Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan salam komando. Kedua pejabat tinggi negara yang akhir-akhir ini sedang gencar dibicarakan melakukan aksi tersebut usai acara temu pers di Kemenkeu 11 Maret 2023 lalu.
Salam komando tersebut menimbulkan tanda tanya, apa makna yang tersirat. Sebab, dua tokoh ini sedang mendapat sorotan publik di tengah kasus dugaan adanya transaksi gelap senilai Rp300 triliun dilakukan pegawai pajak dan bea cukai yang berada di bawah Kemenkeu.
Yang melempar bola panas ini adalah Menko Polhukam Mahfud MD, dan tentu hal tersebut menyasar ke Kementerian Keuangan dan Menteri Keuangan. Menko Polhukam yang juga adalah Ketua Komite TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dan Sekretarisnya Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menyiarkan data tersebut berdasarkan temuan PPATK. Mahfud juga menyebutkan, transaksi janggal itu melibatkan 460 orang pegawai Kemenkeu yang sebagian besar ada di Ditjen Pajak dan Bea Cukai, dan terjadi rentang waktu 2009-2023. Kasus ini pernah dilaporkan sejak tahun 2009 sebanyak 160 laporan, tapi tidak ada tindak lanjutnya.
Apakah dengan salam komando tersebut memberikan isyarat masalahnya sudah selesai?
Memang, isunya terasa mereda. Tensi panasnya mulai menurun. Pada awal masalah ini di-publish Menko Polhukam, Sri Mulyani sudah menanggapi dan mempertanyakan detail angka Rp300 triliun, bagaimana cara menghitungnya dan siapa pelakunya.
Tampaknya terkesan Menteri Keuangan tidak menerima begitu saja apa yang diungkapkan Menko Polhukam. Menkeu menjelaskan, memang ada laporan dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebanyak 196 laporan sejak 2009-2023, dan telah direspons semuanya, termasuk yang disampaikan Itjen Kemenkeu. “Namun, tidak ada satu pun surat yang menyebut laporan angka Rp 300 triliun. Jadi saya tidak tahu yang Rp300 triliun itu angkanya dari mana,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani kemudian menjanjikan untuk bertemu dengan pihak terkait untuk memperjelas masalah transaksi janggal itu. Langkah pertama dengan menemui Menko Polhukam Mahfud MD. Tugas tersebut dilaksanakan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi dan Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan. Ketiganya bertemu Mahfud di Kantor Menko Polhukam.
Mahfud kemudian memperjelas masalahnya dengan menyatakan, bahwa transaksi mencurigakan tersebut bukan tindak pidana korupsi, melainkan diduga tindak pidana pencucian uang. Mereka sepakat jika terbukti ada tindak pidananya akan dibawa ke penegak hukum. “Jadi tidak benar isu yang berkembang ada korupsi di Kemenkeu Rp 300 triliun, tapi pencucian uang, pencucian uang itu lebih besar dari korupsi dan tidak mengambil uang negara,” ujar Mahfud.
Selanjutnya, pada Sabtu (11/3/2023) Menko Polhukam menemui Menteri Keuangan Sri Mulyani di kantornya, kembali memperjelas soal transaksi gelap Rp300 triliun. Namun, hingga pertemuan berakhir belum ada titik terang mengenai transaksi janggal Rp 300 triliun itu. Dan, Sri Mulyani kemudian mengundang Kepala PPATK ke kantornya dan menjelaskan kepada media.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bertemu dengan Wakil Menkeu Suahasil Nazara dan jajaran Kemenkeu (14/3/2023). Hasil pertemuan kemudian dijelaskan kepada wartawan.
Menurut Ivan, transaksi yang mencurigakan tersebut bukan merupakan aktivitas dari pegawai Kemenkeu seperti yang sudah beredar di publik.” Kami menemukan sendiri yang terkait dengan pegawai, tapi nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim,” tegasnya seperti dikutip CNBC Indonesia.
Menurut Ivan, dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal. PPATK wajib melaporkan ketika ada kasus atau transaksi yang mencurigakan yang berkaitan dengan perpajakan dan kepabeanan.”Kasus- kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Jadi ini bukan tentang adanya korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Saat melakukan analisis, kami sampaikan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti. Dan itu tugas Kemenkeu yang menangani kasus-kasus pidana asal tersebut,” katanya.
Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan langsung menimpali. Menurutnya, informasi yang disampaikan Ketua TPPU itu penting untuk diketahui masyarakat. Terutama informasi mengenai pegawai dengan transaksi mencurigakan, akan dilakukan pemeriksaan sesuai aturan. “Jadi jelas, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Awan Nurmawan.
Setelah adanya klarifikasi dan penjelasan dari Menko Polhukam Mahfud MD, Kepala PPATK, Menkeu Sri Mulyani dan jajarannya, isu seputar transaksi janggal Rp 300 triliun mulai redup dan melandai. Apakah masalah ini sudah selesai?
Ternyata, masih ada yang belum puas. Dari Senayan atau DPR-RI sudah ada rencana untuk memanggil Menko Polhukam Mahfud MD dan perwakilan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Rencananya, pemanggilan Senin (20/3/2023) minggu depan.
Anggota DPR Arteria Dahlan menjelaskan, pemanggilan itu untuk mengklarifikasi data sesungguhnya. Dua tokoh kunci yang akan dipanggil itu adalah Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. “Transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu sudah membuat geger dan membingungkan masyarakat. Dari pada berpolemik, lebih baik kita gunakan forum DPR yang sakral ini,” tandas Arteria Dahlan.
Memang, ada juga yang merasa aneh kenapa kasus ini tiba-tiba selesai dengan mengambil kesimpulan yang cepat. “Ini publik sudah terlanjur dibuat bingung dengan banyaknya narasi yang beredar. Saya minta temuan ini benar-benar diusut tuntas. Kalaupun sudah clear, pemangku kepentingan punya tanggung jawab untuk menjelaskan seterang-terangnya kepada publik. Kok bisa tiba-tiba clear dan disimpulkan secepat itu,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Ahmad Sahroni. Ia mengingatkan, dengan berakhirnya isu ini, muncul penilaian di masyarakat seolah-olah kasus ini dihentikan.
DPR memang layak mempertanyakan masalah ini dan menguaknya supaya lebih terang benderang. Sebab, ini jelas masalah besar, bukan hanya terkait besaran uang yang diduga menguap, tapi nenyangkut kepercayaan masyarakat yang telah memberikan jerih payahnya untuk bayar pajak.Semoga salam komando menjadi tekad yang kuat untuk bersih-bersih dan memberantas korupsi. Dan bukan pertanda bahwa kasus ini mulai “masuk angin”.