, mereka dengan suka rela menjadi jembatan antara warga, pemilik rumah doa dan aparat pemerintahan. “Mereka tidak memaksa, hanya sekedar membantu,” jelas Purwoko. Dan, juga disampaikan soal keluhan warga adanya patung tersebut mengurangi rasa khusuk dalam menjalankan ibadah Ramadan.
Akhirnya, sehari sebelum puasa, Rabu (22/3) pemilik rumah atas kesadaran sendiri dan disepakati bersama, menutup patung Bunda Maria dengan menggunakan terpal biru. Terpal itu sendiri langsung dikirim dari Jakarta oleh Sugiarto. Isu seolah-olah ada pemaksaan oleh ormas menjadi terbantahkan. Bahkan, sempat diralat oleh polisi.
Keterangan lengkap dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahkan menyebutkan, penutupan patung Bunda Maria dilakukan sendiri oleh pemiliknya, bukan oleh warga . Yaqut menyebut penutupan patung dilakukan dengan kesadaran si pemilik setelah musyawarah dengan warga.
“Karena memang mendirikannya juga tidak melalui prosedur yang harus dilalui dan ditempuh,” jelas Menag.
Soal patung ditutupi terpal ini juga mendapat tsnggapan dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Ia menystakkan, sebaiknya persoalan tersebut diselesaikan sebaik-baiknya dengan melihat latar belakang agar persoalan bisa diselesaikan dengan terang dan tuntas.
“Kami berharap aparat Prmda dan ormas keagamaan duduk bersama. Masa masalah seperti ini tidak bisa kita selesaikan,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, Muhammadiyah sangat setuju dan mendukung toleransi antarumat beragama. Ini menjadi dasar untuk menyelesaikan bila muncul persoalan.
“Kita harus toleran, saling menghormati dan kalau ada masalah diselesaikan seperti bagaimana seharusnya umat beragama dan pemerintah maupun komponen bangsa bisa menyelesaikan itu,” tuturnya.
Haedar berharap, agar persoalan patung Bunda Maria di Lendah bisa segera diselesaikan dengan baik sehingga tidak menjadi isu besar di tingkat nasional.
“Secepatnya diselesaikan agar tidak menjadi masalah sensitif dan besar di tingkat nasional,” harapnya.
Soal-soal yang terkait dengan rumah ibadah dan simbol.keagamaan, memang rawan dan sensitif, harus ditangani dengan bijak dan dewasa oleh semua pihak, baik oleh pemerintah maupun umat beragama masing-masing. Sebab, salah langkah resikonya sangat besar dan fatal.