Ads
Aktualita

Mengenang Azwar Anas,
Tokoh Perubahan dari Ranah Minang

Avatar photo
Ditulis oleh Fuad Nasar

Salah satu putra terbaik bangsa Letjen TNI (Purn) Ir. H. Azwar Anas telah dipanggil menghadap Ilahi. Ia lahir di Padang pada 2 Agustus 1931 dan wafat di Jakarta pada 5 Maret 2023 dalam usia hampir 92 tahun.

Semasa hidup Azwar Anas pernah mengemban berbagai jabatan penting di pemerintahan. Ia menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Barat menggantikan Harun Zain (1977- 1987). Kariernya berlanjut sebagai Menteri Perhubungan (1988-1993), Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (1993-1998), dan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPR). Ia mengundurkan diri setahun sebelum DPA dibubarkan. Dalam keanggotaan MPR-RI, Azwar Anas pernah ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR.

Azwar Anas yang selalu berpenampilan rapi dan necis itu adalah seorang insinyur teknik kimia lulusan ITB dan perwira militer berpangkat Brigadir Jenderal TNI saat dilantik sebagai gubernur. Ia menjadi tentara melalui program wajib militer (wamil). Selama sepuluh tahun memimpin pemerintahan Sumatera Barat, ia membawa banyak perubahan dan kemajuan bagi ranah Minang

Generasi muda Indonesia dan Sumatera Barat patut belajar dari kepemimpinan Azwar Anas sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Azwar Anas selain dikenal sebagai pejabat pemerintah yang profesional, jujur, disiplin, juga memiliki pengetahuan agama yang luas, memahami adat-istiadat dan dekat dengan alim ulama.

Pada awalnya Gubernur Harun Zain memanggil pulang banyak putra Minang untuk membangun Sumatera Barat. Prof. Harun Zain membujuk Azwar Anas yang waktu itu menjabat Direktur Produksi Alat-Alat Pertanian di Pusat Industri Angkatan Darat (Pindad) agar bersedia pulang kampung untuk memimpin pabrik Semen Padang (Indarung) yang amat bersejarah bagi daerah Sumatera Barat. Pabrik semen tertua yang didirikan pada 18 Maret 1910 itu sedang mengalami kesulitan manajemen sehingga akan dijual kepada perusahaan swasta asing milik Prancis.

Harun Zain merasa bertanggungjawab untuk mempertahankan Semen Padang yang mempunyai motto, “Kami telah berbuat sebelum yang lain memikirkan”. Setelah dipegang Azwar Anas sebagai Direktur Utama mulai 1970, Semen Padang kembali berproduksi dan batal dijual kepada pihak asing. Azwar Anas berhasil mempertahankan dan mengembangkan Semen Padang.

Sewaktu akan berakhirnya masa jabatan periode kedua Gubernur Harun Zain sudah terbentuk consensus opinio di Sumatera Barat bahwa Azwar Anas (Dirut Semen Padang) adalah figur yang cocok untuk menggantikan Harun Zain. Harun Zain menilai Azwar Anas memiliki pendekatan keagamaan yang bagus dan cocok dengan kultur masyarakat Sumatera Barat. Di masa itu gubernur dipilih oleh Anggota DPRD yang menyerap suara masyarakat melalui fraksi-fraksi. Hasil pemilihan DPRD kemudian ditetapkan oleh Presiden yang punya hak prerogatif. Azwar Anas merupakan gubernur ke-4 sejak Provinsi Sumatera Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957.

Selama menjadi gubernur Azwar Anas mampu merawat capaian hasil kepemimpinan Gubernur Harun Zain terutama program Strategi Harga Diri untuk memulihkan martabat dan rasa percaya diri orang Minang pasca pergolakan daerah PRRI tahun 1958 – 1961 yang dinilai amat berhasil. Dari segi personality Azwar Anas pemimpin yang bersih, tidak punya kepentingan pribadi (individual interest) atau keluarga, ataupun kepentingan bisnis dan klik dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Semangat urang awak membangun daerah mencapai puncaknya di masa Gubernur Azwar Anas. Kisah sukses Azwar Anas adalah kisah sukses Sumatera Barat. Dengan torehan prestasi legendarisnya, sosiolog Mochtar Naim pernah menyebut Azwar Anas sebagai “pemimpin terakhir” bagi Sumatera Barat.

