- Mengguyurkan air dan menyelam. Diriwayatkan Abu Bakr ibn “Abdurrahman dari sebagian sahabat Nabi yang menuturkan, “Aku melihat Rasulullah s.a.w. mengucurkan air di kepala beliau dalam keadaan puasa, karena haus maupun panas” (riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Malik dengan sanad sahih). Dalam Bukhari dan Muslim ada penuturan Aisyah bahwa Nabi SAW “masuk subuh dalam keadaan junub, sementara beliau berpuasa lalu mandi.” Bila karena itu air masuk ke dalam diri kita, tanpa disengaja, puasa kita sah.
- Memakai celak. Tetesan celak (penghitam mata), atau yang semacam, yang masuk ke mata, baik didapati rasanya di tenggorokan maupun tidak, tidak membatalkan puasa, karena mata bukan jalan ke perut. Sahabat Anas r.a. memakai celak (kebiasaan orang Arab tradisional) waktu berpuasa. Inilah pendirian antara lain mashab Syafi’i dan mazhab Hanafi, meskipun dari Nabi SAW tidak ada keterangan.
- Mencium, untuk yang mampu menahan diri. Dituturkan oleh “Aisyah r.a., “Nabi SAW dahulu mencium, dalam keadaan puasa, dan mencumbu dalam keadaan puasa, dan beliau paling mampu menahan diri dibanding kamu semua.” Umar ibn Al-Khaththab juga mencium istrinya waktu berpuasa. Lalu datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,
“Hari ini aku berbuat hal besar. aku mencium istriku padahal aku ‘kan puasa.” Tanggapan Nabi: “Bagaimana menurutmu, kalau kau mengumur-ngumur air ketika sedang puasa?”
“Tidak apa-apa itu.”
“Jadi mengapa.”
Tetapi menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i, mencium (biasanya di pipi) makruh untuk orang yang tergerak syahwatnya, tapi tidak untuk yang lain. Hanya yang lebih bagus meninggalkannya.
- Suntik. Termasuk suntik makanan, menurut Fighus Sunnah. Alasannya: kalaupun cairan yang disuntikkan itu sampai ke dalam lambung, ia sampai ke sana tanpa jalan yang lazim (jadi, tidak bisa disebut “makan”). Tapi bagaimana, untuk contoh yang lebih tajam, bila suntikan makanan itu dalam bentuk infus, berbotol-botol, misalnya, dan menyebabkan yang bersangkutan sama segar dan sama kenyangnya dengan orang yang tidak puasa, sementara suntikan maupun infus bisa dilakukan bukan karena sakit? Berbeda dengan suntikan obat, yang memang bukan makanan, selain bukan lambung tujuannya.
- Canduk. Canduk ialah mengambil darah dari kepala. Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi SAW bercanduk sewaktu puasa. Bertanya Tsabit AlBunani kepada Anas r.a., “Apakah kalian memakruhkan (tidak menyukai) canduk untuk orang yang puasa, di zaman Rasulullah?” Jawab Anas, “Tidak, kecuali kalau menyebabkan badan lemah.” (riwayat Bukhari dan lain-lain). Pengambilan darah dari anggota badan yang lain sama dengan canduk.
- Berkumur dan mengisap air dengan hidung. Yang makruh dari perbuatan ini hanya kalau berlebih-lebihan. Laqith ibn Shabrah r.a. menyampaikan sabda Nabi SAW, “Kalau engkau ber-istinsyaq (menyedot air dengan hidung, untuk membersihkannya) hendaklah agak dalam, kecuali kalau engkau puasa” (riwayat Ashhabus Sunan). Berkata Ibn Qudamah: “Kalau ia berkumur atau ber-istinsyaq sewaktu bersuci (wudu atau mandi jinabat), lalu air mencapai tenggorokannya, tanpa sengaja dan tidak berlebih-lebihan, tidak apa-apa.” Begitu pula kata Al-Auza’i, Ishaq, dan Imam Syafi’i menurut salah satu dari dua gaul beliau. Juga begitu diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.
Tapi menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, batal puasanya — dianggap sama dengan orang yang sengaja minum. Ibn Qudamah, ketika membela pendapat yang pertama, menyatakan kejadian itu sama saja dengan kalau lalat terbang masuk kerongkongan tidak membatalkan puasa. Bersambung
Penulis: Ust. Abu Fitri Firdausi. Bahan: As-Saiyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I, Darul Fikr, Beirut, 1400 H./1980 M; Ibn Rusyd, Hidayatul Mujtah wa Nihayatu Muqtashid, I, Darul Ma’ridlah, Beirut, 1406 H./1985
Sumber: Panjimas, 13-26 November 2002