Ads
Ramadan

Warning Imam Ghazali tentang Puasa

Avatar photo
Ditulis oleh Iqbal Setyarso

Rasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan merupakan sebuah keniscayaan bagi kehidupan manusia. Itu tidak dipungkiri. Pada satu sisi, hal itu selalu diupayakannya, tetapi ada kehilangan yang diabaikan, yang dalam perspektif spiritual, perlu dipikirkan dan dihayati.

Salah satu ibadah wajib yang amat dekat dengan dimensi batin adalah puasa. Puasa tidak hanya untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslim, tapi juga untuk memperbaiki jiwa dan menata hati agar menjadi lebih peka dan lembut. Dalam kehidupan seorang Muslim, dimensi syariat (lahiriah) dan dimensi hakikat (substantif, hal yang juga dimaknai dengan tasawuf), tidak bisa dipisahkan.

Karena itulah, tujuan puasa selain menahan diri dari memperturutkan keinginan nafsu –secara lahiriah, juga harus menahan nafsu batiniah. Pembahasan sekian kali yang didakwahkan mubalig pada bulan Ramadan, setiap muslim mukallaf (telah terbebani kewajiban menjalankan ibadah, termasuk berpuasa), tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum saja. Namun, juga dari memandang segala apa yang diharamkan, mempergunjingkan orang lain, mengadu-domba dan berdusta. Semua itu dapat membatalkan nilai dan pahala puasa.


Sebagaimana Rasulullah SAW. pernah bersabda.,
خمس يفطرن الصائم : الكذب الغيبة النميمة النظر بشهوة اليمين الكاذبة
“Lima hal yang dapat menghilangkan pahala orang yang berpuasa, yakni; berbohong, menggunjing, mengadu-domba, bersumpah palsu (dusta) dan memandang dengan syahwat.” (HR. Ad-Dailami)

Warning tentang hal itu diungkapkan Imam Ghazali dalam  Ihya Ulumuddin, beliau menjelaskan bahwa puasa dilihat dari dimensi tasawuf memiliki tiga tingkatan yaitu, puasa bagi orang awam, orang khusus, dan puasa bagi orang yang lebih khusus.

Pertama, puasa pada tingkatan awam ialah menahan perut dan kemaluan dari memenuhi tuntutan syahwat.


Kedua, puasa khusus ialah menahan pendengaran, lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari berbuat kemaksiatan.


Ketiga, adapun puasa bagi orang yang lebih khusus ialah puasa yang melibatkan hati demi menjaga keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang berorientasi keduniaan, serta mencegah dari tujuan selain Allâh Ta‘âla secara keseluruhan.

Pada tingkatan puasa yang lebih khusus, semua anggota tubuh harus dijaga dari melakukan segala tindak kemaksiatan. Ini adalah tingkatan puasa yang tertinggi. Seseorang biasanya bisa mencapai tingkatan ini setelah melalui tahapan-tahapan sebelumnya.


Karena itu, agar bisa mencapai tahapan tertinggi dalam tingkatan puasa itu, hindarilah hal-hal yang dapat menghapus atau merusak nilai puasa. Sebab pahala puasa menjadi batal akibat melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan dalam berpuasa. Tidaklah berlebihan, hirau pada kehilangan karena abai pada kesempatan hakiki dari meraih pahala berpuasa. Mari kira hiraukan dari semua kelakuan yang penghapus nilai ibadah puasa.

Tentang Penulis

Avatar photo

Iqbal Setyarso

Wartawan Panji Masyarakat (1997-2001). Ia antara lain pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT), Jakarta, dan kini aktif di Indonesia Care, yang juga bergerak di bidang kemanusiaan.

Tinggalkan Komentar Anda