Kebakaran melahap pemukiman pengungsi etnik Rohingya di Dhaka. Kebakaran pada 5 Maret 2023 dan terbilang besar itu kembali memurukkan penghuni dhuafa di kamp pengungsian di Bangladesh itu.
Kobaran api meletus di Camp 11 di Cox’s Bazar, distrik perbatasan tenggara tempat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal. Mereka itu sebagian besar penyintas dari dari penumpasan apparat militer Myanmar tahun 2017 silam. Pasca mengungsi, pada Maret 2021 juga kamp itu mengalami kebakaran yang menewaskan sedikitnya 15 pengungsi dan menghancurkan lebih dari 10.000 rumah.
Ingat Rohingya ingat tragedi etnic cleansing di Myanmar yang menimpa muslimin Rohingya. Tragedi kemanusiaan Rohingya mencuat ketika eskalasi kerusuhan negara bagian Rakhine meningkat pada Juni 2012 yaitu serangkaian konflik yang meletus antara orang Buddha Rakhine melawan Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine Utara Myanmar, hingga pada bulan Oktober Muslim dari segala etnis mulai menjadi sasaran.
Kerusuhan ini dipicu oleh sengketa sektarian dan telah dikutuk oleh kedua belah pihak. Penyebab utamanya masih belum jelas, meski banyak komentator menyebut pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan Rakhine yang diikuti oleh pembunuhan sepuluh Muslim Burma oleh orang Rakhine sebagai pemicunya. Pemerintah Myanmar menanggapi dengan menetapkan jam malam dan mengirim pasukan ke wilayah konflik tersebut.
Pada 10 Juni, keadaan darurat dinyatakan di Rakhine, sehingga angkatan bersenjata dapat turut serta dalam administrasi di wilayah tersebut. Pada 22 Agustus, 88 orang tewas, 57 di antaranya Muslim dan 31 di antaranya Buddha. Diperkirakan 90.000 orang telantar akibat kekerasan. Sekitar 2.528 rumah dibakar, dengan 1.336 di antaranya milik Rohingya dan 1.192 di antaranya milik Rakhine. Tentara dan polisi Burma dituduh menarget orang Rohingya melalui penangkapan massal dan kekerasan. Kerusuhan meletus lagi pada bulan Oktober. Akibatnya, 80 orang tewas, 20.000 orang telantar, dan ribuan rumah dibakar.
Kondisi tersebut memaksa sebagian besar etnik Rohingya mengungsi untuk menyelamatkan diri dan mencari tempat pengungsian yang dianggap lebih baik, namun untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Hingga saat ini kehidupan mereka tetap menderita.
Menelisik Akar Konflik
Akar penyebab konflik berkepanjangan di Myanmar tak terlepas dari kebijakan kontroversial pemimpin Myanmar Aung Sang Suuky, bahwa Sang Suuky memiliki posisi “unik” dan bermasalah.
Perundang-undangan di Myanmar menyatakan bahwa warga negara asing dibatasi untuk menjadi pejabat, sedangkan anak Aung Sang Suuki dan suaminya merupakan warga negara asing, tetapi memegang posisi menjadi Dewan Keamanan Nasional dan mentri luar negeri, mereka incharge di pemerintahan meski secara perundang-undangan bermasalah.
Jika dirunut setidaknya ada tiga faktor yang menjadi akar permasalahnya sebagai berikut:
Pertama, undang-undang Imigrasi yang diterbitkan tidak lama meletusnya kerusuhan pada tahun 2012, adanya perumusan undang-undang yang dirumuskan dan disepakati dengan batin yang sangat benci, yang disebutkan bahwa warga negara Myanmar adalah semua suku kecuali Rohingya.
Kedua, dalam undang-undang imigrasi tersebut disebutkan adanya rumusan N+3 lahir di Myanmar, ibu, kakek dan nenek serta buyutnya lahir di Myanmar, ini mempersulit proses untuk menjadi warga negara.
Ketiga, adanya discriminacy practicy atau praktik pembedaan Rakine Utara dan Selatan, Rakhine Selatan secara relatif banyak sekolah sekolah dan rumah sakit, tapi di Rakhine Utara yang mayoritas penduduknya etnik Rohingya, tidak ada yang dibangun oleh pemerintah, sehingga ada gap antara kehidupan yang tinggal di Utara dan Selatan.
Menelisik akar permasalahan tersebut, bukan hal yang mudah membangun iklim kondusif menuju pemulihan hak-hak kemanusiaan etnik Rohingya jika kebijakan-kebijakan yang diterapkan masih diskriminatif dan tidak mengedepankan asas hak-hak azasi manusia.
Peran Indonesia
Dalam beberapa kurun, Indonesia berkontribusi dan turut ambil bagian dalam upaya penyelamatan etnis Rohingya yang terdampar di wilayah teritori Indonesia. Catatan kemanusian Indonesia cukup nyata.
Mei 2015 Pengungsi Rohingya terdampar di Aceh
Sebanyak empat kapal yang mengangkut sedikitnya 500 orang asal etnik Rohingya terdampar di perairan Aceh utara, pada Minggu (10/05) pagi waktu setempat. Di Indonesia terdapat 738 pengungsi Rohingya dari Myanmar hingga akhir Februari 2015.
September 2017 Pengungsi Rohingya terdampar di Aceh
Sedikitnya 400 warga Rohingya, termasuk mereka yang lanjut usia, perempuan, dan anak-anak, dilaporkan tewas menjadi korban kekejaman pasukan Myanmar yang disebut-sebut telah menjalankan operasi pembersihan etnik. Sekitar 73 ribu warga sipil pun dilaporkan mengungsi melewati perbatasan Myanmar dengan Bangladesh sejak kekerasan meletus pada 25 Agustus lalu.
Juni 2020, Pengungsi Rohingya terdampar di Aceh
Pengungsi Rohingya kembali terdampar di Aceh dengan kondisi yang memprihatinkan. Kapal itu memuat 94 warga Rohingya dengan rincian 15 orang adalah laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 orang anak-anak.
Tak Putus Dirundung Malang
Dengan fakta mengenaskan, kebakaran di kamp Cox Bazar itu layak menjadi gugatan, organisasi paling relevan adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kemana mereka? Dengan intensitas penderitaan muslimin Rohingya dan telah amat lama derita mereka, sampai kapan “gerakan penyelamatan” itu harus dilakukan? Perlu langkah nyata memanusiakan manusia Rohingya. Di hari-hari menyambut Ramadan, seharusnya menjadi momentum filantropi.
Hal utama yang harus diteriakkan pada dunia: Selamatkan nyawa manusia Rohingya (dan masyarakat manusia nestapa lainnya), Santuni pangan, sandang, papan mereka, Manusiakan mereka.
*Ditulis bersama Suriadi, volunter Indonesia Care