Penetapan kebijakan pembangunan daerah pada waktu itu dilakukan secara bottom-up sesuai dengan kultur etnik Minangkabau. Apalagi sebagai ninik mamak yang bergelar Datuk Rajo Sulaiman, ia sangat memahami makna falsafah Adat basandi Syara’ dan Syara’ basandi Kitabullah.

Azwar Anas banyak belajar dari keberhasilan Harun Zain dan sekaligus memperkaya dengan ivovasinya. Dalam buku memoar Biografi Harun Zain – Tokoh Yang Berhati Rakyat (Editor: Abrar Yusra, 1997), mantan gubernur itu mengatakan, “Memimpin orang Minang berarti mengajaknya bermusyawarah. Bukan untuk sekedar mengucapkan ya saja. Orang Minang memandang dirinya sama dengan orang lain, duduk sama rendah tegak sama tinggi. Pemimpin hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.”

Dakwah dan Pembangunan

Dalam mengawali tugas sebagai gubernur, Azwar Anas, sesuai yang ditulis Brigadir Jenderal TNI (Purn) Dr. Saafroedin Bahar dalam buku disertasinya Etnik, Elite, dan Integrasi Nasional: Minangkabau 1945 – 1984, Republik Indonesia 1985 – 2015, mendapat dukungan dari segala pihak, baik pemerintah pusat maupun dari masyarakat daerah. Pada tahun pertama kepemimpinannya, Azwar Anas melibatkan perguruan tinggi (dosen dan mahasiswa) dari Unand, IKIP Padang dan IAIN Imam Bonjol dalam rangkaian diskusi untuk menyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah Sumatera Barat sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional.

Saafroedin Bahar mengutip slide Ekspose Gubernur KDH Sumatera Barat, Masa Akhir Jabatan 6 Oktober 1987 yang menjelaskan bahwa dalam mengendalikan pembangunan daerah Azwar Anas menggunakan empat pendekatan secara terpadu, yaitu: (a) Pendekatan Legalitas, (b) Pendekatan Kelembagaan (Struktural), (c) Pendekatan Empiris, dan (d) Pendekatan Sosial Budaya (Social Behavior).

Salah satu kelebihan Azwar Anas, ia suka berdakwah. Saat memberi sambutan dan berpidato di berbagai kesempatan, ia hafal dan fasih mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis. Sering ia mengutip makna surat Al-Ashr dan ayat-ayat mengenai keutamaan menginfakkan harta di jalan Allah. Azwar Anas mengajak masyarakat agar selalu ingat kepada Allah Swt dan semua pekerjaan diniatkan karena Allah dalam rangka meraih keridhaan-Nya.

Sejalan dengan hakikat pembangunan nasional meliputi keseluruhan aspek kehidupan bangsa baik aspek lahiriah maupun batiniah, yang menghendaki keseimbangan dan keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dan tercapainya kebahagiaan di akhirat, Azwar Anas menjabarkan lebih lanjut sejalan dengan kearifan lokal sebagai nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Ia memberi ruang peran yang besar kepada para ulama, ninik-mamak dan cerdik-pandai yang sudah terlembagakan, seperti MUI, LKAAM, dan lain-lain

Ketika heboh isu kupon SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah) dari Departemen Sosial, Sumatera Barat satu-satunya provinsi yang waktu itu “memfilter” kebijakan pusat. Azwar Anas menyerap aspirasi masyarakat, terutama pendapat ulama yang menyatakan SDSB adalah judi dan hukumnya haram. Setelah berkonsultasi dengan pemerintah pusat diputuskan oleh gubernur bahwa kupon SDSB hanya boleh dijual di kota Padang khususnya di kawasan pemukiman masyarakat Tionghoa di Pondok. Di luar kota Padang kupon SDSB tidak boleh beredar demi untuk melindungi masyarakat dan moralitas generasi muda.

Gubernur Azwar Anas adalah pencetus program “Manunggal Sakato” dan melembagakannya di nagari-nagari (desa-desa) se-Sumatera Barat. Program tersebut merupakan model pembangunan partisipatif gotong royong segenap elemen masyarakat dan Tungku Tigo Sajarangan yakni ninik-mamak, alim-ulama dan cerdik pandai, termasuk bundo kanduang. Program Manunggal Sakato kemudian dijadikan model pelaksanaan program ABRI Masuk Desa (AMD) oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Jusuf sebagai upaya untuk memelihara kedekatan ABRI (TNI) dengan rakyat.

Di bidang pembangunan infrastruktur, perencanaan pembangunan Jalan Raya Padang By Pass dimulai prosesnya sejak era Gubernur Azwar Anas. Menurut Syahrul Udjud, mantan Walikota Padang, pembebasan tanah dimulai di zaman Azwar Anas jadi gubernur. Dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat, Azwar Anas turun langsung ke lapangan memberikan penjelasan dengan gaya khutbah yang diperkuat petikan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Kepemimpinan Gubernur Azwar Anas meninggalkan banyak legacy untuk kemajuan daerah Sumatera Barat, seperti pembangunan pabrik Indarung II, pembangunan sekolah (SD Inpres, SMP dan SMA) berdasarkan masukan dari masyarakat, pembangunan Jalan Raya Khatib Sulaiman di kota Padang di mana Pemda Kabupatan/Kota ikut berpartisipasi, mempersiapkan lokasi bandara baru di Ketaping-Padang Pariaman (Bandara Internasional Minangkabau), melanjutkan pembangunan jalan raya lintas Sumatera (trans-Sumatera), pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Agam, Maninjau, Singkarak, Koto Panjang dan program Listrik Masuk Desa yang didesain oleh Ir. Januar Muin (Kepala PLN/Pikitring Sumbar-Riau) pertama di Indonesia, Pekan Budaya Sumatera Barat, dimulainya pembangunan kampus baru Universitas Andalas (Unand) di Limau Manis Padang, koran masuk desa dalam rangka penyebaran informasi pembangunan, usulan proyek otorita Mentawai, dan lain-lain.

Keberhasilan pembangunan Sumatera Barat selama Pelita III (1979 – 1984) dinilai nomor satu di Indonesia, sehingga mendapat anugerah Parasamya Purna Karya Nugraha. Penghargaan pembangunan tersebut diserahkan oleh Presiden Soeharto di Padang tanggal 22 Agustus 1984 dalam acara yang meriah dan jarang terjadi. Tokoh-tokoh masyarakat Minang dari Jakarta dan berbagai daerah hadir dalam perhelatan itu. Sumatera Barat merupakan provinsi pertama di luar Jawa yang memperoleh Parasamya Purna Karya Nugraha.

Gerakan Seribu Minang

Azwar Anas, seperti ditulis Abrar Yusra pada buku Azwar Anas Teladan Dari Ranah Minang (2011), suka turun ke bawah (turba) sampai ke pelosok nagari-nagari melanjutkan tradisi Gubernur Harun Zain, di mana pada waktu menjabat Dirut PT. Semen Padang kerap diajak mendampingi. Azwar Anas melakukan kunjungan lapangan untuk memotivasi pembangunan pada jajaran pemerintah maupun masyarakat setempat dan melakukan pengawasan. Mobilnya menjadi semacam “kantor gubernur berjalan.” Kehadirannya terasa bagi masyarakat. Gubernur Azwar Anas bisa muncul di suatu nagari atau jorong tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Mobilnya kadang tiba-tiba berhenti di pinggir jalan untuk menyapa masyarakat yang dijumpainya.

Kehadiran gubernur di suatu pelosok kampung mengangkat keberadaan kampung itu. Kampung yang kurang dikenal menjadi dikenal karena pernah didatangi Gubernur Azwar Anas. Turba dilakukan dalam rangka menggerakkan jajaran kepemimpinan formal (bupati/walikota dan dinas-dinas) dan kepemimpinan informal (alim ulama, ninik mamak, dan cadiak pandai serta bundo kanduang) agar sato sakaki (berpartisipasi walaupun setapak kaki) dalam proses pembangunan.

Dalam kesehariannya Azwar Anas memiliki jadwal menerima tamu-tamu yaitu: di gubernuran sebelum pukul 07.00 WIB dan di ruang kerjanya di Rumah Bagonjong (Kantor Gubernur) mulai pukul 07.00 – 14.00 WIB sambil menangani urusan dinas. Ia memperlakukan semua tamu dengan cara yang sama, tidak membedakan sikapnya, baik terhadap pejabat maupun berbagai lapisan masyarakat.

Gebu Minang (Gerakan Seribu Minang) lahir pada tahun 1989 terinspirasi dari saran Presiden Soeharto dalam temu wicara dengan para petani di Nagari Aripan Kecamatan X Koto Singkarak tahun 1982. Sosialisasi Gebu Minang tidak lepas dari dukungan Azwar Anas ketika merintisnya pertama kali. Presiden Soeharto waktu itu mengatakan, “Kalian, kan, banyak perantau. Jika setiap perantau menyumbang Rp 1.000 per bulan, maka akan terkumpul banyak sekali.” Akhirnya dibentuk Lembaga Gebu Minang (Ketua Umum Prof. Dr. Emil Salim, Ketua Eksekutif Prof. Dr. Harun Zain) dan Yayasan Gebu Minang (Ketua Umum Ir. H. Azwar Anas dan Sekretaris Dr. H. Saafroedin Bahar). Program Yayasan Gebu Minang, antara lain mendirikan Bank Perkreditan Rakyat, trading house dan modal ventura.

Pada buku biografi yang disusun Abrar Yusra diceritakan pegangan utama Azwar Anas dalam menjalani kehidupan, terilhami dari pesan ayah dan ibunya (Anas Malik dan Hj. Rakena) yaitu: (1) selalulah bersyukur kepada Allah dalam keadaan bagaimana pun, (2) jangan serikatkan Tuhan, jangan utamakan tahta, harta, wanita dan kemegahan duniawi yang menggoda, (3) bekerja keras dengan kesadaran, (4) ikhlas, (5) sayangi orangtua, terutama ibu dan ayah, juga ayah/ibu mertua, (6) sabar, tak sabar takkan selamat, (7) banyak bersedekah. Tak bersedekah sempit hidupnya, (8) hilangkan ketamakan dan keserakahan, kalau tamak takkan tenteram, apapun yang dikerjakan hasilnya kurang baik, (9) hilangkan kebencian sekecil apapun, dan (10) hilangkan kebodohan.

Di masa kepemimpinan Azwar Anas, Sumatera Barat mendapat kepercayaan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional XIII Tahun 1983. Keterbatasan sarana yang representatif di Padang diatasi dengan membangun Stadion Haji Agus Salim di Rimbo Kaluang Padang sebagai arena utama MTQ. Masyarakat dilibatkan dalam pembiayaan MTQ dengan membeli stiker resmi dari panitia. Stiker logo MTQ terjual habis sebagai bukti dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan MTQ. Pembukuan Panitia MTQ atas perintah Azwar Anas diaudit oleh akuntan publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. MTQ Nasional XIII di Padang dibuka oleh Presiden Soeharto dan ditutup oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah.

Pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Sumatera Barat di masa itu didukung dengan iklim kerjasama antara gubernur dan DPRD Provinsi dengan tetap menghormati tugas dan fungsi masing-masing. Dalam forum-forum resmi misalnya, Gubernur Azwar Anas selalu didampingi Ketua DPRD Djohari Kahar. Begitu pula hubungan dan kerjasama gubernur dengan Muspida Sumatera Barat terjalin secara efektif dan produktif.

Sebagai wakil pemerintah pusat, Azwar Anas merawat hubungan dan komunikasi baik dengan Bina Graha dan Cendana (Presiden Soeharto) maupun dengan Wakil Presiden Adam Malik, Umar Wirahadikusumah dan Sudharmono yang pernah menjadi Ketua Umum DPP Golkar.
Di bidang olahraga, semasa menjabat gubernur, Azwar Anas sukses memimpin Komda PSSI dan membesarkan PSP Padang. Setelah pindah ke Jakarta dan menjadi menteri, ia diusulkan menjadi Ketua Umum PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) periode 1991 – 1995 melalui Kongres PSSI dan terpilih kembali untuk periode 1995 – 1999.

Ulama dan Pesan Al-Qur’an

Sebagaimana disinggung di muka, semasa menjadi kepala daerah, pola komunikasi Azwar Anas dengan berbagai lapisan masyarakat menggunakan pendekatan relijius dan budaya. Kegiatan dakwah disukai oleh gubernur dan sebaliknya ia juga mudah diminta untuk memberi ceramah dan pengajian di masjid-masjid. Kerukunan sosial dengan umat yang berbeda agama di Sumatera Barat terpelihara dengan baik. Azwar Anas dapat diistilahkan sebagai pemimpin bertangan dingin dan pemimpin yang batareh ke luar dan ke dalam.

Tokoh ulama yang kerap dikunjungi dan tempat Azwar Anas bertukar pikiran di antaranya ialah Buya Rasjid Taher, Buya A.R. Sutan Mansur dan Buya H.M.D. Datuk Palimo Kayo. Ketika ulama besar Buya Prof. Dr. Hamka berpulang ke Rahmatullah di Jakarta tanggal 24 Juli 1981, Gubernur Azwar Anas hadir takziyah di rumah duka. Gubernur menawarkan sekiranya jenazah Buya mau dimakamkan di Sumatera Barat, ia siap membantu. Keluarga Buya Hamka memutuskan jenazah Buya dimakamkan di Jakarta. Gubernur Azwar Anas ikut memandikan jenazah tokoh ulama terkemuka dan Ketua Umum Pertama MUI Provinsi Sumatera Barat almarhum Buya Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo. Buya Datuk Palimo Kayo yang pernah menjadi Duta Besar RI di Irak wafat di Padang tanggal 17 November 1985.

Sewaktu pemakaman jenazah tokoh dunia Islam almarhum Mohammad Natsir di TPU Karet Bivak Jakarta, Minggu 7 Februari 1993, Azwar Anas waktu itu sudah menjabat Menteri Perhubungan, ikut menghadiri pemakaman tokoh pejuang dan mantan Perdana Menteri RI itu.

Semasa menjabat menteri, Azwar Anas ikut membidani kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), meski kemudian ia tidak banyak aktif di ICMI. Azwar Anas memiliki perhatian tinggi terhadap dunia pendidikan. Setelah pensiun, ia duduk sebagai Pembina Pondok Pesantren Modern (PPM) Diniyyah Putra Padang Panjang yang bertransformasi menjadi Pondok Pesantren Modern (PPM) Nurul Ikhlas Padang Panjang. Selain itu Azwar Anas juga diminta oleh warga Tarbiyah Islamiyah (Perti) menjadi Ketua Dewan Pembina, di samping itu menjadi Wakil Ketua Dewan Penasihat MUI Pusat.

Pada peringatan Nuzulul Qur’an secara kenegaraan di Masjid Istiqlal Jakarta tanggal 17 Ramadhan 1402 H/9 Juli 1982 M yang dihadiri Presiden Soeharto, Wakil Presiden Adam Malik, Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, para korps diplomatik dan pejabat negara, Azwar Anas menyampaikan uraian hikmah Nuzulul Qur’an dengan topik “Al-Qur’an adalah Kebenaran Mutlak”.

Azwar Anas menguraikan, “Tuntunan membaca bukan hanya terhadap yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Bukan hanya menyelidikan alam semesta, tetapi juga meneliti diri manusia sendiri. Al-Qur’an-lah yang dijamin Allah Swt merupakan sumber utama dari tuntunan, petunjuk ke jalan yang lurus, yang merupakan pedoman hidup, tali Allah yang wajib dipegang teguh yang mampu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan-jalan yang terang, pemisah antara yang benar dan yang salah, penawar bagi segala penyakit jiwa, yang diberkahi dan mengandung rahmat, yang penuh dengan peringatan dan pengajaran.”

Mengakhiri uraiannya yang padat dan bernas Azwar Anas mengimbau, “Marilah kita tingkatkan iman dan takwa kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, jangan sampai kita mensyarikatkan-Nya dengan yang lain, walaupun godaan, cobaan, tantangan yang kita hadapi sangat berat dalam situasi dunia kita sekarang ini, yang mengarah kepada materialisme dan sekularisme.” tegasnya.

Gubernur Sumatera Barat periode setelah Azwar Anas terpilih H. Hasan Basri Durin, mantan Walikota Padang dua periode, dilantik hari Jumat tanggal 30 Oktober 1987 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam di Padang. Hasan Basri Durin mengungkapkan dalam otobiorafinya, “Saya terpilih dan menjadi Gubernur Sumatera Barat ketika provinsi ini sedang dihimpit tuah. Provinsi ini sedang berada di puncak kegemilangannya berkat prestasi dua gubernur sebelumnya, Prof. Harun Zain dan Ir. Azwar Anas. Maka tidaklah mengherankan pidato Menteri Dalam Negeri penuh dengan puji-pujian bagi Gubernur Azwar Anas yang akan saya gantikan.” demikian dikutip seperlunya dari buku Hasan Basri Durin Sebuah Otobiografi (Editor: Hasri; Chaniago dan Eko Yanche Edrie).

Sebagai tokoh dan sesepuh masyarakat Minang, Azwar Anas dihargai di mana-mana. Beliau juga menghargai bila diundang dalam acara-acara tertentu dan memerlukan hadir kecuali kalau sedang kurang sehat.

Saya ingat pada waktu takziyah berpulangnya Bapak Saafroedin Bahar yang wafat tanggal 6 Juli 2018, saat itu Pak Azwar Anas sedang kurang sehat sehingga tak bisa hadir. Tetapi beliau berpesan agar Pak Syahrul Udjud bisa hadir sampai melepas jenazah ke pemakaman. Hal itu saya dengar dari Pak Syahrul Udjud di rumah duka Saafroedin Bahar di Kompleks Setneg Jakarta Selatan. Begitulah sisi humanis dari kepribadian Pak Azwar Anas yang mengagumkan. Kepeduliannya begitu tinggi dan tulus terhadap orang lain.

Satu ketika tanggal 2 Februari 2019 saya silaturahmi dengan Bapak Azwar Anas di kediamannya, diterima dengan ramah dan simpatik. Saya bertanya tentang kunci keberhasilannya memimpin Sumatera Barat selama 10 tahun. Menurut Pak Azwar Anas, kunci keberhasilannya adalah keteladanan, sejalan antara ucapan dan perbuatan.

Sewaktu membezuk Pak Azwar Anas di ruang CICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, saya mendengar dari putranya Ronny Pahlawan, di masa pandemi COVID-19, dengan cermat beliau memantau berita penyebaran COVID-19 di Indonesia dan di Sumatera Barat. Pak Azwar Anas mencatat angka penyebaran COVID-19 dari hari ke hari dalam sebuah buku catatan. Pembatasan tamu dan interaksi secara fisik dengan orang lain karena pandemi rupanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan beliau hingga mengalami penurunan, di samping faktor alamiah karena usia.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof. Dr. Muhadjir Effendy usai menghadiri upacara pemakaman jenazah Azwar Anas di TMP Kalibata, Senin 6 Maret 2023 kepada media menyebut almarhum Azwar Anas meninggalkan kesan yang baik dan bisa dibilang beliau adalah negarawan yang tanpa cacat, sangat tepat dan beralasan.

Wahai jiwa yang tenang, tersenyumlah datang kepada Tuhanmu. Semoga Allah Swt menerima seluruh amal ibadah almarhum Bapak Azwar Anas, diampuni segala dosa dan kekhilafannya dan ditempatkan di tempat yang sebaik-sebaiknya di sisi Allah, dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Tentang Penulis

Avatar photo

Fuad Nasar

Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Agama RI, pernah menjabat Sesditjen Bimas Islam.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading